Super Mario Bukan Super Jamur

Merumuskan kebutuhan pengguna dengan orientasi pada outcomes berarti fokus pada hasil akhir yang diinginkan pengguna setelah menggunakan produk, bukan hanya pada produk itu sendiri. Ini berarti memahami apa yang sebenarnya mereka harapkan—perubahan atau kemajuan yang ingin mereka capai dalam hidup. Jadi, daripada hanya memikirkan fitur atau fungsi, kita harus berfokus pada outcomes yang benar-benar penting bagi mereka🙌

Contohnya, dalam permainan Super Mario, ketika Mario memakan Bunga Jamur, ia berubah menjadi Super Mario yang lebih kuat. Di sini, Bunga Jamur hanyalah alat atau output untuk mencapai kondisi yang ia inginkan—menjadi Super Mario. Yang sebenarnya dibutuhkan Mario bukanlah Bunga Jamur itu sendiri, tetapi kondisi yang diinginkannya: menjadi lebih kuat dan siap menghadapi tantangan🤯

Rumus The Jobs To Be Done membantu kita memahami cara memenuhi kebutuhan pengguna dengan lebih tepat. Rumus ini adalah:

Jobs To Be Done = Fungsi + Emosi + Kemajuan Konteksual

Artinya, pengguna “memilih” produk untuk memenuhi tiga hal: fungsi dari produk, emosi yang dihasilkan, dan kemajuan yang diinginkan dalam hidup mereka. Dalam kasus Mario, fungsi dari Bunga Jamur adalah memberi kekuatan, emosi yang dirasakan adalah rasa percaya diri, dan kemajuan yang ia capai adalah kesiapan menghadapi tantangan permainan.
Dengan berfokus pada outcomes, kita melihat bahwa pengguna tidak hanya mencari produk, tetapi solusi untuk mencapai kondisi yang diinginkan🤩

Solusi yang ditawarkan bisa beragam, asalkan outcome-nya tercapai. Misalnya, untuk menjadi “Super Mario,” tidak harus menggunakan Bunga Jamur saja. Memberikan lebih banyak pilihan bisa justru meningkatkan kepuasan pengguna🥳

Pendekatan ini memperluas peluang inovasi dan memungkinkan kita merancang produk yang lebih relevan. Fokus pada outcomes yang benar-benar diinginkan pengguna berarti kita dapat menciptakan produk yang tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga menciptakan pengalaman yang lebih bermakna dan berkesan. Output hanyalah alat bantu, sedangkan outcomes adalah tujuan utama yang membawa dampak nyata bagi hidup pelanggan🎉

Backward Design Thinking VS Theory of Change (ToC)

Jaman berubah cepet banget! Jadi penting buat kita untuk menggeser cara berpikir dari sekadar memecahkan masalah jangka pendek menuju impact dan keberlanjutan jangka panjang. Inilah mengapa pendekatan seperti Backward Design Thinking dan Theory of Change (ToC) sangat relevan untuk menciptakan inovasi yang berdampak nyata🎉

Sudah pernah dengar tentang Backward Design Thinking? Pendekatan ini dimulai dengan menetapkan tujuan akhir secara jelas, lalu bekerja mundur untuk mengidentifikasi langkah-langkah kunci yang diperlukan. Dengan cara ini, setiap keputusan terfokus pada dampak yang diinginkan, bukan hanya solusi sementara.

Theory of Change (ToC), di sisi lain, menawarkan pendekatan sistematis untuk menciptakan perubahan sosial yang signifikan. Dengan memetakan tindakan dan dampak yang diharapkan, ToC membantu kita melihat bagaimana setiap langkah berkontribusi pada hasil akhir yang lebih besar. Solusi yang dirancang dengan ToC mampu menyelesaikan masalah mendasar dan menghasilkan dampak berkelanjutan.

Pendekatan ini memastikan kita tidak hanya memecahkan masalah jangka pendek, tetapi juga merancang solusi dengan nilai jangka panjang. Backward Design Thinking dan ToC memungkinkan kita menciptakan inovasi yang tidak hanya menyelesaikan masalah hari ini, tetapi juga membentuk masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan.

Dengan kedua pendekatan ini, kita beralih dari sekadar problem-solving menjadi impact-driven innovation yang berorientasi pada keberlanjutan. Ini adalah langkah penting untuk masa depan yang lebih cerah bagi semua.

