Memandu diskusi, memastikan keterlibatan setiap orang

Liberating Structure (LS), merujuk pada bagaiman proses berdiskusi yang inklusif, melibatkan setiap pihak yang hadir. Merujuk pada kebiasaan pertemuan-pertemuan membosankan kerap kali pertemuan hanya menjadi ajang menunggu giliran untuk berbicara. Diakhir acara bahkan tak tau apa yang dihasilkan melalui konsensusnya.

Kami sangat suka dengan diskusi, bergagasan, memastikan keterlibatan dan memastikan bahwa pertemuan tidak hanya melahirkan konsensus. Tapi justru melahirkan semangat baru pergerakan nyata setelah meeting-meeting serunya. Biasanya, pertemuan-pertemuan tradisional berjalan menjemukan karena hanya sebagian kecil yang memiliki otoritas, atau aktivitasnya terkontrol hingga tak ada kebebasan bersuara, enggagement yang minim dan hasil yang tak membumi.

Hari ini bersama warga desa Mekarwangi di Kabupaten Bandung Barat, menemukan hal menakjubkan dengan pendekatan Liberating Structure ini. Kami mengumpulkan warga desa, berkumpul dan duduk rapih berderet. Suasana tampak membosankan. Kemudian kami acak menjadi dua kelompok, siapkan kanvas, gerakkan kursi meja menjadi kelompok yang terpisah dengan letak kursi yang tak beraturan. Sontak suasana resmi pun berubah menjadi keriangan diskusi. Dua jam kami pandu diskusinya, setiap warga desa berlomba-lomba bersumbangsih idenya.

Kali ini kami menggunakan #RapidRoadmapping sebuah framework yang dirancang tim @thelocalenablers untuk membantu organisasi-organisasi yang ingin menata ulang peta jalan organisasinya. Membuat tahapan-tahapan yang terukur hingga mencapai visi yang disepakati bersama. Pendekatan LS, membuat usulan tidak dibuat top down, tapi benar-benar diperoleh dari sumbangsih pemikiran bersama yang diramu dengan baik dan kemudian menghasilkan semangat pergerakan selanjutnya.

LS adalah pilar penting untuk membuncahkan kultur inovasi, mengapa bisa? karena ini mudah! bahkan bukan ahlipun bisa melakukannya, fokusnya pada hasil, iterasinya berlangsung cepat & produktif, inovatif, inklusif, multiskala, serius tapi santai, mudah di copy dan bisa diadaptasi!

Kapan kita bergagasan seru lagi?
Jangan lagi rapat-rapat tegang!

Ruang Belajar dan Berkarya

Perjalanan ini layaknya proses kreatif yang memang diawali dengan perasaan takut. Apalagi bagi anak-anak muda ini yang terbilang baru bagi dunia-dunia nyata berhadapan langsung dengan dunia kerja, dunia nyata masyarakat. 

Ada excitement melakukannya di awal, kemudian dihadapkan pada pengalaman-pengalaman nyata yang jika dipelajari di kelas banyak variabel yang tak ditemukan.  Soal-soal di ruang kelas kerap kali variabel-variabel nyata sering diganti dengan asumsi, dan jumlahnya pun banyak. 

Sehingga persoalan di ruang kelas seringkali dihadapkan seolah-olah ideal, padahal kenyataannya jauh, tapi institusi pendidikan kerap mengatakan “ya bagaimana lagi, kami banyak keterbatasan sumber daya”

Memberikan ruang kreatifitas, bergera, berkarya dan mendampingi mereka seyogyanya adalah sumber energi jika memang orientasi kita pada tumbuh dan berkembangnya generasi penerus.

Memberikan pengayaan berupa panggung-panggung belajar bagi mereka sebenarnya bagi saya pribadi justru menjadi wadah belajar yang paling kontekstual yang melahirkan banyak hal-hal baru, bukan saja mengenal bagaimana semestinya kita berinteraksi dengan generasi ini, tapi juga menuai hal-hal baru dalam beragam pendekatan, perangkat, manajerial dan inovasi-inovasi pergerakannya.

Perbedaan generasi seyogyanya menghadirkan disrupsi. Disrupsi adalah gangguan yang menghasilkan inovasi. Jadi dikatakan disrupsi karena bergabungnya multi generasi dalam sebuah kolaborasi akan melahirkan kelengkapan.

Kalangan senior membawa wisdom, kematangan, network dan knowledge, kalangan muda membawa keberanian bereksperimen dan penguasaan akan jamannya yang berbeda.

