Innovation Sweet Spot

Menciptakan produk ngga cuma untuk memenuhi kebutuhan loh! Tapi juga untuk berkontribusi positif bagi lingkungan & masyarakat. Ini namanya “Innovation Sweet Spot” yang menekankan bahwa inovasi harus mempertimbangkan desirability (keinginan), viability (kelangsungan bisnis), feasibility (kelayakan teknologi), dan integrity (dampak sosial dan lingkungan). Perubahan ini didorong oleh kesadaran konsumen, regulasi & tantangan global yang makin intens🤯

Konsumen sekarang jadi peduli dengan dampak sosial & lingkungan dari sebuah produk, bikin perusahaan berupaya menunjukkan tanggung jawab sosialnya. Pemerintah makin ketat juga mengatur praktik bisnis berkelanjutan, sementara tantangan global menuntut usaha juga aktif mengatasi masalah lingkungan & sosialnya 🙄

Integritas membangun kepercayaan dengan pelanggan & pemangku kepentingan, jadi variable keunggulan kompetitif penting. Bisnis yang beroperasi dengan integritas cenderung bisa berjalan tahan lama karena mempertimbangkan risiko lingkungan & sosial, dalam jangka panjang mengurangi risiko & biaya. Praktik ESG (Environmental, Social, and Governance) bikin usaha jadi mudah menarik talenta & investor📈.

Misal, perusahaan pertanian yang mengembangkan produk pangan organik harus mempertimbangkan integritas. Produk harus sehat & bebas pestisida (desirability), harga jual menguntungkan (viability), & teknik organik dapat diterapkan secara luas (feasibility). Selain itu, metode pertanian harus ramah lingkungan, menjaga kesuburan tanah, & memberikan upah adil kepada petani (integrity)🫡

Integritas sekarang jadi elemen krusial. Inovasi yang mempertimbangkan integritas jadi jaminan buat meningkatkan reputasi, kepercayaan & keberlanjutan bisnisnya.

Dalam konsep “Innovation Sweet Spot” di mana keinginan konsumen, kelangsungan bisnis, kelayakan teknologi & integritas bertemu, Inovasinya jadi berhasil!🎉

Di Indonesia 🇮🇩 , integritas sekarang kok jadi sering kali terabaikan 😭karena berbagai kepentingan jangka pendek. Namun, bagi kamu! anak muda yang masih kental dengan idealisme, semoga bisa jadi agen-agen perubahan yang bisa mencipta lebih banyak inovasi berkelanjutan di masa depan. Aamiin!😇😇 cc @youngimpactgenerator ❤️

Era Linier Vs Era Non Linier

Jika ada orang yang bertanya “Uangnya dari mana?” bisa dipastikan individu ini cukup memerlukan penyesuaian cara berpikirnya agar bisa tetap relevan di era saat ini, karena saat ini segala sesuatu jadi tak linier, malah makin non linier yang bagi sebagian besar orang tak masuk akal. Pertanyaan kritis sekarang bukan tentang uangnya dari mana, tapi proses bisnis, bagaimana model bisnisnya, lebih jauh lagi adalah bagaimana ekosistemnya dirancang?😎

20 tahun terakhir, dunia memang berubah yang radikal, disrupsi, sulit bagi kebanyakan segera menyesuaikan cara berpikirnya, apalagi yang bergelut di dunia bisnis makin Ia tak bisa mengejar ketertinggalannya makin banyak kebingungan muncul.

Jadi apa sebenarnya yang terjadi 20 tahun terkahir ini?

1. Disrupsi Produk:
Hingga 2000an, disrupsi produk memang mendominasi, tapi di tahun-tahun berikutnya inovasi & perubahan dalam kategori produk terjadi dengan lambat & cenderung konstan.

2. Disrupsi Layanan:
Setelah tahun 2000an perkembangan jasa layanan mengalami peningkatan disrupsi yang signifikan antara tahun 2000-2020, tapi kemudian jadi lebih stabil setelahnya. Ini mencerminkan adaptasi layanan terhadap kebutuhan konsumen yang berubah & bergeser menuju model yang lebih efisien & responsif.

