Agile Bukan Berarti Multitasking

Agile bukan berarti multitasking loh yaa. Dalam pendekatan Agile, fokus justru jadi variable penting, dilakukan pada satu set pekerjaan dalam satu waktu tertentu, bukan mencoba untuk menyelesaikan banyak pekerjaan sekaligus yaa, bukan Agile nantinya yang ada chaos🥱

Pendekatan yang Agile berorientasi pada outcomes hingga kolaborasi tim jadi kunci. Memastikan menghasilkan hasil yang punya nilai, atau berhasil dalam iterasi singkat, dan fleksibilitas untuk merespons perubahan kebutuhan atau prioritas yang mungkin terjadi selama pengembangan sebuah produk😎

Salah satu prinsip utama dalam Agile adalah bagaimana kita bisa memecah pekerjaan menjadi tugas-tugas yang lebih kecil dan mengelompokkannya dalam iterasi atau sprint yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat, biasanya dalam beberapa minggu🎁

Dalam Agile, tim bekerja secara terfokus pada tugas-tugas yang telah ditetapkan untuk melakukan iterasinya. Tim ini mengerjakan satu tugas pada satu waktu dengan memberikan perhatiannya secara penuh & berkualitas tinggi pada pekerjaannya itu. Pendekatan ini memungkinkan tim untuk lebih fokus, mengurangi gangguan, dan menghasilkan hasil pekerjaan yang lebih baik😍

Jika selama ini kita anggap multitasking itu baik dengan mencoba melakukan banyak tugas sekaligus, pada kenyataannya praktek ini mengakibatkan pemborosan waktu & energi karena perhatiannya jadi terpecah, kualitas pekerjaan juga menurun, dan pasti bakal timbul peningkatan risiko kesalahan😵‍💫

Dalam konteks Agile, multitasking bisa banget mengganggu aliran kerja tim, memperlambat sebuah perkerjaan memberikan hasil, dan bisa mengurangi kemampuan tim untuk merespons perubahan dengan cepat🚀

Dalam Agile, menjadi penting untuk bisa memprioritaskan tugas dan fokus pada satu tugas pada satu waktu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas hasil kerjanya✔️✔️

Selamat mencoba yaa!

“Leaders Eat Last”

Di Bali, bersama CEO @agilitytransformation@alu_media selepas makan kami berbicara satu buku dari seorang penulis favorit Simon Sinek, dari bukunya Leader Eat Last yang ditulis tahun 2013. Masih sangat relevan dengan kondisi saat ini. Terkait konsep bagaimana pemimpin berkorban untuk kepentingan timnya & mempromosikan rasa saling percaya diantaranya🤗

“Leaders Eat Last,” berasal dari praktek militer, di mana para pemimpinnya membiarkan pasukannya makan terlebih dahulu sebelum mereka sendiri makan. Buku ini bercerita tentang empati, menggarisbawahi pentingnya pemimpin yang peduli & memiliki empati terhadap anggota timnya. Kemampuan pemimpin untuk memahami & menghargai kebutuhan, perasaan serta pengalaman setiap anggotanya🤩

Dengan empati, pemimpin bisa mengambil perspektif lain, paham tantangan yang dihadapi, memberikan dukungan yang diperlukan, merasa bertanggung jawab untuk memastikan kebutuhan & kesejahteraan anggota timnya terpenuhi. Kemudian berusaha menciptakan lingkungan kerja yang aman, mendukung & saling menginspirasi, di mana anggota tim merasa didengar, dihargai & diakui👏

Dengan ini, pemimpin bisa membentuk hubungan yang lebih kuat dengan anggotanya, memperkuat rasa kebersamaan & mendorong kolaborasi yang lebih baik. Tiap keputusan akan mempertimbangkan kepentingan & kesejahteraan orang lain, bukan cuma kepentingan pribadi / perusahaan hingga memungkinkan anggota tim berkembang secara pribadi & profesional😎

✔️Pemimpin yang baik peduli terhadap kepentingan & kesejahteraan anggota timnya, siap berkorban & membantunya mencapai potensi terbaiknya.
✔️Bangun kepercayaan & ciptakan lingkungan yang aman & saling percaya, nyaman berbagi ide, mengambil risiko & bekerja sama tanpa takut dihakimi / diabaikan.
✔️Kekuatan tim & kesuksesannya bergantung pada kolaborasi efektif di antar anggotanya. Pemimpin jadi fasilitator kerja tim yang harmonis, menginspirasi kerjasama & menghilangkan persaingan yang merugikan.
✔️Berdayakan karyawannya, membantu mengembangkan keterampilannya, memberi kesempatan untuk tumbuh & perhatikan kebutuhan individunya.
✔️Gunakan teknologi dengan bijak, prioritaskan interaksi manusia dengan mindful & penuh makna dalam tiap aksinya.

