3 Pilar Kepemimpinan dalam Inovasi

Mengelola inovasi memang perlu karakter kepemimpinan unggul, bisa menempatkan dirinya pada situasi dan kondisi yang berbeda dengan kemampuan adaptibilitasnya.

Tantangan pemimpin tentunya adalah bagaimana Ia bisa membangun budaya inovasi yang kuat, punya visi jelas tentang arah inovasi organisasi & bagaimana inovasi tersebut akan menghasilkan nilai tambah, menjalin kemitraan dengan para inovator, mengelola risiko inovasi, memiliki proses baik untuk mengelola risiko inovasi, menyediakan sumber daya yang cukup & mengukur kinerja yang tepat untuk memastikan bahwa inovasi organisasi berjalan dengan baik.

Selain itu, memang sepanjang hayatnya berkomitmen menjadi pembelajar dimana hingga semakin matang Ia menemukan perpaduan yang tepat dari setidaknya tiga kualitas penting dirinya:

✔️Pola Pikir Terbuka:
Pemimpin organisasi yang inovatif perlu siap untuk mengesampingkan gagasan yang sudah terbentuk sebelumnya dari pemangku-pemangku kepentingan yang terlibat/karena struktur organisasi/perusahaan serta tugas-tugas yang ada.

Dengan demikian, ia akan memahami sudut pandang orang lain dengan memfasilitasi diskusi-diskusi terbuka & perdebatan positif mengarah pada kebaruan-kebaruan. Mendengarkan pendapat orang lain, Menerima kritik secara konstruktif, perlu terus terbuka untuk belajar hal baru & mempertimbangkan opsi yang berbeda, toleran terhadap perbedaan, berbicara secara jujur dan terbuka. Pemimpin harus berani mengungkapkan pandangannya sendiri, sambil tetap terbuka terhadap pandangan orang lain

✔️Kemampuan untuk Mengelola Paradoks:
Pemimpin perlu mampu mengenali keberadaan paradoks dan memahami bahwa ada beberapa situasi di mana tidak ada jawaban yang benar atau salah. Paradoks dapat muncul dalam situasi seperti kecepatan vs kualitas, fleksibilitas vs stabilitas, inovasi vs efisiensi, dll.

✔️Kualitas Pribadi yang Tepat:
Memimpin inovasi tentu membutuhkan tingkat kepercayaan diri dan kerendahan hati yang tinggi. Belum lagi menuntut wawasan, keterlibatan, keingintahuan, dan tekad kuat yang akan menjadi karakteristik penting, terlebih mereka akan berkembang dalam ambiguitas & ketidakpastian.

Belajar sepanjang hayat yaa🤝

Istilah “DEIB” dalam Organisasi

Saya berbincang dengan salah satu tim, “Pak, rencananya kami satu tim akan satu kos bareng!” ungkapnya. Kemudian saya jawab, “Sebisa mungkin dihindari, karena dalam tim yang diperlukan justru keberagamannya, tetaplah memiliki pengalaman yang berbeda dari setiap individunya, apalagi kalian dari sumber yang sama selagi kuliah”

Keberagaman akan memperkaya peluang inovasi dalam sebuah tim dan membuat peluang-peluang inovasi akan terbuka. Mengelolanya dengan baik akan banyak meningkatkan performa, melahirkan kekayaan & modal besar lompatan-lompatan baru🚀

“An inclusive work environment is an environment in which people feel safe. They don’t have to be afraid to show their real personality, talents, and aspirations, but also their insecurities, doubts, & worries. It’s a place where everybody can bring their whole self to work and freely express their opinion” -Neelie Verlinden-

Istilah DEI (keberagaman (diversity), kesetaraan (equity) & inklusif (inclusion) mungkin belum terlalu populer, terminologi yang melekat pada ruang organisasi yang kaya keberagaman dalam proses kerjanya sehari-hari.

1.Ekosistem bukan Egosistem🤩
Ruang kerja perlu kaya dengan ragam pengalaman & aspek lainnya, jadi ekosistem belajar, mau saling belajar dari cara pandang berlainan. Banyak suara akan lebih baik karena kreatifitas mencuat & saling memperkaya.

