Cara Mengembangkan Pola Pikir Agile

Apa Itu Pola Pikir Agile?🙌
Pola pikir agile adalah cara berpikir yang terbuka terhadap ide baru, berani mencoba hal-hal baru, & menerima bahwa kegagalan adalah bagian dari proses belajar. Ini harus diterapkan oleh semua orang di organisasi, dari atasan sampai bawahan.

Gimana Cara Mengembangkan Pola Pikir Agile?
Cobain langkah-langkah ini:

1. Kepemimpinan yang Mendukung:
Pemimpin organisasi harus tidak hanya mendukung cara kerja agile, tapi juga harus menunjukkan dengan contoh dalam tindakannya sehari-hari🤗

2. Belajar Terus Menerus:
Organisasi harus jadi organisasi pembelajar, berikan pelatihan & kesempatan belajar terus menerus agar terus mengupdate pengetahuan & keterampilannya🫨

3. Memberi Kewenangan kepada Tim:
Tim diberi kesempatan untuk membuat keputusan, hingga mereka lebih terlibat & kreatif dalam menghadapi masalah🙄

4. Umpan Balik & Komunikasi yang Baik:
Harus ada sistem yang baik untuk komunikasi & umpan balik agar semua orang bisa terus memperbaiki cara kerjanya🙂‍↔️

5. Mengadaptasi Alat & Proses Kerja:
Gunakan metode kerja agile seperti Scrum / Kanban yang membantu tim agar bekerja lebih fleksibel & cepat😎

Menurut McKinsey, ada 5 ciri khas yang membuat organisasi agile:

1. Strategi yang Jelas & Bersama:
A Shared Vision and Purpose 🎯
Perusahaan harus memiliki tujuan yang jelas & semua orang harus mengerti & mendukung tujuan tersebut.

2. Struktur Tim yang Kuat:
Network of Empowered Teams🎖️
Organisasi harus terdiri dari tim-tim yang bisa bekerja secara mandiri tapi tetap dalam pengawasan & koordinasi yang baik.

3. Proses Cepat & Sederhana:
Rapid Decision Making & Learning Cycles🚴‍♀️
Cara kerja harus sederhana & memungkinkan keputusan cepat untuk menghadapi perubahan atau tantangan baru.

4. Model Karir Menarik:
Dynamic People Model that Ignites Passion🏄🏻‍♂️
Perusahaan bisa menarik & mempertahankan orang-orang yang punya semangat wirausaha & sesuai dengan nilai perusahaan.

5. Teknologi:
Next-generation Enabling Technology💻
Menggunakan teknologi terkini yang mendukung kerja sama tim & aliran informasi yang baik.

Memang perjalannnya akan panjang, untuk melakukan proses transformasi ini, namun hasilnya akan sangat menyenangkan🚀

Doing Agile tapi Being Agile

Jangan salah, dikira kita udah Agile, taunya malah lelah karena chaotic:) Di era digital, kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan yang cepat sangat penting. Ada tiga cara berpikir, atau “mindset,” yang bisa membantu kita tetap inovatif dan tangkas: Lean Mindset, Design Thinking Mindset, dan Agile Mindset, agar kemudian kita engga terjebak dengan sekedar “Doing Agile” tapi “Being Agile,” yang jadi fundamental penting menguasai agility!🔆

Sangat penting memiliki kemampuan beradaptasi. Tiga “mindset” ini bisa membantu proses inovasi seperti Lean Mindset, Design Thinking Mindset & Agile Mindset. Mengadopsi ketiga mindset ini bukan hanya tentang “Doing Agile” tetapi juga tentang “Being Agile,” yang merupakan kunci utama untuk menguasai agility dan menghindari kekacauan yang hanya menguras energi🤩