“Tell me and I forget, teach me and I may remember, involve me and I learn” (Benjamin Franklin).

Purpose beyond Profit

Pernyataan yang sedang banyak bermunculan, terlebih dunia memasuki era dimana permasalahan sosial memuncak. PwC menunjukkan 79% pemimpin bisnis percaya bahwa purpose adalah pusat dari kesuksesan, tapi 68%nya menyatakan bahwa dalam perjalanannya tak digunakan jadi panduan pengambilan keputusan organisasinya. Era ini juga punya koneksi kuat dengan purpose, kemungkinannya 5,3 kali lebih besar untuk bertahan. Tapi sebagian besar karyawan tidak memahaminya, hanya 33% yang benar-benar paham purposenya. Dari sisi konsumen, justru dipandang bahwa mereka yang didorong purpose akan lebih loyal pada produk & usaha mereka.

Dari tulisannya C. Bulgarella, 2018 Ia mencontohkan 2 perusahaan jam tangan dengan 2 jenis purpose: Linear Vs.Transformatif

A; Membantu untuk tepat waktu.
B; Membantu mencapai kehidupan yang lebih seimbang

Purpose ke-1 mendorong mengembangkan aset teknis & membantu mencapai pertumbuhan linier, sedangkan kasus ke-2 tidak hanya memperdalam makna perusahaannya, tapi juga memperluas struktur hubungan, cakupan produk & dampak yang dapat ditimbulkannya pada kehidupan pelanggannya. Purpose adalah cerminan asli bagaimana perusahaan bermaksud untuk berkembang & mendorongnya mengatasi inkonsistensi & kesenjangan dalam budayanya sendiri.

Purpose diperlukan bukan lagi ditujukan bagi kemajuan linier/horizontal (bagaimana bisa maju & lebih baik daripada apa yang dilakukan hari ini?) Tapi, hal ini jadi satu transformasi evolusioner (pertumbuhan evolusioner/ke atas), yakni “Bagaimana apa yang dilakukan hari ini membantu kita memanfaatkan potensi transformatif & memberikan lompatan perubahan dari hari ini”

Purpose otentik perlu kedewasaan lebih tinggi. Frederic Laloux dalam bukunya “Reinventing Organizations”, menulis pertanyaan kunci ketika organisasi/individu naik skala kesadarannya Ia bertanya “Apakah saya jujur pada diri sendiri & sejalan dengan panggilan yang dirasakan?” Ini bukan hanya tentang kebenaran lahiriah, tapi kebenaran batiniah.

Bukan pertanyaan mudah memang, itulah sebabnya kesadaran adalah batu loncatan utama bagi organisasi yang ingin memanfaatkan kualitas Purpose yang transformatif.

Belajar dan Berkarya Di Ruang Nyata

Perjalanan ini layaknya proses kreatif yang memang diawali dengan perasaan takut. Apalagi bagi anak-anak muda ini yang terbilang baru bagi dunia-dunia nyata berhadapan langsung dengan dunia kerja, dunia nyata masyarakat. 

Ada excitement melakukannya di awal, kemudian dihadapkan pada pengalaman-pengalaman nyata yang jika dipelajari di kelas banyak variabel yang tak ditemukan.  Soal-soal di ruang kelas kerap kali variabel-variabel nyata sering diganti dengan asumsi, dan jumlahnya pun banyak. 

Sehingga persoalan di ruang kelas seringkali dihadapkan seolah-olah ideal, padahal kenyataannya jauh, tapi institusi pendidikan kerap mengatakan “ya bagaimana lagi, kami banyak keterbatasan sumber daya”

Memberikan ruang kreatifitas, bergera, berkarya dan mendampingi mereka seyogyanya adalah sumber energi jika memang orientasi kita pada tumbuh dan berkembangnya generasi penerus.

Memberikan pengayaan berupa panggung-panggung belajar bagi mereka sebenarnya bagi saya pribadi justru menjadi wadah belajar yang paling kontekstual yang melahirkan banyak hal-hal baru, bukan saja mengenal bagaimana semestinya kita berinteraksi dengan generasi ini, tapi juga menuai hal-hal baru dalam beragam pendekatan, perangkat, manajerial dan inovasi-inovasi pergerakannya.

Perbedaan generasi seyogyanya menghadirkan disrupsi. Disrupsi adalah gangguan yang menghasilkan inovasi. Jadi dikatakan disrupsi karena bergabungnya multi generasi dalam sebuah kolaborasi akan melahirkan kelengkapan.