2.Membangun kesadaran🥳
Ruang kerja kreatif sebagai ekosistem yang saling berhubungan. Keterkaitannya membuat penghuninya saling ingatkan dan kuatkan. Tumbuhnya kesadaran berkelompok ketimbang tumbuh silo masing-masing

3.Belajar dari pengalaman🫣
Tempat kerja yang baik bukanlah zona nyaman, tapi zona aman belajar. Dinamika kerja yang dinamis justru jadi asupan baik dalam proses inovasi. “Failure is good, lets celebrate!” hanya saja kesalahan baru yang ditemukan ya, bukan berulangnya kesalahan yang sama😎

4. Psychological Safety😙
Penting bagi tiap anggota untuk “feeling accepted, valued & connected” mencipta lingkungan dimana pikiran, ide & sudut pandangnya penting dan punya akses pada kesempatan yang sama & diperlakukan adil.

Pada akhirnya, DEI akan menghasikan belongin, rasa memiliki terhadap organisasinya. Gimana DEI kamu?

Business Acumen

Kemarin bersama tim membahas terkait Business Acumen. Bercerita bahwa idealnya seseorang dibayar bukan karena haknya saja telah menyelesaikan pekerjaanya, namun menjadi penting juga Ia juga didorong bersama-sama berkontribusi menemani proses membangun mimpi kedepan bersama organisasinya. Dilibatkan & terlibat membumikan visi bersama tim.

Dibayar sesuai dengan pekerjaannya. Kalimat ini sering muncul hingga jadi kerap terjadi beberapa bagian individu enggan “going to the extra miles” bertindak beyond, apalagi menemani organisasi mengakselerasi visinya masa depannya.

Mengelola tim untuk ikut berlari dan tidak sekedar bekerja menunaikan hal rutin adalah keterampilan yang perlu dikuasai leaders. Bagaimana membuat setiap anggotanya meletupkan energinya & bergerak maju bergerak karena purpose, juga bahagia karenanya.

Bukan sekedar bergerak karena kebutuhan survival atau kebutuhan dasar. Atau sekedar bergerak karena dipancing adanya reward & punishment semata. Mendorong tim untuk memiliki motivasi level 3 memerlukan ekosistem kerja berupa organisasi pembelajar. Dialog-dialog berkualitas menjadi syarat penting kala pekerjaan berlangsung, ketimbang sekedar menyelesaikan pekerjaan.

Mendorong tim untuk bergerak karena purpose menjadi skill wajib pada leaders. Menggerakkannya menuju imajinasi (visi) yang terinternalisasi serta dirasakan bersama kepemilikannya. Menjadi kebutuhan yang tak lepas dari semangat setiap individu dalam tim. Proses transisi ini dinamakan sebagai proses perubahan, jangan lupa ada waktu yang jadi perantara perubahan.

Jika digambarkan dalam garis lurus, ada dua bagian yakni bagian yang menggambarkan apa yang telah Ia kerjakan, dan bagian lainnya adalah apa yang Ia kontribusikan dan perjuangkan kedepan untuk visi bersama bisnisnya.

Bagi leaders, menjadi coach yang baik bagi timnya dengan memberikan ruang belajar dan ruang tumbuh untuk meningkatkan motivasi, keterampilan dan konsistensi pengembangan kapabilitas kontribusinya adalah hal yang tak bisa lagi dihindari.

Business acumen knowledge is far more than just financial acumen and is crucial for the workforce because it helps your team understand the impacts of their roles – Bill Hall

The Sustainability

Memastikan keberlanjutan menjadi penting dalam sebuah inisiasi pergerakan, apalagi sebuah organisasi bisnis. Variable keberhasilannya bukan hanya pada besaran keuntungan semata, tapi seberapa besar peluang sebuah visi dituangkan dalam pergerakan & dimungkinkan berhasil berkembang berkelanjutan🫰

Dalam jangka pendek pemenuhan “Sustainability” ini akan terlihat sebagai cost, jadi musuh berat sebuah organisasi. Sering dijadikan pertimbangan beban pembiayaan ketimbang melakukan pertimbangan apakah cost ini akan memberikan manfaat dalam jangka pendek atau panjang kelak✍️

Sustainability sering kali terlihat tidak menguntungkan karena terlihat membebani organisasi dengan biaya yang besar. Keberlanjutan mempertimbangkan tiga hal sbb;
1. Economic growth,
2. Environmental protection,
3. Social justice 