Pernah dengar Lean Mindset? pendekatan ini fokus pada efisiensi dengan mengurangi pemborosan. Pendekatan ini menekankan pentingnya mengeliminasi kegiatan yang tidak menambah nilai, sehingga produktivitas dapat meningkat. Dengan menerapkan konsep “kaizen” / perbaikan berkelanjutan, memperbaiki proses kerja🔃

Kemudian apa yang dimaksud Design Thinking Mindset? Nah kalo ini menempatkan pengguna di pusat proses inovasi. Mindset ini mengharuskan kita untuk memahami kebutuhan dan keinginan pengguna secara mendalam. Melalui proses yang melibatkan penggalian ide, pemahaman masalah, pembuatan prototipe, dan pengujian, kita diarahkan untuk menghasilkan solusi yang kreatif dan relevan dengan pengguna🤩

Nah terakhir, Agile Mindset. Hal ini akan mengutamakan bagaimana melakukan proses adaptasi cepat terhadap perubahan dan kompleksitas. Dalam praktiknya, Agile tidak hanya tentang mengadopsi metode tertentu; lebih dari itu, Agile adalah tentang mengadopsi cara berpikir yang memungkinkan fleksibilitas, kolaborasi, dan iterasi cepat. Di sinilah muncul perbedaan antara “doing Agile” dan “being Agile”:

Menggabungkannya akan membantu individu & organisasi agar bisa mengikuti perubahan tapi menjadi pelopor dalam inovasi dan adaptasi. Ini memungkinkan kita untuk lebih efektif dalam merespons tantangan dan memanfaatkan beragam peluang dimasa datang!🚀🚀

Agile Mindset

Bukan cuma metodologi kerja, mengenal Agile as a Mindset. Belajar untuk menguasai “Agile Mindset” memang cukup menantang, belajar menguasai interaksi antara empat jenis kelincahan: kognitif, sosial, pribadi & profesional, serta perubahan.

Setiap aspeknya mewakili satu aspek kelincahan dan berisi elemen-elemen yang mendukung aspek tersebut:

✅ Kelincahan Kognitif (Cognitive Agility)
Melibatkan “Analytical & Divergent Thinking”, yang menunjukkan kemampuan untuk menganalisis informasi dan berpikir secara kreatif atau ‘out of the box’.

✅ Kelincahan Sosial (Social Agility)
Termasuk “Communication & Career Networking”, menekankan pentingnya komunikasi yang baik dan membangun jaringan untuk kemajuan karir.

✅ Kelincahan Pribadi & Profesional (Personal & Professional Agility)
Diwakili oleh “Reflection & Adaption”, yang mengacu pada kemampuan untuk merefleksikan tindakan dan beradaptasi dengan perubahan.

✅ Kelincahan Perubahan (Change Agility)
Terdiri dari “Innovation & Collaboration”, menyoroti pentingnya inovasi dan bekerja sama dengan orang lain.

Di tengah, di mana keempat area tersebut berpotongan, terletak “Agile Mindset”. Ini menyiratkan bahwa memiliki pola pikir yang gesit melibatkan integrasi dari semua area ini, yaitu seseorang yang memiliki pola pikir gesit mampu berpikir secara analitis dan kreatif, berkomunikasi dan membangun jaringan dengan baik, merefleksikan dan menyesuaikan diri dengan perubahan, serta berinovasi dan berkolaborasi secara efektif.

Jika melihat diagram terkait Agile Mindset ini bisa dimanfaatkan sebagai alat untuk memahami bagaimana berbagai keterampilan dan sikap berkontribusi terhadap kesuksesan dalam lingkungan yang cepat berubah.

Selamat belajar🚀

team of teams

Membentuk sebuah “team of teams” yang efektif, agile, dan dinamis dimulai dengan langkah fundamental: ✅ mengubah mindset. Perubahan mindset ini menjadi kunci utama dalam membentuk fondasi tim yang kuat. Sebelum melangkah ke aspek-aspek praktis seperti keragaman, komunikasi, dan kolaborasi, penting untuk memastikan bahwa setiap anggota tim memiliki pemahaman dan penerimaan terhadap nilai-nilai inti yang diusung.