Di postingan selanjutnya, kita akan mempelajari keterampilan Problem Reframing dengan dua kerangka ini. Keterampilan ini membantu kita melihat masalah dari sudut pandang berbeda, menemukan solusi lebih inovatif, dan mengidentifikasi peluang tersembunyi. Stay tuned untuk tips dan langkah-langkah praktis dalam mengembangkan keterampilan penting ini!🙌

Effectual VS Casual

Kamu termasuk yang mana, yang gemar membangun momentum atau menunggu hingga momentum datang? Banyak orang sering menunggu waktu yang tepat atau menunggu semua sumber daya terkumpul sebelum bergerak. Namun, ada juga yang memilih untuk menciptakan momentum, memulai dari apa yang ada, dan terus maju.

Pola pikir ini disebut Entrepreneurial Thinking, yang tidak hanya tentang berbisnis, tapi juga cara kita berinovasi dan beradaptasi dalam setiap aspek kehidupan.

Entrepreneurial Thinking dimulai dengan mengenali peluang, mengambil risiko yang terukur, dan mencari solusi kreatif untuk tantangan. Di tengah ketidakpastian, pola pikir ini memungkinkan kita untuk lebih fleksibel dan siap beradaptasi. Ada dua pendekatan dalam Entrepreneurial Thinking: causal thinking & effectual thinking.

Causal thinking berfokus pada tujuan yang jelas dan langkah-langkah terstruktur untuk mencapainya, tetapi bisa menjadi terlalu kaku dalam situasi yang berubah cepat.

Sebaliknya, effectual thinking lebih fleksibel—memanfaatkan apa yang kita miliki sekarang untuk menciptakan peluang, tanpa menunggu semua hal sempurna.

Effectual thinking penting karena dalam dunia yang dinamis, kita sering tidak memiliki semua jawaban di awal. Dengan memanfaatkan apa yang ada, kita bisa bergerak maju dan beradaptasi seiring waktu.

Entrepreneurial Thinking mengajarkan bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar, dan inovasi terjadi saat kita berani melangkah meski belum ada kepastian. Pola pikir ini membantu kita melihat ketidakpastian sebagai peluang dan terus berkembang.

Entrepreneurial Thinking bukan cuma soal menunggu peluang, tapi tentang menciptakannya dari apa yang sudah ada—sebuah pola pikir untuk terus tumbuh dan berinovasi di tengah ketidakpastian.

Jadi, apakah kamu akan menunggu momentum itu datang, atau mulai membangunnya sekarang? Entrepreneurial Thinking memberi kita kekuatan untuk menciptakan peluang dan tumbuh di tengah ketidakpastian🎉

Accountability Ladder

Tiba-tiba dapat tugas yang tidak dipahami sama sekali, bagaimana caranya agar kita bisa menuntaskannya? Inilah saatnya kita coba naik via Tangga Akuntabilitas✈️

Tangga Akuntabilitas atau “Accountability Ladder” adalah konsep penting dalam literatur bisnis & kepemimpinan, membantu individu dan organisasi meningkatkan akuntabilitasnya. Menapaki tangga ini dimulai dari tingkat dasar di mana seseorang tidak sadar atau menyangkal adanya masalah. Mereka mungkin tidak mengenali tugas atau tanggung jawab yang ada di depan mereka🥹

Tahap berikutnya melibatkan menyalahkan orang lain atau situasi atas masalah yang terjadi. Ini adalah respons umum ketika seseorang mengakui adanya masalah tetapi tidak mau bertanggung jawab penuh. Ketika individu mulai menyadari masalah namun merasa tidak mampu menghadapinya, mereka cenderung membuat alasan untuk menghindar🙂‍↔️

Selanjutnya, pada tingkat menunggu dan berharap, individu berharap masalah akan terselesaikan dengan sendirinya tanpa tindakan proaktif. Ini adalah fase pasif yang penting dihindari untuk mencapai tingkat akuntabilitas yang lebih tinggi. Pada tahap memahami, individu mulai memahami apa yang sebenarnya diinginkan dan diharapkan dari mereka🥸

Ambil tanggung jawab penuh & punya komitmen adalah langkah penting berikutnya, cari solusi kreatif & berpikir secara proaktif untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Ambil keputusan secara mandiri & memastikan langkah-langkah yang diambil tepat menunjukkan kemajuan signifikan dalam tangga akuntabilitas🤓

Pada tahap tertinggi, individu bertindak dengan tanggung jawab & kreativitas tinggi, memastikan inovasi & perbaikan berkelanjutan. Di sini, mereka tidak hanya menyelesaikan tugas tetapi juga menciptakan dampak positif jangka panjang bagi organisasi😎

Ngga semua orang langsung menguasai konsep ini; prosesnya memerlukan waktu & usaha. Kita semua perlu belajar merangkak naik, mau belajar dan memahami hingga bisa menyelesaikan tugas dengan efektif. Dengan menapaki Tangga Akuntabilitas, individu dan organisasi dapat mencapai hasil yang lebih baik, menciptakan budaya kerja yang produktif dan harmonis, serta menghadapi berbagai tantangan dengan lebih efektif🚀

Belajar Design Thinking belum tentu menjadikan kita seorang Design Thinker

Belajar Design Thinking belum tentu menjadikan kita seorang Design Thinker. Jadi, bagaimana caranya?