3 hal diatas dilakukan secara bersamaan, sama-sama penting & sama-sama berjalan beriringan. Variable keberhasilannya bukan hanya para terletak besaran hasil / keuntungan semata, namun seberapa besar sebuah visi yang dituangkan dalam pergerakan dapat dimungkinkan berhasil berkembang & berkelanjutan🙌

Sustainability memang beyond dari sekedar “financial outperformance” dan dianggap sebagai cost dibandingkan sebagai value bahkan kerap “undervalued” atau sekedar kepentingan tambahan sebagai faktor additif bagi efisiensi operasional, marketing/PR bukan sebagai penciptaan nilai strategis. Coba pilih dari kedua tipe bisnis ini, mana yang kamu banget;

1. COST-CENTRE RATIONALE🧐
📌Fokus pada compliance, value protection, cost saving
📌Investasi pada staff & initiatif terbatas
📌Kecil kemungkinan mengintegrasikannya dgn strategi inti
📌Cenderung meninggalkan Value
📌Belum baik mengelola resiko
📌Kurang fokus pada “Opportunity Cost” memilih “business as usual”

2. VALUE-CENTRE RATIONALE🤩
🍭Fokus pada value & opportunity
🍭Menggunakan sustainability bagi value creation, menyediakan solusi saat ini & masa datang bagi konsumen.
🍭Sadar akan konteks sustainability, jadi pendorong & nilai untuk dituangkan dalam pengembangan & perencanaan bisnisnya.
🍭Lebih besar berinvestasi pada staff & inisiatif
🍭Pendekatan jangka panjang
🍭Pengelolaan resiko yang matang

Kamu yang mana?😜

Bagaimana Melatih Kesabaran Leadernya?

Pertanyaan menarik saya dapatkan dari beberapa sesi diskusi dan konten IG kemarin. “Bagaimana melatih kesabaran leadernya “

Seorang leader, founders atau inisiator biasanya memiliki imajinasi yang muncul dikepalanya. Mau kemana dan ditambatkan dimana kelak kapal ini? Bagaimana caranya dan harus seperti apa mengelolanya? Bagaimana kesabaran itu dibangun apalagi melihat tim tak sesuai dengan kehendak hati.

Pertanyaan-pertanyaan ini banyak muncul, apalagi terkait kesabaran. Pertanyaan ini muncul bisa jadi karena kita tak punya gambaran besar dari purpose, visi dan misi kita yang diturunkan menjadi ukuran-ukurannya. Menurunkan ukuran-ukurannya menjadi ukuran kuantitatif dan kualitatif yang dalam tahapan-tahapan waktunya.

Dalam manajemen modern ini diturunkan dalam pertemuan-pertemuan efektif rutin yang dapat dilakukan harian, mingguan, bulanan, tiga bulanan hingga tahunan. Pertemuan ini berisi sesi evaluasi dan retrospetif bukan saja tentang seberapa besar kita menghasilkan tapi disandingkan dengan seberapa dekat dengan deskripsi visi kita.

Kesabaran juga kadang terkuras karena kita memaksakan cara yang sama yang perlu dilakukan anggota tim, padahal bisa saja tim memiliki cara yang lebih baik dan relevan yang tinggal kita perlu orkestrasi. Kesabaran juga terkuras jika kita tak memberikan ruang dan waktu bagi anggota untuk belajar bertahap, menemaninya belajar dan kemudian melompat sebagai tim.

Biar lebih sabar coba 10 tips ala DIP ini;
1)Frekwentifkan untuk menyampaikan gambaran imajinasi tujuannya, 2) Tetapkan ukurannya, 3)Jelaskan tahapan langkahnya, 4) Berikan ruang dan warktu belajar, 5) orkestrasi inisitifnya, 6) Fokus pada hasil yang penting, 7)Akselerasi hasil penyerlasarannya, 8) Sepanjang jalan pastikan Claritynya 9) Ingat lagi BIG WHYnya , dan 10) rayakan keberhasilan sekaligus kegagalannya

Salah satu kerangka kerja penting yang bisa bikin tim kita melangkah menuju tujuan, terukur keberhasilannya, terbuka akan inovasi dan menajdi wadah belajar adalah Objective Key Results (OKRs). Nah kebetulan hari ini akun IG @thelocalenablers ngebahas lagi tentang OKR. merapat kesana yaa!