Mindset ini meliputi ✅ pengakuan akan pentingnya keragaman dan inklusivitas, bukan hanya sebagai konsep, tetapi sebagai kekuatan yang mendorong inovasi dan kreativitas. Anggota tim harus memahami bahwa perbedaan bukanlah hambatan, melainkan sumber daya berharga yang memperkaya diskusi dan pemecahan masalah.

Selanjutnya, ✅ mindset terbuka terhadap komunikasi yang transparan dan jujur adalah kunci. Hal ini mencakup kesediaan untuk berbagi informasi, memberikan dan menerima umpan balik, serta mendengarkan dengan empati. Ini memastikan bahwa aliran informasi tidak terhambat, dan setiap anggota tim merasa dihargai dan dipahami.

Pentingnya adaptabilitas dan pembelajaran berkelanjutan juga harus tertanam dalam mindset tim. Dunia yang berubah cepat membutuhkan tim yang bisa bergerak dengan kecepatan yang sama, belajar dari kegagalan, dan terus berevolusi. Tim harus menerima bahwa perubahan adalah norma & fleksibilitas serta ketangkasan adalah aset.

Pemberdayaan dan kepercayaan menjadi bagian penting dari mindset ini. ✅ Anggota tim perlu merasa diberdayakan untuk mengambil inisiatif dan membuat keputusan, dan ini harus didukung oleh kepercayaan dari rekan-rekan dan pemimpin tim.

Terakhir, ✅ pemahaman bersama tentang tujuan & visi tim harus menjadi bagian dari mindset kolektif. Semua anggota tim perlu berkomitmen pada tujuan bersama dan bekerja dengan cara yang sinergis untuk mencapainya.

Dengan mindset yang telah berubah & selaras ini, tim bisa membangun fondasi yang kuat untuk keragaman, komunikasi efektif, kolaborasi, adaptabilitas, dan fokus pada tujuan bersama. Ini menciptakan lingkungan di mana “team of teams” ngga hanya mampu mencapai tujuannya dengan lebih efisien, tetapi juga mampu beradaptasi dan berkembang dalam lingkungan yang terus berubah🚀

Perubahan dan agility

Perubahan dan agility;
Pendekatan Kotter dan Agile dalam change management tentu akan memperkaya proses transformasi organisasi😙

Kotter menekankan delapan langkah: menetapkan urgensi, membentuk koalisi kuat, menciptakan visi, mengkomunikasikan visi, memberdayakan tindakan, menciptakan kemenangan jangka pendek, memperkuat perubahan, dan menggabungkan perubahan dalam budaya. Pendekatan ini menggarisbawahi pentingnya kepemimpinan dan komunikasi dalam mengelola perubahan😎

Di sisi lain, pendekatan Agile lebih menekankan fleksibilitas dan adaptasi cepat terhadap perubahan. Dalam konteks manajemen perubahan, Agile memfasilitasi iterasi, kolaborasi tim, dan respons cepat terhadap umpan balik, membuat proses perubahan lebih responsif dan dinamis🥇

Menggabungkan kedua pendekatan ini dalam manajemen perubahan organisasi akan membawa sinergi yang kuat. Pendekatan Kotter menyediakan kerangka kerja yang terstruktur untuk memimpin perubahan, sementara Agile menambahkan fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi. Ini memungkinkan organisasi tidak hanya merencanakan dan mengimplementasikan perubahan secara efektif, tapi juga cepat beradaptasi dengan perubahan kondisi atau tantangan yang tak terduga🥸

Dengan memanfaatkan kekuatan kedua metodologi ini, organisasi dapat memastikan bahwa perubahan tidak hanya terencana dan terukur, tapi juga cukup fleksibel untuk berkembang sesuai dengan kebutuhan yang berubah. Gabungan pendekatan ini membantu meminimalisir resistensi, memaksimalkan keterlibatan, dan memastikan bahwa perubahan yang diimplementasikan benar-benar membawa manfaat jangka panjang bagi organisasi🥳

Selamat berproses🚀

The Keys To Organizational Agility

Agar sebuah organisasi bisa bergerak lincah dan cepat menyesuaikan diri dengan perubahan, ada dua kunci utama yang penting dipegang:

✅Dynamic Capability, yakni kecepatan dalam mengambil tindakan, dan
✅Stable Foundation, artinya punya dasar yang stabil yang tidak goyah oleh perubahan.