Kalangan senior membawa wisdom, kematangan, network dan knowledge, kalangan muda membawa keberanian bereksperimen dan penguasaan akan jamannya yang berbeda.

“Tell me and I forget, teach me and I may remember, involve me and I learn” (Benjamin Franklin).

Pemimpin Masa Depan

Menemukan ini di QAspire, cukup memberikan validasi terkait bagaimana sesungguhnya kita membangun wadah belajar. Menyiapkan pemimpin masa depan dengan cara-cara baru yang relevan adalah penting. Bagaimana sesungguhnya mendefinisikan karakter yang dibutuhkan seorang pemimpin?

QAspire mencatatkan empat kriteria pemimpin yang dapat mencipta masa depan.

1.The Learning Person
Bagaimana individu dipersiapkan untuk tetap berenergi untuk selalu belajar, menerapkannya dan merefleksikan proses belajarnya (Learn, Apply, Relect) apakah Ia dilatih untuk belajar secepat dunia yang juga berubah?

2.The Personal Disruptor
Disrupsi adalah sesuatu yang “menggagu” tapi Ia mendatangkan inovasi dan kebaruan. Tak mungkin kita mencipta masa depan jika gagasan kita tak sesuai dengan jaman dan konteksnya. Individu didorong untuk menjadi The Personal Disruptor, membawa perubahan yang inovatif.

3.The Tough-Minded Optimist
Seorang optimis yang yang persisten, yang teguh pendiriannya. Masa depan diciptakan oleh seseorang yang antusias-bermotovasi tinggi yang menginginkan dan atau mempikan sesuatu dengan kuat. Pastikan kita juga memfasilitasi mereka untuk punya mimpi besar yang memotivasinya.

4.The Eager Experimenter
Seseorang yang gemar bereksperimen. Mendukung gagasan-gagasan yang dapt dieksekusi kemudian walau dengam probabilitas kecil sekalipun.

Gimana, siap jadi pemimpin masa depan? #percayaanakmuda

Pemimpin yang Dapat Mencipta Masa Depan

Menemukan ini di QAspire, cukup memberikan validasi terkait bagaimana sesungguhnya kita membangun wadah belajar. Menyiapkan pemimpin masa depan dengan cara-cara baru yang relevan adalah penting. Bagaimana sesungguhnya mendefinisikan karakter yang dibutuhkan seorang pemimpin?

QAspire mencatatkan empat kriteria pemimpin yang dapat mencipta masa depan.

1.The Learning Person
Bagaimana individu dipersiapkan untuk tetap berenergi untuk selalu belajar, menerapkannya dan merefleksikan proses belajarnya (Learn, Apply, Relect) apakah Ia dilatih untuk belajar secepat dunia yang juga berubah?

2.The Personal Disruptor
Disrupsi adalah sesuatu yang “menggagu” tapi Ia mendatangkan inovasi dan kebaruan. Tak mungkin kita mencipta masa depan jika gagasan kita tak sesuai dengan jaman dan konteksnya. Individu didorong untuk menjadi The Personal Disruptor, membawa perubahan yang inovatif.

3.The Tough-Minded Optimist
Seorang optimis yang yang persisten, yang teguh pendiriannya. Masa depan diciptakan oleh seseorang yang antusias-bermotovasi tinggi yang menginginkan dan atau mempikan sesuatu dengan kuat. Pastikan kita juga memfasilitasi mereka untuk punya mimpi besar yang memotivasinya.

4.The Eager Experimenter
Seseorang yang gemar bereksperimen. Mendukung gagasan-gagasan yang dapt dieksekusi kemudian walau dengam probabilitas kecil sekalipun.

Gimana, siap jadi pemimpin masa depan?

Berkolaborasi dan Bergagasan

Sering kali kita punya masalah sama tim, seperti bekerja silo, terlalu fokus pada agenda tim sendiri, tak punya cukup waktu bekerja & tak fokus karena punya berbagai tanggung jawab. Hingga perlu kolaborasi intensif antara latar belakang & level apa pun🤩

Jika kondisinya seperti ini, kita perlu ruang kerja kolaboratif & menemukan beragam solusi & menyesuaikan praktik terbaik untuk menghadirkan solusi dengan iteratif🤟 Kemarin kami mengundang teman-teman dari seluruh Nusantara dan mengajaknya berhackathon, untuk apa?🙄

Ini penting untuk melatih kembali tim meningkatkakan kemampuan menyimaknya🧐, memberikan kesempatan umpan balik yang spontan🤨, belajar satu sama lain😳, kolaborasi ad-hoc🤠, punya ruang visual bersama😎, meningkatkan keakraban anggota😙 serta mendukung koordinasi dan komunikasi yang lebih mudah yang harapannya kedepan bisa meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil😇

Kolaborasi dalam Hackathon ini bermanfaat dalam mendidik tim menggunakan sumber daya, metode, berkinerja tinggi & terdistribusi. Pendekatan ini juga menghimpun para pemangku kepentingan untuk bertukar keterampilan & pengetahuan.