Enthusiast atau Inovator Penggerak Perubahan?

Dalam roda organisasi, visi adalah imajinasi yang tertanam kemana Ia menggerakkan ke masa depan. Lalu bagaimana implementasinya? Bagaimana juga secara konsisten melahirkan perubahan? Pastikan terkait 6 pilar penting Tim yang Agile.

1.Tujuan; Inovasi & efisiensi.
Tujuan organisasi yang adaptif adalah inovasi. Dalam proses bisnisnya dilakukan pula beragam tindakan efisiensi untuk memastikan keberlanjutan & kemampuan adaptasi. Melakukan hal-hal baru atau jadi lebih efisien dalam melakukan hal-hal yang sama dengan sumberdaya yang menipis.

2. Kunci: Communication & Knowledge
Era VUCA dengan ketidakpastiannya, menjadikan komunikasi jadi kunci.Interaksi dalam membangun realita yang baru. Pengetahuan dibangun melalui pengalaman pribadi & interaksinya.

3. Energi: Entrepreneurship & Proactivity
Di era ketidakpastian, memang lebih beresiko jika tak melakukan apa-apa, lebih baik melangkah walau salah arah. Proaktif, inisiatif & eskperimen akan menjaga pergerakan terus beradaptasi. Jadi bagian penting untuk menghasilkan beragam proses kebaruan & terobosan, memastikan setiap pelaku dalam ekosistem untuk belajar proaktif.

4.Magnet: Teamwork & Commitment
Apa yang membuat kita tetap betah & passionate? Tim yang bahagia diberikan kesempatan yang terbuka dengan eksplorasi. Memastikannya ikut dalam bereksplorasi, mengikutkannya pada setiap tahapnya diselaraskan hingga mencapai tujuan bisnis. Bersama-sama memastikan keterlibatan dan menjaga untuk tetap fokus pada prioritas utama.

5. Pendekatan: 
Distributed Leadership & Coordination
Pemimpin yang terbuka membuka jalan pada kepemimpinan kolektif. Kepemimpinan terdistribusikan untuk menciptakan kondisi yang tepat untuk munculnya desentralisasi, ruang-ruang inisiatif, tim yang self-coordinated & inisiatif yang spontan.

6. Kerangka Kerja: Complexity & Uncertainty
Era digital membuat cara kerja jadi seperti makin rumit & tak jelas. Maka memahami kerangka kerja dalam kondisi Complex & Uncertain. Kerangka yang jelas membuat ruang-ruang inisiatif lebih leluasa bergerak mencipta inovasi dapat meletup melompatkan perubahan.

Gimana, kamu siap jadi Enthusiast atau Inovator penggerak perubahan?

“Creating the Best Workplace on Earth”

Baca lagi artikelnya Rob Gofee & Gareth Jones, tentang “Creating the Best Workplace on Earth” ada satu ungkapan menarik bahwa ruang karya adalah ruang dimana individu-individunya diakmodasi oleh perusahaanya dengan beragam keanekaragamannya, mereka sering terjebak pada membatasi diri pada kategori keragaman tradisional seperti gender, ras, usia, etnis & sejenisnya.


Namun saat ini justu yang paling didamba adalah bagaimana ruang karya bisa mengakomodir perbedaan perspektif, kebiasaan berpikir & asumsi. Organisasinya jadi wadah dinamis menghasilkan banyak inovasi baru karena kaya gagasan.


“Let People Be Themselves”
Organisasi yang kaya gagasan berbeda & membiasakan diri menyatukannya akan berlari lebih kencang, dan ini lazim pada organisasi yang inovatif. Ruang karyanya memperkenankan beragam inisiatif berbeda namun dipastikan mereka mengarah pada hasil.

Organisasi bisa kita bentuk menjadi tempat dimana setiap orang menjadi dirinya sendiri & berbaur -Let People Be Themselves- , kegembiraan itu akan hadir, pemimpinnya pun akan membawa timnya untuk fokus pada kekuatan individunya, bergerak karena melihat aset yang dimiliki, bukan “deficit focused”.

Magnify People’s Strengths
Keleluasaan berkarya bisa jadi karena prinsip organisasi yang dianut adalah bagaimana melakukan upaya “Magnify People’s Strengths”, membuat karyawan terbaiknya menjadi lebih baik, paling tidak lebih baik dari yang pernah mereka bayangkan. Tiap orang tumbuh bersama.