Bayangkan saja organisasi seperti kapal; desain dan strukturnya haruslah punya blue-print yang baik sehingga kapal bisa berlayar dengan mulus. Kru kapalnya juga harus bersemangat dan terlibat, siap bekerja sama dan menjaga kapal tetap berjalan dengan baik🚢🚢🚧

Proses yang ada di organisasi itu seperti ✅ rute pelayaran yang harus jelas dan terarah, ✅ memastikan kapal mencapai tujuan dengan efisien. Untuk mengetahui seberapa baik kapal berlayar, ✅ kita perlu alat ukur atau metrik yang memberi tahu kita apakah kita berada di jalur yang benar.

Dan ngga ketinggalan, ✅ budaya organisasi yang unik itu seperti semangatnya awak kapal, yang mencerminkan identitas dan nilai yang kita pegang bareng-bareng. Ini yang membedakan satu kapal dengan yang lainnya.

Jadi, agar organisasi kita gesit, agile, kita perlu
⛴️ fondasi yang kuat,
⛴️ desain yang tepat,
⛴️ kru yang kompak,
⛴️ proses yang efisien, dan
⛴️ budaya yang mempersatukan.
Ini semua adalah bagian dari navigasi kita menuju keberhasilan🚀

Tapi inget yaa, ini adalah proses, ngga bisa disulap untuk jadi besok hari! Pelan-pelan berubah, tapi terukur dan semakin matang, lebih dekat dengan tujuan🥇

Situational leadership

Pikirkan tentang organisasi layaknya perahu di lautan badai. 🌊🌊🌊🌊🚢 Gimana caranya untuk tetap aman dan sampai hingga tujuan, perlu ada seorang kapten yang pintar. Kapten 🧑‍✈️ini perlu bisa berubah-ubah sesuai dengan cuaca dan kondisi laut, hal ini menggambarkan situational leadership.

Situational leadership adalah cara kepemimpinan di mana pemimpin perlu menggunakan gaya berbeda-beda tergantung pada situasi dan orang-orang di sekitarnya. Ini seperti mengganti baju sesuai dengan cuaca. Jadi, dalam cuaca cerah, kita mungkin memakai baju ringan, tetapi jika hujan turun, kita akan memakai mantel hujan.

Situational leadership sangat penting untuk membuat organisasi menjadi tangkas / agile atau siap beradaptasi dengan cepat. Inilah mengapa:

🚢 Cepat beradaptasi:
Pemimpin bisa cepat berubah sesuai dengan situasi. Ini seperti kapten yang bisa mengubah arah perahu dengan cepat jika badai mendekat.

🚢 Kinerja Tim yang Lebih Baik:
Dengan gaya kepemimpinan yang sesuai, tim akan bekerja lebih baik bersama. Ini seperti orang yang bermain sepak bola yang tahu kapan harus menendang dan kapan harus menjaga gawang.

🚢 Pengembangan Kepemimpinan:
Situational leadership membantu pemimpin jadi lebih baik. Mereka belajar bagaimana mengenali situasi dan apa yang perlu dilakukan. Ini seperti berlatih untuk menjadi pemain yang lebih baik.

🚢 Motivasi & Keterlibatan:
Pemimpin yang baik bisa membuat tim tetap semangat dan bekerja dengan baik. Mereka tahu kapan harus memberikan dukungan atau memberikan arahan.