3. Disrupsi Platform:
Kategori platform menunjukkan peningkatan disrupsi yang tajam rentang & terus meningkat tahun 2000-2020 hingga seterusnya. ini tandanya, platform digital & teknologi sudah menjadi pendorong utama perubahan dalam cara bisnis beroperasi, berinteraksi dengan konsumen & menciptakan nilai.

4. Disrupsi Ekosistem Bisnis:
Lepas era Covid-19, disrupsi jadi sangat beda! istilah ekosistem bisnis jadi disrupsi yang paling signifikan, menandakan bahwa jaringan kompleks dari berbagai entitas yang kolaboratif jadi model bisnis paling penting di era ini. Ekosistem bisnis punya peran kunci dalam mendorong inovasi & menciptakan nilai baru di pasar yang semakin terhubung & terintegrasi.

Makin kompleks & tinggi interkonektivitasnya, gimana udah siap?🚀

Model Bisnis Konvensional & Model Bisnis Sosial

Model bisnis konvensional & model bisnis sosial punya perbedaan mendasar dalam visi, tujuan, dan penggunaan keuntungan. Model bisnis konvensional fokus pada keuntungan maksimal bagi pemegang saham & pemilik usaha. Keuntungan yang dihasilkan biasanya digunakan untuk memperbesar lini usaha yang ada atau membuka lini usaha baru, dengan tujuan utama meningkatkan nilai perusahaan dan memberikan imbal hasil finansial yang lebih besar bagi para pemilik modal✨

Sebaliknya, model bisnis sosial punya visi yang lebih luas, berfokus pada dampak sosial dan pemberdayaan komunitas. Model bisnis sosial didorong oleh visi sosial yang kuat dan menggunakan pendekatan profesional dalam operasional usahanya. Sebagian keuntungan yang dihasilkan dialokasikan untuk memberdayakan penerima manfaat, memastikan mereka dapat mandiri dan berkelanjutan dalam jangka panjang. Ini menciptakan siklus positif di mana usaha tidak hanya menguntungkan secara finansial tetapi juga memberikan dampak sosial yang signifikan😇

Kesalahpahaman umum adalah bahwa model bisnis sosial hanya berfokus pada visi sosial tanpa pendekatan bisnis yang profesional. Padahal, keberhasilan model bisnis sosial sangat bergantung pada kemampuan mengintegrasikan visi sosial dengan strategi bisnis yang efisien dan efektif. Dengan demikian, bisnis sosial dapat beroperasi secara berkelanjutan dan menciptakan perubahan positif dalam masyarakat sambil tetap menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mendukung operasionalnya😎

Sebaliknya, model bisnis konvensional beroperasi dengan prioritas utama pada ekspansi bisnis dan peningkatan profitabilitas tanpa fokus utama pada dampak sosial🤩

Dalam mengelola model bisnis konvensional, pengelola fokus pada optimalisasi operasi, pengembangan produk, strategi pemasaran, dan manajemen risiko untuk meningkatkan profitabilitas dan memperluas pasar. Sementara itu, pengelolaan model bisnis sosial memerlukan pendekatan lebih holistik, termasuk pengembangan program pemberdayaan, kolaborasi dengan komunitas lokal, serta monitoring dan evaluasi dampak sosial yang dihasilkan. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk memastikan dana digunakan sesuai tujuan sosial yang telah ditetapkan📈

Social Impact

Produk yang dihasilkan dari perusahaan yang inovatif pasti life-changing (saya sering bilang sebagai Outcomes, merujuk pada kondisi baru user setelah menggunakannya), tidak cuma sekedar dalam menyediakan solusi fungsional seperti yang banyak ditawarkan di pasar dengan teknologi robotika dan otomasi, atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan emosional usernya. Namun, seiring berkembangnya era digital, nilai dan dampak dari inovasi ini produk yang inovatif akan melompat dan meluas lebih jauh lagi🏄🏻‍♂️

Perusahaan-perusahaan perlu fokus untuk ini tidak hanya berfokus pada perubahan yang mereka bawa ke dalam kehidupan individu tetapi juga pada dampak sosial yang mereka ciptakan dalam masyarakat😇