Seringkali, kita belajar sesuatu langsung menuju ke bagian “what” tanpa memahami hakikatnya. Dalam belajar Design Thinking, banyak yang fokus pada metode tanpa menginternalisasi nilai-nilai dasar seperti empati, kolaborasi, keterbukaan, dan inklusivitas. Tanpa pemahaman ini, kita cenderung menggunakannya untuk kepentingan sesaat, tanpa menghasilkan perubahan signifikan atau inovasi mendalam.

Dalam ilmu apapun, penting untuk memahami hakikat, fundamental, dan filosofi dasar ilmu tersebut. Dengan pemahaman ini, kita bisa mengaplikasikan ilmu secara bijak dan relevan.

Memahami esensi atau tujuan di balik suatu ilmu memungkinkan kita melihat gambaran yang lebih besar dan bagaimana ilmu tersebut bisa digunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang.

Contohnya, ketika membaca buku, penting untuk mengetahui siapa penulisnya dan mengapa ia menulisnya. Memahami latar belakang dan motivasi penulis memberikan konteks penting yang membantu kita memahami “why” di balik informasi yang disampaikan. Ini memantik semangat belajar dan membuat kita lebih terlibat, memberikan wawasan lebih dalam tentang materi yang dipelajari.

Memahami “why” atau alasan di balik sebuah ilmu sebelum belajar “how” dan “what” menghadirkan perubahan cara berpikir yang fundamental. Ini menciptakan keinginan kuat untuk terus mengasah dan mendalami ilmu tersebut. Mengerti alasan dan tujuan mendasar di balik suatu ilmu membantu kita lebih terlibat dan berkomitmen dalam proses pembelajaran, serta lebih fleksibel dan kreatif dalam menggunakannya untuk memecahkan berbagai masalah.

Dengan memahami hakikat ilmu yang dipelajari, kita tidak hanya akan menjadi lebih mahir dalam menerapkannya, tetapi juga dapat menciptakan perubahan signifikan dan berkelanjutan.

Pendekatan belajar ilmu dengan memahami “why” terlebih dahulu sebelum “how” dan “what” memberikan dasar yang kuat dan mendalam. Ini membawa kita pada kemampuan untuk memiliki energi belajar yang lebih besar, membuat dampak yang lebih besar, dan terus membuat kemajuan yang signifikan.

Siap menjadi Design Thinker?🚀

Innovation Theater” & “Actual Innovation

Saat ini, banyak kampus, organisasi yang mengklaim paling inovatif, padahal kenyataannya tidak. Jangan-jangan organisasi kita juga begitu! Yuk, bahas bedanya “Innovation Theater” & “Actual Innovation”.

Inovasi sejati perlu dipahami karena sering kali kita terjebak dalam “kata” inovatif yang sebenarnya ngga menghasilkan dampak nyata. Innovation Theater merujuk pada tindakan yang tampak inovatif tetapi tidak menghasilkan perubahan. Berikut ciri-cirinya:

1. Pameran Superfisial:🥳
Fokus pada kegiatan seperti hackathons & lab inovasi tanpa hasil konkret. Aktivitas ini lebih mengutamakan penampilan & kesan sementara daripada mencapai tujuan nyata. Banyak organisasi menggunakan hackathons / sesi brainstorming glamor hanya untuk menunjukkan bahwa mereka “berinovasi” tanpa mengimplementasikan ide-idenya.

2. Kurangnya Dampak Nyata:🤓
Tidak ada perubahan signifikan / nilai tambah yang dihasilkan. Meski terlihat sibuk & penuh aktivitas, tidak ada solusi konkret / hasil bermanfaat bagi perusahaan / masyarakat. Ide-ide sering kali berhenti di papan tulis & tidak pernah diwujudkan.