Tiap pihak juga jadi paham karena dibawa pada proses yang Ilmiah, dibenturkan dengan orang-orang dari berbagai disiplin ke dalam ruang fisik yang sama & kemudian dapat membantu memajukan pekerjaan teknis lebih cepat🎉🎉

Susah ngga?😩 ya tentu ada tantangannya. Koordinasinya menantang! namun ini penting, mengawal proses tim yang efektif apalagi jika terdiri dari anggota dengan keahlian beragam. Tiap individu cenderung punya pendekatan penyelesaian sangat berbeda. Di sisi lain, individu umumnya hanya ingin “mengeluarkan plot” (menghasilkan hasil  / ouput secepat dan seefisien mungkin)🤣

Proses ini adalah proses kolaborasi pengetahuan intensif, sering digunakan sebagai sarana untuk mengisi kesenjangan antara sains & realita sosial. Juga kenyataan bahwa tim sering melakukan mis komunikasi dalam pengembangan program.

Kamu bisa coba bareng tim menjalankan mini-hackathon mingguan & memecahkan masalah dengan cepat. Melahirkan”hacking” sebagai cara kerja baru, elemen baru  tim yang dapat digunakan sesuai kebutuhan & memperkenalkan perubahan budaya kerja🎉🎉

Innovation

Bersua dua tenant Innovation Driven Enterprises hari ini, salah satu hal yang dibahas adalah bagaimana jika sebuah usaha ternyaya dalam perjalanannya terjebak dalam sebuah aktifitas yang menjebak untuk hanya fokus pada penerimaan, lupa goals yang sempat terucapkan diawal dahulu.

Ada kalanya sebuah usaha beranjak mapan dengan cashflow yang aman, namun rasanya lelah karena tampak terjebak dengan siklus berulang dan kemajuan yang stagnan. Ingin meninggalkan rutinitas namun ada rasa sayang jika ditinggalkan, harus bagaimana?

Kala kamu dilema, takut meninggalkan dan beralih untuk eksplorasi, sesungguhnya ada dua strategi yang perlu dimulai dilakukan. Strategi dua tangan, bisa jenisnya Ambidextery atau Exploit & Explore.

Kala melakukan Explore memang menantang, tapi jika sepenuhnya dilakukan mencari sesuatu yang belum pasti tak juga kita tinggalkan sesuatu yang sudah menghasilkan meski sudah dalam tahap bosan.

Strategi ini perlu dijalankan paralel, strategi awal adalah membentuk tim baru untuk mengelola yang sudah belajar. Lakukan empowerment, delegasikan dan latih tim baru untuk melakukan hal-hal yang bisa dieksploitasi karena pasarnya sudah terbukti.

Seiring dengan mengembangkan tim, mulai pecahkan perhatian untuk fokus pada hal-hal strategis sesuai idealisme semula, mulai bereksplorasi. Hingga akhirnya keduanya bisa berjalan.

Hanya perlu diingat, bahwa ini perlu proses dalam proses transisinya.

Jangan melulu terjebak teknis, startegikan untuk mulai berpikir strategis, bangun tim secara sungguh-sungguh, bangun mimpi juga sungguh-sungguh🎉

Membangun Budaya Kreativitas

Pak baca ini!”, sahut bu Intan salah satu sahabat dan mitra terbaik saya. Oh rupanya tautan penting tentang kreativitas.

Dalam artikel itu dijelaskan mengapa organisasi memiliki begitu banyak kesulitan dalam menggerakkan kreativitas karyawan? Jawabannya ternyata terletak pada perilaku yang sudah mendarah daging yang mencegah perusahaan membangun budaya kreatifnya.

Makan siang tadipun kami bersua dengan salah satu mitra yang mengungkapkan tampaknya insitusi kami terjebak KPI mas, “KPInya sih ngisi, tapi kok bisnisnya ngga bergerak nih!” ujar salah satu timnya, kemudian Ia menambahkan, “Masa sih hal-hal tak substansi tadi KPI? kami jadi sangat rigid dibuatnya!”