Inovasi sejati terlihat ketika produk atau layanan engga cuma mengubah cara individu berinteraksi dengan kebutuhan spesifiknya akan produk yang dibutuhkan atau secara fungsi saja, tetapi penting untuk merancangnya untuk bagaimana agar bisa berdampak dan bagaimana produk yang dihasilkan bisa berpengaruh pada struktur sosial, ekonomi, dan lingkungan yang lebih luas, memungkinkan bagaimana teknologi dapat berperan lebih dari sekadar alat bantu sehari-hari🥳

Selanjutnya, dengan meningkatnya kesadaran akan keberlanjutan dan etika, perusahaan yang inovatif tentu akan mengintegrasikan prinsip-prinsip ini ke dalam penciptaan produknya🎁

Menghadapi tantangan global saat ini seperti perubahan iklim dan ketidaksetaraan, inovasi dengan pendekatan yang berorientasi pada dampak sosial jadi makin penting. Perusahaan-perusahaan yang leading saat ini biasanya adalah perusahaan yang memprioritaskan kebutuhan dan kebaikan masyarakat secara luas, punya standar baru dalam bisnis dan teknologi, memastikan bahwa kemajuan ngga cuma diperuntukan bagi beberapa orang saja tetapi untuk masyarakat lebih luas🙂‍↔️

Dengan cara ini, produk yang life-changing sebenarnya akan memfasilitasi transformasi yang lebih luas, bisa dilakukan meredefinisi nilai, pertumbuhan, dan tujuan dalam konteks kebutuhan yang terus berubah🙌🙌🎉🎉

The Orchestrator Model

Di Rumah Kolaborasi, tempat dimana belajar jadi energi setiap harinya. Dalam satu sesi kami coba mengevaluasi proses marketing dan coba mencari rujukannya.

Satu rujukan menarik hati untuk dibahas, memastikan tiga elemen kunci – Think, Feel, dan Do – menjadi satu alur naratif yang harmonis tak terbantahkan. Proses ini dimulai dengan ‘Think’, di mana analisis data dan pemahaman pasar menjadi pondasi dalam merumuskan strategi marketing. Seorang market data analyst bukan hanya mengumpulkan data, tetapi juga mengekstrak wawasan berharga untuk memahami kebutuhan dan perilaku pelanggan.

Kemudian, elemen ‘Feel’, menghubungkan hati dan pikiran pelanggan dengan merek. Ini bukan cuma tentang memahami pelanggan secara statistik, tetapi juga membangun koneksi emosional melalui PR, media sosial, dan komunitas. Pada tahap ini, marketing bertransformasi dari sekedar penyampaian pesan menjadi pembangunan hubungan. Cerita merek yang disampaikan harus menarik emosi, membangun rasa kepercayaan dan kesetiaan, yang tak terukur harganya.

Akhirnya, ‘Do’ menyatukan semuanya. Setelah strategi dibangun dan emosi pelanggan tergugah, saatnya untuk beraksi. Tim kreatif mengambil alih, mengubah wawasan dan perasaan menjadi konten yang nyata. Mereka menciptakan kampanye yang menarik, memproduksi materi pemasaran yang kreatif dan efektif, yang tidak hanya memukau mata tetapi juga mendorong pelanggan untuk bertindak. Dari konsep hingga kenyataan, setiap aspek konten diproduksi dengan tujuan yang jelas – untuk memenuhi strategi yang telah dirumuskan dan untuk beresonansi dengan pelanggan.

Dalam sinergi Think, Feel, dan Do ini, marketing bisa jadi lebih dari sekedar menjual produk atau jasa; itu menjadi tentang menciptakan pengalaman yang kaya dan memuaskan bagi pelanggan. Setiap elemen saling terkait dan mendukung satu sama lain, menciptakan strategi marketing yang holistik dan efektif, yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan dan kesuksesan bisnis dalam jangka panjang.

Sejauh mana kamu memadukannya saat ini?✨

Kamu bergerak karena apa?