🚢 Pengelolaan Risiko yang Lebih Baik:
Dalam situasi berisiko, pemimpin bisa memberi tanggung jawab kepada orang-orang yang kompeten. Ini seperti mempercayai teman untuk mengemudi ketika Anda lelah.

Jadi, situational leadership adalah alat penting untuk bikin organisasi jadi siap menghadapi perubahan dan berhasil dalam dunia yang cepat berubah. Itu membantu pemimpin untuk menjadi kapten yang cerdas dan membimbing organisasi menuju tujuan dengan aman.

Sudah seberapa dekat kita sama tujuan?🧭

Agile

Seharian bareng Agile Coach @putiretno_ CEO @agilitytransformation dapet banget insight yeay!

Dalam mengerti “Agile”, diperlukan pemahaman mendalam. Agile adalah pendekatan kerja yang fokus pada kolaborasi, adaptabilitas, dan respons cepat terhadap feedback pelanggan. Tidak ada istilah “agile banget” secara harfiah. Frasa ini bisa memberi kesan over-commitment pada fleksibilitas, yang berisiko menciptakan kekacauan. Fleksibilitas dalam Agile selalu dalam kerangka kerja tertentu untuk mencegah kekacauan.

Ketika orang menggunakan “agile banget,” ini seharusnya dipahami sebagai ekspresi informal, bukan definisi dari Agile. Yang vital adalah bagaimana menerapkan prinsip dan nilai Agile dengan benar.

Beberapa alasan konsep “agile banget” dianggap keliru:

1. Tidak Ada Tingkatan dalam Agile:
Agile memiliki kerangka kerja tertentu. Menambah “banget” bisa memberi kesan ada “agile biasa” dan “agile ekstra”. Padahal, tim bisa mengadopsi Agile sepenuhnya atau tidak.

2. Risiko Over-Adaptasi:
“Agile banget” bisa membuat tim terlalu siap beradaptasi, bahkan pada perubahan kecil, sehingga kehilangan fokus.

3. Kekacauan dan Ketidakpastian:
Tanpa pemahaman yang benar, tim bisa kesulitan menentukan prioritas dan membuat keputusan efektif.

4. Menyimpang dari Nilai Inti:
Agile berdasar pada nilai seperti kolaborasi dan prioritas pelanggan. Terlalu fokus pada fleksibilitas bisa menyimpang dari esensi Agile.

5. Potensi Burnout:
Fokus berlebih pada adaptasi bisa membuat tim terbebani.

Dalam praktik, istilah “agile banget” bisa menyesatkan. Penting bagi tim untuk memahami dan menerapkan prinsip serta nilai Agile dengan benar demi kesuksesan proyek.

Balajar lagii🚀

Divide and Conquer

Pekerjaan yang berat seringkali bikin kita terasa ‘ngehang’, seperti menghadapi komputer yang lamban di saat kita membutuhkannya.

Katakanlah Bona, seorang manajer proyek yang terbebani oleh tanggung jawabnya yang luar biasa. Tiap hari tenggelam dalam laporan, rapat & tenggat waktu yang tampak tak pernah berakhir.

Pada suatu malam, sambil menatap layar komputernya yang sebenarnya juga ‘ngehang’, Bona merenung. Ia menyadari bahwa permasalahan kompleks yang ia hadapi perlu diurai agar tidak menumpuk dan menambah stres.

Konsep “Divide and Conquer”, bisa membantu membagi-bagi tugas & proyeknya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan terkelola, lalu memberi batas waktu untuk masing-masing bagian tersebut.

Ia mulai mendekomposisi pekerjaannya, memilah prioritas & membagi tugas-tugas kecilnya kepada timnya, sesuai dengan keahlian masing-masing anggota.

Dengan melakukan ini, bukan hanya memudahkan manajemen proyek, tetapi juga memberi ruang bagi timnya untuk berkontribusi dan merasa lebih terlibat.