Stand for More Than Shareholder Value.
Memberikan ruang agar individu didalamnya ingin menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri, mendekati pada sesuatu yang dapat mereka percayai adalah perjalanan proses yang bermakna.

Sudah menjadi hal yang biasa untuk menegaskan bahwa organisasi membutuhkan makna bersama “shared meaning”, Tapi shared meaning ini lebih dari sekadar memenuhi keinginan individu/organisasinya, ini tentang bagaimana menempa & memelihara hubungan yang kuat antara nilai-nilai pribadi & organisasinya bersamaan.

Shared meaning is about more than fulfilling your mission statement—it’s about forging powerful connections between personal and organizational values – Gofee

merangcang produk-produk sukses dipasar dan dilakukan secara by-design.

Diskusi semalam bersama banyak kawan-kawan alumni bagaimana merangcang produk-produk sukses dipasar dan dilakukan secara by-design. Kebetulan pagi ini juga menyiapkan sebuah konsep pembelajaran atas permintaan sebuah perusahaan untuk mengajarkannya berbagai macam tools yang bisa membantu timnya berakselerasi.

Tools, idealnya adalah teknologi yang dapat membuat kita bekerja lebih baik, lebih cepat dan melahirkan lebih banyak hasil. Hanya memang kerap kali kita terjebak dengan tools tanpa memastikan apakah ini akan membantu kita menuju goals yang sebenarnya dan menjamin keberlanjutannya?

Mengenalkan tools kerap justru melelahkan, apalagi bagi usaha-usaha yang rajin berlanggan aneka tools baru hanya untuk memuaskan hasrat owners atas produktivitas yang dinginkan misalnya, tapi ternyata timnya justru kelelahan menggunakannya. Secara visual, memang teknologi, apalagi terkait aplikasi digital yang kini deras hadir justru ditangan organisasi yang menitikberatkan pada peningkatan produktifitas dibanding keberlanjutan akan menyebabkan kelelahan pada organisasinya.
Bukan hanya organisasi, ini juga terjadi pada individu-individu yang mengutamankan output ketimbang outcomes yang menggunakan tools yang berorientasi asal beres.

Tools menjadi penting memang untuk memastikan seberapa cepat kita bekerja dan seberapa dekat lagi dengan visi kita. Secara teknis juga mampu membantu kita mengatur tim yang dibuat dengan multi peran, mengartur penjadwalan dan perencanaan, manajemen sumberdaya, pengangaran & dokumentasi. Namun lebih dalam, memahami tools lebih dalam akan membawa pada kondisi organisasi atau individu yang lebih kuat secara kuktur, ketangkasan, ketajaman pola pikir, kemampuan inovasi dan menjadikan tim perlahan mejadi ekosistem canggih berupa collective genius.

Coba cek lagi tools yang digunakan, apa benar meningkatkan pada produktifitas, atau perlahan-lahan justru menjadi silent killers dibaliknya? Memangkas proses bisa menjadi lebih cepat namun disaat yang sama juga menumpulan kreatifitas. Jika dengan tools ini ternyata juga tumbuh tools fatique & berkurangnya interaksi antar tim hingga memudarnya kebahagiaan dalam tim maka segerakan mengevaluasinya❤️

“Jangan lupa dirawat ya!”

“Jangan lupa dirawat ya!” Satu pesan saya pada salah satu tim yang setelah seharian bersua, menguatkan komitmennya untuk menjadi tim yang lebih baik.

Setiap organisasi bisa saja sewa konsultan / membeli program-program pelatihan yang mahal. Tapi jangan lupa! bahwa usaha perbaikan harus tetap dilakukan dari dalam dan dijaga semangatnya yang terus menerus dalam ritual-ritual yang membahagiakan.

Sebuah buku dari William E. Schneide berjudul “The Reingineering Alternative” menjelaskan organisasi bisa mengembangkan rencana perbaikan bagi timnya dengan kombinasi beragam karakteristik yang membuatnya menjadi unik, kemudian menyelaraskannya dengan tujuannya. Bagaimana mencari tahu formula paling jitu agar anggota tim tetap adaptif-inovatif, apalagi saat ini kala setiap hal menjadi ambigu saking cepatnya perubahan. Didalamnya dijelaskan sebuah matriks bagus dimana kamu dan tim bisa memetakan berada pada kuadran manakah sebenarnya kita? kemudian bagaimana menyeimbangkan kepentingan pribadi & visi organisasi?