Kamu bergerak karena apa? ✨

Menavigasi dunia kerja dan organisasi sering kali memerlukan pemahaman yang jelas tentang Visi, Misi, dan Tujuan kita. Ketiganya memiliki peran penting dalam memberikan arah dan motivasi, tetapi bagaimana kita membedakan di antara ketiganya?

🚀Vision Driven
Adalah sebuah pergerakan yang didahului dengan pandangannya pada masa depan, fokusnya pada apa yang ingin kita capai di masa depan. Ini adalah pandangan idealis dan inspirasional yang kita cita-citakan, sering kali didorong oleh hasrat dan perasaan kita. ‘vision driven’, dimotivasi oleh gambaran akhir yang diinginkan, bergerak maju berdasarkan apa yang kita yakini secara pribadi sebagai tujuan yang paling penting.

🚀Mission Driven
Pergerakannya berorientasi pada tindakan dan respon terhadap kebutuhan saat ini. Misinya berfokus pada apa yang perlu dilakukan sekarang dan bagaimana kita dapat berkontribusi. Organisasi atau individu yang ‘mission driven’ diarahkan oleh faktor eksternal, seperti permintaan pasar atau kebutuhan masyarakat. Keputusan mereka didasarkan pada rasionalitas dan logika untuk memenuhi tujuan-tujuannya

🚀Purpose Driven
Tipe ini merupakan sintesis dari visi dan misi. Tujuan mencakup keinginan batin dari visi dan tanggapan praktis dari misi, menggabungkan dorongan pribadi dengan pemahaman akan kebutuhan yang lebih besar. ‘Purpose driven’ akan menghasilkan tindakan yang didasari oleh apa yang kita rasakan penting secara pribadi maupun apa yang diperlukan oleh dunia di sekitar kita.

Mengidentifikasi apakah pergerakan kita didorong oleh visi, misi, atau tujuan bisa membantu kita memahami motivasi kita dan membuat keputusan yang lebih sejalan dengan apa yang kita nilai. Apakah kita mencari inspirasi dari dalam, serta membiarkannya membentuk jalan kita ke depan (Vision Driven), apakah kita menanggapi kebutuhan sekitar dan bertindak berdasarkan hal tsb (Mission Driven), dan atau apakah kita mengintegrasikan keduanya untuk menciptakan dampak yang punya makna lebih luas dan bertujuan dalam menjamin berkelanjutannya, (Purpose Driven)?

Nah, dengan ini kamu jadi paham kamu bergerak karena apa sekarang?✨

Sustainable Futures: Business Ethics

Di era kompetisi bisnis yang sengit, mengutamakan profit seringkali menjadi godaan terbesar. Namun, sebuah bisnis yang bertahan lama dan berdampak positif bukanlah yang hanya fokus pada angka keuntungan semata🙌

Seperti yang dibahas dalam “Sustainable Futures: Business Ethics in the 21st Century” oleh Emma Jones, pentingnya mempertahankan nilai-nilai inti bisnis tidak bisa dilepaskan dari keberhasilan jangka panjang sebuah perusahaan🤩

Perusahaan-perusahaan yang tetap teguh pada nilai-nilai seperti kelestarian lingkungan, pemberdayaan, dan sustainability, sering kali menemukan bahwa keuntungan bukan hanya diukur dari pendapatan finansial, tetapi juga dari dampak sosial dan lingkungan yang positif.✅

Dalam tulisannya digambarkan bagaimana integritas terhadap nilai-nilai ini membantu perusahaan membangun kepercayaan yang mendalam dengan pelanggan, investor, dan masyarakat. Ini adalah aset tak terlihat yang sering kali lebih berharga dari pendapatan jangka pendek🧐

Menjaga nilai-nilai ini juga berarti membuat keputusan yang sulit, terutama ketika dihadapkan pada situasi di mana nilai-nilai tersebut mungkin bertentangan dengan potensi keuntungan jangka pendek😳

Dalam situasi seperti ini, keputusan yang berpegang pada nilai-nilai inti seringkali menghasilkan keuntungan jangka panjang yang lebih besar, baik dari segi reputasi maupun keberlanjutan operasional🤩