Selanjutnya, dengan menerapkan metoda “Agile”, ia bikin timnya lebih siap menghadapi perubahan & tantangan yang mungkin muncul di tengah jalan, memastikan bahwa setiap langkah yang diambil selalu sejalan dengan tujuan utama proyek tanpa mengorbankan kesejahteraan tim.

Sementara dengan “Critical Path Method” (CPM), ia mampu mengidentifikasi langkah-langkah kritis dalam proyek yang membutuhkan perhatian khusus untuk memastikan semuanya tetap di jalur yang benar. Kini, Bona dan timnya bergerak maju dengan lebih terstruktur dan efisien, mengurangi rasa ‘ngehang’ yang sebelumnya menghantui mereka.

Lewat pengurangan kompleksitas, bukan tak cuma mengoptimalkan waktu dan sumber daya, namun juga menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif. Sebuah pengingat bagi kita semua bahwa pemecahan masalah dapat dimulai dengan membaginya menjadi potongan-potongan yang lebih mudah dicerna dan dikelola.

Bona kini tak lagi melihat pekerjaan sebagai beban yang berat, tapi tantangan yang bisa ditaklukkan satu per satu dengan strategi yang tepat. Karena tiap masalah, jika dipecah, akan jadi lebih ringan & bisa diatasi dengan lebih baik🚀

Selamat belajar!

Stacey Matrix

Sambil nyiapin bahan kuliah, nunggu di bandara, sambil refleksi bahwa ngga semua kemajuan diperoleh dari yang pasti-pasti aja! Yuk kita belajar paham dari matriks Stacey Matrix berikut ini, coba amati dengan perlahan yaaa!

Stacey Matrix digunakan untuk memahami kompleksitas dalam pengambilan keputusan organisasi. Matrix ini membagi situasi atau masalah ke dalam empat kategori berdasarkan tingkat kesepakatan (agreement) dan tingkat kejelasan (certainty) dari tujuan atau solusi: sederhana (simple), rumit (complicated), kompleks (complex) & kacau (chaotic). Relevansinya akan sangat erat di Era VUCA & akan sangat berhubungan karena keberanian untuk belajar menjadi kreatif.

4 zona penting yang akan berdampak pada proses pengambilan keputusan. Variabelnya adalah apakah sesuatu itu sudah diketahui atau tidak sebelumnya, serta apakah hal tsb bisa dipastikan hasilnya atau tidak. Yuk kita bahas satu-satu ;

🥳Simple Zone
Kita akan jarang menemukan situasi yang sederhana karena saat ini penuh dengan perubahan cepat & tak terduga. Jika menemukan kondisi ini kita masih bisa menggunakan pendekatan tradisional untuk mengatasi masalah yang jelas solusinya & semua orang setuju dengan solusinya.

🤯Complicated Zone
Di sini, masalahnya lebih rumit tapi masih bisa dipecahkan dengan analisis & keahlian yang diasah. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana kita perlu mengumpulkan data & menganalisanya mendalam, dan mungkin meminta bantuan dari ahli untuk temukan solusinya.

😵‍💫Complex Zone
Ini adalah zona yang sering ditemukan di era VUCA. Masalahnya kompleks & tidak ada jawaban yang jelas. Ngga perlu takut, walau diawali dengan ketidakpastian, Kita justru ditantang untuk perlu lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi. Ini mungkin melibatkan percobaan dan kesalahan, dan belajar dari pengalaman.

😩Chaotic Zone
Di zona ini, situasinya sangat tidak pasti & tidak ada kesepakatan tentang apa masalahnya atau bagaimana menyelesaikannya. Ini adalah zona yang akan lebih banyak terjadi, siap-siap untuk beradaptasi dengan cepat, mungkin mengambil keputusan tanpa semua informasi yang kita inginkan & bersedia untuk terus menyesuaikan pendekatannya.

Kamu sering berada di zona mana?
😱