3. Simbolisme:🥸
Lebih fokus pada simbol / ritual daripada tujuan bisnis nyata. Ini bisa berupa jargon inovasi, publikasi media, / pameran teknologi tanpa substansi nyata (Garcia & Calantone, 2002).
Sebaliknya, Actual Innovation adalah proses yang menghasilkan perubahan nyata & terukur dalam organisasi. Berikut adalah beberapa ciri utama:

1. Hasil Nyata:😎
Menghasilkan produk, layanan, / proses baru yang memberikan nilai tambah & meningkatkan efisiensi berdasarkan kebutuhan nyata (Voss et al., 2006).

2. Implementasi & Eksekusi:🎯
Ide-ide diuji, disesuaikan, & diterapkan hingga menjadi solusi yang bermanfaat (DiMaggio & Stenberg, 1985).

3. Dampak Bisnis:📈
Inovasi memberikan dampak terukur, seperti peningkatan pendapatan / pengurangan biaya, membawa perubahan positif dalam keuntungan & efisiensi (Drucker, 1998).

Innovation theater fokus pada penampilan tanpa hasil nyata, sementara actual innovation menghasilkan perubahan konkret yang meningkatkan nilai. Penting untuk memastikan inovasi yang dilakukan benar-benar berdampak nyata, bukan sekadar simbolisme! Ayo kongkretkan !🚀

Empati

Empati adalah kemampuan esensial untuk mengerti dan merasakan emosi serta keadaan orang lain dari sudut pandang mereka, seakan-akan kita yang mengalami situasi itu sendiri. Ini adalah kunci dari pemahaman antarmanusia, sebuah proses dimana kita menempatkan diri kita dalam sepatu orang lain untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam🍎

Compassion, atau kasih sayang yang aktif, adalah perluasan dari empati. Ini bukan hanya tentang pemahaman emosi, tetapi juga tentang hasrat untuk mengurangi atau mengeliminasi penderitaan yang dirasakan oleh orang lain. Compassion adalah manifestasi dari empati yang berujung pada tindakan, sebuah keinginan untuk tidak hanya mengakui tetapi juga untuk mengambil langkah konkrit dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi orang lain🍊

Dalam Design Thinking, empati adalah fondasi dari pendekatan desain. Desainer menggunakan empati untuk menyelami kebutuhan, hasrat, dan tantangan pengguna, memungkinkan mereka untuk mengungkap masalah yang benar-benar perlu diatasi dengan solusi yang tepat dan berpengaruh🍒

Namun, Design Thinking mengusung tujuan yang lebih besar daripada sekadar empati. Ini berambisi untuk mencapai compassion melalui proses desain—menciptakan solusi yang tidak hanya memenuhi kebutuhan tetapi juga menghormati dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Desain yang didorong oleh compassion mempertimbangkan efek jangka panjang pada individu dan masyarakat, menghasilkan produk, layanan, atau sistem yang mendukung pertumbuhan, kesehatan, dan kebahagiaan secara keseluruhan🍉

Sehingga, sementara empati adalah langkah awal yang memungkinkan kita untuk memahami pengguna dengan lebih mendalam, compassion adalah puncak dari Design Thinking, di mana solusi yang dihasilkan tidak hanya berorientasi fungsi tetapi juga dipandu oleh nilai-nilai humanistik dan etis, yang menunjukkan kepedulian nyata terhadap kebutuhan kemanusiaan di balik setiap tantangan desain🍓

Dari empathy hingga compassion

Pengembangan diri

Pengembangan diri yang kita lakukan sejatinya berakar pada tujuan mulia: membesarkan kebermanfaatan bagi orang lain.

Proses belajar dan meningkatkan diri bukanlah semata untuk kepuasan atau pencapaian pribadi, tetapi lebih penting lagi, untuk memastikan bahwa keterampilan yang kita miliki dapat ditransfer secara efektif kepada penerima manfaat.

Konsep ini menekankan pada pentingnya tidak hanya memiliki pengetahuan atau keterampilan, tetapi juga kemampuan untuk memastikan bahwa pengetahuan tersebut dapat melekat dan berkembang dalam diri orang lain.

Dalam konteks ini, belajar menjadi lebih dari sekadar menambah wawasan; ini adalah tentang mengasah cara kita mengkomunikasikan dan membagikan ilmu tersebut pada siapapun. Misalnya, seorang pendidik yang terus-menerus memperbaiki metode pengajarannya tidak hanya meningkatkan kualitas pendidikannya sendiri, tetapi juga memperkuat pemahaman dan keterampilan murid-muridnya. Ini menciptakan lingkaran positif dimana peningkatan kemampuan pendidik langsung berdampak pada keberhasilan pembelajaran muridnya.