Lebih lanjut, bahwa mengadopsi pendekatan ‘tidak abu-abu’ terhadap nilai-nilai ini memungkinkan bisnis untuk tidak hanya menjadi pemimpin di bidangnya, tetapi juga menjadi pelopor dalam memajukan perubahan sosial yang positif. Dengan tetap ideal pada nilai-nilainya, bisnis tidak hanya memberikan contoh bagi yang lain, tetapi juga membentuk ekosistem bisnis yang lebih sehat dan berkelanjutan🤓

Sementara mengutamakan nilai-nilai ini mungkin terlihat sebagai tantangan di awal, pada akhirnya, ini merupakan strategi yang paling berkelanjutan dan menguntungkan. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini, bisnis dapat mencapai keberhasilan yang nyata dan berdampak luas, baik secara finansial maupun dalam kontribusinya terhadap dunia yang lebih baik😊

Business Ethics

Beberapa dekade terakhir Business Leaders banyak fokus pada hal finansial. Tapi ini adalah jaman dimana etika bisnis benar-benar diuji proses revolusinya. Era digital mendorong banyak pihak berkolaborasi bersinergi, bersinggungan dijaga untuk tidak menimbulkan ketersinggungan. #tleecosociopreneur

Akan banyak pertemuan, kesepakatan & proses panjang elaborasi, mengadopsi pendekatan multi-pemangku kepentingan yang berjalan bersama mencapai tujuan bersama baik tujuan sosial, investor / lainnya.

Individu memang tidak memasuki lapangan pekerjaan dengan nilai & karakter yang sama, tapi tiap individu & tim bisa menumbuhkan, bahkan mengabaikannya disepanjang waktu. Business ethic memang kerap dirasa sulit menghantarkannya untuk dipahami seluruh tim. Tapi perlu diingat bahwa hal ini perlu disampaikan dengan cara yang menyenangkan, repetitif dalam jangka panjang.

Pengembangan nilai & karakter memang jadi perjalanan panjang, terutama dari sudut pandang individunya. Melelahkan karena nilai-nilainya kerap bertentangan dengan pengalaman masa lalunya. Reward & punisment juga tak serta merta membuat perubahan seketika.

Organisasi pembelajar menampilkan pemimpinnya sebagai contoh rujukan, “Lead by Example” perlu tegas ditunjukkan. para CEO perlu kompak menunjukkan kemampuan leadership & integritasnya. Tumbuhkan dialog berkualitas, ketimbang sekedar menyelesaikan kewajiban pekerjaannya. Tunjukkan konsekwensinya & cara bagaimana melaporkannya jika terjadi pelanggarannya.

Setiap usaha memiliki nilai-niilai sendiri, kembangkan kode etik sesuai DNA-nya, turunkan dari visi & nilai yang diinginkan, institusionalisasikan dalam ritual-ritual bermakna setiap harinya, bukan hanya ditempelkan di dinding / berkas-berkas kesepakatan.

Integritas bisa jadi pisau bermata dua. Bisa menimbulkan pergolakan tim, komplain atau pemeriksaan berwajib.Tapi jika menanganinya dengan baik integritas bisa jadi superpower yang menginspirasi pekerjanya & berhubungan dengan era values-minded consumers hari ini.

“Integrity is contagious. Create an environment in which it is openly embraced by leadership and woven into the fabric of your culture, and it will be a powerful asset.” -Robert Chesnut-

Menyeimbangkan Triple Bottom Line (People, Planet, Profit)

Menyeimbangkan Triple Bottom Line (People Planet Profit) adalah bentuk lazim yang diterapkan Social Enterprise. Kerangka ini penting, karena tidak hanya memasukkan aspek tangibel, tapi juga aspek fundamental yang sering kali berupa asset tak terlihat (intangible). Hal yang kerap dilupakan bahkan diremehkan karena memang tak tampak meski fundamental.

Dalam konteks lain, kerangka pikir ini tertuang dalam kosep ESG Environmental (Lingkungan), Social (Sosial), & Governance (Tata Kelola Perusahaan) kemudian banyak perusahaan menginvestasikan sumber dayanya pada ESG.