Coba petakan dimanakan setiap individu menempatkan dirinya, & atau merasa seperti apakah organisasi ini menurutnya? Basis fakta ini bisa membantu menentukan penyebab konflik & sumber kekuatan kompetitif tim kita, dan kemudian merencanakan perbaikannya.

“Great groups don’t happen by chance” kata Daniel Coyle dalam bukunya “The Culture Code” bahwa ada tiga hal universal yang perlu dibangun dalam membangun budaya yang baik;

1) Start With Safety; Mulailah dengan mengirimkan sinyal yang jelas & terus-menerus tentang masa depan yang ingin diraih dan inisiatif yang dapat dibuncahkan bersama dalam kreatifitas.

2) Get Vulnerable & Stay Vulnerable; Biasakan juga untuk berbagi kegagalan & kebodohan hingga bisa bersama-sama memperbaikinya. dan

3) Roadmap Your Story; Bagaimana kita membangun narasi yang jelas memberikan arah yang clear hingga sampai tujuannya.

Membangun tim adalah proses yang menyenangkan (Seharusnya:D ) stamina yang diperlukan adalah stamina untuk perjalanan panjang yang diraih dengan konsistensinya, rayakan setiap keberhasilan termasuk kebodohan-kebodohannya, belajar lagi dan lagi!

Membangun Tim yang Adaptif

Membangun tim yang adaptif menjadi prasyarat usaha yang baik, apalagi diera digital saat ini menuntut tim bergerak cepat dan melakukan beragam trial & error untuk menemukan momentum disruptifnya kelak.

Tim yang layak, minimum memenuhi kriteria sebagai Minimum Viable Team, berikut :
1. Tujuan bersama (Common purpose )
Founders Fit & Shared Vision yang kuat. Visi bersama adalah perekat tim. Disinilah semuanya dimulai. Perlu sadar penuh Big Why, mengapa tim ini dibentuk sejak awal? Mau kemana bertujuan apa?
Tujuan-tujuan ini tidak selalu harus mudah. Bahkan lebih baik untuk membuat tujuan yang menantang, jauh & mengundang imajinasi. Tim perlu mendapatkan energi dari visi & purposenya yang BHAG! (Big Hairy Audacious Goal)

2. Peran yang Jelas (Clear roles)
Siapa yang memainkan peran apa dalam tim? Tim perlu memikirkan semua hal yang diperlukan untuk membuatnya sukses menjadi outcomes bersama. Kita bisa membagi peran menjadi Hacker (substansi teknologi), Hustler (Pemasaran) & Hipster (Kreatif) misalnya. Tetapkan tanggung jawab setiap peran sejelas mungkin.

3. Jumlah minimum karyawan
memang sebaiknya tidak kurang dari 3 anggota. Pastikan perannya terbagi dan saling mengisi. Masing-masing individu memastikan berkomunikasi dan bekerja dengan selaras bahwa setiap inisiatifnya menuju pada goals yang disepakati.

4. Kepribadian yang seimbang (Balanced personalities)
Ngga cuma tentang peranan, tapi ternyata personality individu didalamnya pun perlu keseimbangan kepribadian yang tepat. Ini juga penting untuk saling mengisi & saling melengkapi tim. Dari perbedaan ini kemudian diikat dengan Chemistry Team-nya, maka dalam timnya akan dibutuhkan personality sebagai 1) Pioneers, 2) Drivers, 3) Integrators dan 4) Guardians. ini ‘dijelaskan dalam konsep Beblin Team agar memiliki tim yang seimbang.

5. Tujuan Terukur (Measurable Objectives)
Kita memiliki tujuan dan/atau tujuan bersama. Tim perlu lengkap dan dijaga untuk mencapai tujuannya dengan cara terbaik. Jangan lupa mengukurnya, jika tak mengukurnya, satu saat akan bergerak justru menjauhi tujuan. Cara paling terkenal mengukur kesuksesan adalah menggunakan metode OKR (Objective Key Result).

Nah bagaimana tim kamu?