Nah hal ini balik lagi terkait dengan kenyataan ternyata perusahaan atau instusi memang banyak yang salah dalam memahami kreatifitas yang seringkali dibenturkan dengan produktifitas.

HBR mengulas beberapa penyebabnya;

1.The Productivity Fallacy
Mencoba untuk menyelesaikan pekerjaan kompleks yang diselesaikan terlalu cepat dapat menyebabkan kerugian bagi proses inovasi itu sendiri.

Beberapa solusi terbaik justru membutuhkan periode inkubasi yang panjang. Memaksakan hasrat untuk melahirkan kesimpulan yang cepat dapat mengarah pada kreatitas dan solusi yang semakin jauh tercapai.

2.Intelligence Fallacy
Menganalisa gagasan memang lebih mudah daripada mensintesa hal-hal yang baru. Lesatkan kretivitas dengan menaruh atensi yang dalam pada proses bagaimana gagasan didiskusikan dalam kelompok.

Biasakanlah bergagasan hal-hal baru dari pada mencari-cari kelemahannya. Hal ini bukan berarti mengatakan setuju atau membantah sebuah ide, tapi fokus pada upaya memperkayanya.

3.The Brainstorming Fallacy
Nominal brainstorming (ketika individu memikirkan gaagsannya sendiri sebelum bergagasan) akan menjadi lebih baik dari pada sesi bergagasan yang tradisional. Khususnya bagi tim yang memiliki keragaman sudut padang.

Sebuah studi dari Yale, menemukan bahwa jumlah gagasan yang dihasilkan oleh individual dan kemudian diagregasi hasilnya, kualitasnya akan dua kali lipat dari gagasan yang hanya dihasilkan dari kelompok yang bekerja bersama secara tradisional.

Jangan ragu bergagasan!

Metafora Pensil by Lindy McKeown

Berkumpul dengan para pengusung perubahan di dunia pendidikan, Membahagiakan mendapatkan kesempatan ekosistem pembaharu & berkesempatan mengenalkan proses transfromasi pendidikan memang menjadi tantangan yang nyata, kala keinginan memberikan proses pendidikan berkualitas menjadi penjalanan panjang.

Pada kenyataannya, mendiseminasikan kebaruan memang pada kenyaatannya sang inisiator menjadi terkendala pada bagaimana mendiseminasikan kebaruannya pada keseluruhan populasi organisasinya.

Dalam sebuah tulisan Lindy McKeown “The Pencil Metaphor: 6 Ways Teachers Respond To Education Technology” metaphora yang cukup mewakili perasaan dan fakta yang terjadi dalam upaya menebarluaskan kebaruan dan inovasi yang diharapkan menghadirkan katalis untuk mewujudkan proses pendidikan yang lebih baik.

Metafora ini menampilkan pensil yang mewakili kondisi sesungguhnya bagaimana sebuah inovasi terimplementasikan.

The Leaders
Menjadi yang pertama mengadopsi teknologi baru, dokumen dan praktek-praktek baik yang baru

The Sharp One
Mereka memperhatikan para inisiator, mengambil & mencontoh, belajar dari kesalahannya dan melakukan hal dengan sebaik-baiknya

The Hanger On
Tahu akan perkembangan, menghadiri beragam seminar tapi tak melakukan apapun

The Wood
Mereka akan menggunakan teknologi jika orang lain melayanani & menunjukkan bagaimana menggunakan dan memanfaatkannya

The Ferrules
Mereka mempertahankan apa yang diketahuinya dengan ketat. Teknologi tak mendapatkan tempat dikelasnya

The Eraser
Berupaya melakukan usaha untuk menghapuskan inisiatif yang dilakukan para Inisiator

Mirip dengan konsep Difusi Inovasi, para penggagas memang selalu berjumlah sedikit, diikuti oleh para early adopters. Perjalanan menantang mewujudkan portofolio keberhasilan hingga golongan mayoritas mulai melirik & mengaplikasikannya.

Untuk itu bekal pengetahuan mendiseminasikan inovasi jadi perangkat penting bagi para inisiator agar tak kehilangan energinya karena perjalanannya terlalu dinamis dan tak terukur.

Mengelola perubahan juga adalah keterampilan penting agent of change, karena dalam perjalanannya perlu terampil membagi sumber daya, memilih simpul dan memastika inisiasinya berlanjut.