Tren ini mengungkap bahwa usaha yang menerapkan prinsip ESG akan ikut mengintegrasikan & mengimplementasikannya hingga selaras dengan keberlangsungan tiga elemen tersebut.

1.Lingkungan
Biasanya usahanya yang berinvestasi dalam ESG akan menjadikan isu lingkungan sebagai konsiderasi utama perusahaan untuk melakukan kinerja finansial & operasi yang tinggi, tapi bersifat lestari & tidak merusak alam. Kriteria ini digunakan untuk mengevaluasi beroperasi.

2.Sosial
Kriteria sosial berusaha mendalami hubungan baik antara masyarakat luar dengan usahanya. Kriteria ini melihat hubungan sebuah perusahaan secara eksternal. Komunitas, masyarakat, pemasok, pembeli, media, dan entitas lain yang memiliki hubungan baik langsung maupun tidak langsung adalah hal yang harus dikonsiderasikan melalui kriteria sosial ESG.

3.Tata Kelola
Hal ini membahas mengenai kapasitas dan legitimasi sebuah usaha, bagaimana membangun hubungan internal, kontrol internal, hak investor dsb. Fokus pada pada bagaimana usaha memiliki proses pengelolaan yang baik & berkelanjutan pada bagian internalnya. Kriteria governance melihat manajemen atau tata kelola sebuah perusahaan.

ESG dapat menjadi nilai plus usaha, yang kemudian dapat dikonversikan untuk memberikan kepercayaan diri calon investor untuk berinvestasi pada perusahaannya! Ketiga kategori ini digunakan untuk mendefinisikan “investor yang bertanggung jawab secara sosial”, yaitu investor yang menganggap penting untuk memasukkan nilai-nilai & perhatiannya daripada membentuk keputusan investasi daripada hanya keuntungan potensial terhadap keuntungan saja.

Digital Social Innovation

Bisnis Sosial, selalu menarik diperbincangkan, organisasi yang menggunakan praktik bisnis untuk mencapai misi sosialnya. Aspek sosial didahulukan, menghasilkan keuntungan yang menjadi alat untuk menjadi efektif mencapai tujuannya.

Tujuan Bisnis Sosial adalah membuat dirinya usang secepat mungkin (yaitu memecahkan masalah), sedangkan tujuan dari organisasi misi-laba harus ada selamanya dan terus meningkatkan produksi, pendapatan & laba sebanyak mungkin.

Saat ini, bisnis sosial banyak bertrasnformasi di era digital, hingga sangat penting bagi organisasi tipe ini untuk menunggangi dunia digital. Apalagi perkembangan Metaverse yang kini dimulai dengan karya-karya kreatif, kelak tak pelak juga akan menyentuh kontelasi dunia bisnis sosial hingga dampaknya pun makin luas dengan cara-cara baru mengakselerasi tujuan yang diharapkan datang lebih cepat.

Konsep paling pas terkait ini salah satunya adalah “Digital Social Innovation” pendekatan yang memadukan inovasi yang bersifat sosial dalam tujuannya dan dituju dengan cara digital dalam solusinya. Tak lupa fundamentalnya dibangun dengan pemikiran digital yang menembus dimensi pemikiran-pemikiran tradisional.

Menerangkan Inovasi Sosial pada khalayak sudah cukup menantang, aspek “Sosial” adalah yang paling samar kala pasar / pemerintah tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya. Inovasi sosial ini juga adalah kegiatan dengan cara yang tak biasa, yakni lateral, beda dengan pendekatan formal vertikal.

Menyandingkan Sosial dengan Digital membuat dimensinya bukan hanya sekedar lateral dan vertikal tapi melompat menjadi 4 dimensi atau bahkan lebih. Tak pelak saat ini, Inovasi Sosial Digital tak bisa dipisahkan lagi tiga pilar penting nya menjadi satu kesatuan utuh

Dengan pendekatan digital bahkan Metaverse kelak, inovasi dapat berlangsung secara radikal, incremental dan dampaknya luas dicapai dengan segera. Membuka luas cara-cara baru memberikan solusi berdampak luas.

“The digital world has power because it has dynamic information, but it’s important that we stay human instead of being another machine sitting in front of a machine” -Pranav Mistry-