Selain itu, pengembangan diri dalam konteks ini juga melibatkan pemahaman mendalam tentang kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh penerima manfaat. Dengan memahami ini, seseorang dapat menyesuaikan pendekatan dan metode pembelajaran atau transfer keterampilan untuk memastikan bahwa mereka relevan dan efektif. Tujuannya bukan hanya transfer pengetahuan, tetapi juga membekali penerima manfaat dengan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan tersebut dalam praktik.

Pendekatan ini memandang keberhasilan tidak hanya dari pencapaian pribadi, tetapi dari seberapa besar dampak positif yang bisa dihasilkan bagi orang lain. Ini adalah tentang menciptakan nilai tambah yang berkelanjutan, di mana pengembangan diri kita secara langsung berkontribusi pada kemajuan dan keberhasilan orang lain. Dengan cara ini, pengembangan diri menjadi sebuah perjalanan yang tidak hanya memperkaya diri sendiri, tetapi juga membawa manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.

Individu dikembangkan bukan dengan pendekatan sulap, tapi proses transformasi yang panjang, tapi sungguh-sungguh dirancang. Change by Design✨

Selamat menebar manfaat!

Design Thinking

Design Thinking merupakan lebih dari sekedar alat untuk membuat produk; ia merupakan metode untuk mengembangkan cara berpikir yang lebih baik dan holistik.

Kemampuan ini memungkinkan perubahan paradigma dalam cara memandang masalah dan mengimplementasikan solusi. Ini bukan hanya tentang merancang produk, tetapi juga tentang menetapkan tujuan yang tepat dan mencapai hasil yang diinginkan, mulai dari mengerti ‘Mengapa’, proses, solusi, hingga dampak akhir🚀

Dalam bidang edukasi, pemahaman tentang Design Thinking sangat penting bagi para edukator. Ini memungkinkan mereka mengembangkan metode pembelajaran yang lebih dinamis dan interaktif, tidak hanya berfokus pada transfer ilmu, tetapi juga pada pengembangan keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan solutif pada siswa.

Pendekatan ini membantu siswa tidak hanya memahami materi, tetapi juga aplikasinya dalam kehidupan nyata, mempersiapkan mereka menghadapi tantangan dunia nyata dengan keterampilan pemecahan masalah dan inovasi🤩

Design Thinking juga mendorong keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, mempromosikan eksplorasi, eksperimen, dan pengembangan pemahaman mandiri. Hal ini penting dalam membangun keterampilan kolaborasi, komunikasi, empati, dan penghargaan terhadap perspektif orang lain.

Penerapannya dalam pendidikan tidak hanya mengubah cara belajar siswa, tetapi juga cara mereka berpikir dan bertindak, menciptakan generasi yang adaptif, inovatif, dan siap menghadapi tantangan masa depan🥳

Design Thinking penting di bidang pendidikan

Bareng-bareng dosen keren di Paragon @inspiringlecturer 🙌 punya kesempatan bagus berbagi mengapa Design Thinking penting di bidang pendidikan, terutama Pendidikan Tinggi.

Di era yang serba cepat dan penuh tantangan, mengadaptasi metode pembelajaran efektif dalam pendidikan tinggi menjadi sangat penting. Design Thinking, dengan fokusnya pada empati, kolaborasi, dan eksperimen, mendukung pembelajaran kritis dan kreatif✨

Proses ini dimulai dengan memahami kebutuhan pengguna, membentuk fondasi untuk solusi yang relevan dan berdampak. Kolaborasi memperkaya pembelajaran, menggabungkan berbagai perspektif untuk menciptakan solusi inovatif. Eksperimen mengajarkan penerimaan kegagalan sebagai bagian penting dari proses pembelajaran, mendorong pencarian solusi yang lebih efektif🤩

Hasilnya adalah kemampuan menciptakan solusi yang inovatif dan relevan, mengembangkan individu yang tidak hanya ahli dalam pemecahan masalah tetapi juga empatik dan kolaboratif. Design Thinking tidak hanya fokus pada produk yang lebih baik, tetapi juga pada pengembangan individu yang lebih baik, mengajarkan cara berpikir yang dapat diterapkan di berbagai aspek kehidupan🙌

Design Thinking merupakan perjalanan transformasi, membekali individu dengan kebijaksanaan, kreativitas, dan hati untuk menjadi pemimpin masa depan. Ini adalah investasi dalam pendidikan untuk masa depan yang lebih cerah dan berkelanjutan, menciptakan solusi efektif dan memupuk generasi pemimpin yang siap menghadapi tantangan🚀

Mari bareng-bareng bikin dampak🤩