Ingat Ya, Agile Bukan berarti Chaos!✔️

Agile itu bukan berarti tidak fokus ya, agile justru menitikberatkan pada kemampuan kita untuk fokus🎯

Tapi sering-seringlah untuk memahamkan diri dan tim, bahwa agile sangat jauh dari chaos. Justru agile sangat anti dengan kondisi chaotic🤯 tapi yang menyenangkannya justru berasal dari fleksibilitasnya✔️

Dalam metodologi Agile, fokus sangat penting karena Agile berfokus pada outcomes atau hasil yang bermanfaat dan berkualitas tinggi dalam waktu yang lebih singkat dari sebuah pekerjaan😎

Agile memandang bahwa fokus adalah kunci untuk memastikan bahwa inisiatif dilakukan dengan cara yang efektif dan efisien, mengawalnya hingga menghasilkan hasil yang berfungsi dan bekerja dengan baik🚀

Dalam Agile, fokus juga berarti bahwa anggota tim memahami bahwa Ia perlu menyelesaikan satu tugas sebelum beralih ke tugas lain✔️✔️✔️

Dengan cara ini, mereka dapat memastikan bahwa pekerjaan yang sedang dikerjakan diselesaikan dengan benar dan bahwa kualitas hasil kerja yang dihasilkan akan menjadi lebih baik🎁

Selain itu, fokus juga membantu untuk mengurangi kebingungan dan ketidakpastian dalam proyek atau sebuah pekerjaan🛠️

Oleh karena itu, jadi penting menetapkan fokus yang jelas pada tujuan dan tujuan yang spesifik, anggota tim dapat memprioritaskan pekerjaan mereka dengan lebih baik dan memastikan bahwa mereka bergerak maju dalam cara yang terstruktur dan terukur📊

Dengan kata lain, fokus sangat penting dalam Agile karena membantu tim kita untuk mempercepat dalam menyampaikan hasil kerja yang berkualitas tinggi dan bermanfaat, mengurangi kebingungan dan ketidakpastian dalam proyek, dan memastikan bahwa pekerjaan diselesaikan dengan benar dan dalam waktu yang tepat🤩

Ingat yaa, agile, bisa jadi flexible tapi bukan berarti chaos!✔️

Lean UX & Agile UX

Lean UX & Agile UX adalah 2 pendekatan yang berbeda dalam pengembangan desain user experience/UX. Meskipun keduanya punya fokus pada kerja tim, keterlibatan pengguna & iterasi, bedanya dimana?🥳

Lean UX fokus pada pengurangan pemborosan dan efisiensi dalam proses desain UX, pengujian cepat & pembuatan prototipe untuk memvalidasi hipotesis desain sebelum membuat produk secara keseluruhan. Tujuannya untuk memastikan bahwa solusi UX bisa memenuhi kebutuhan pengguna & pasar secara efisien🤓

Sementara Agile UX fokus pada pengembangan iteratif & kolaboratif dengan menggabungkan praktik Agile dalam pengembangan produk, menekankan pada pengembangan produk secara cepat dan adaptif, dengan berfokus pada pengembangan minimum viable product (MVP) & perbaikan berkelanjutan berdasarkan umpan balik dari pengguna😘

Keduanya punya keuntungan & kekurangan masing-masing & pilihan tergantung pada tim & proyeknya. Tapi juga keduanya saling melengkapi & dapat digabungkan untuk menciptakan proses desain UX yang kuat & efektif.

Meski Agile UX bisa memberikan banyak manfaat, ada beberapa kesulitan yang mungkin muncul saat implementasinya. spt:

✔️1. Perlu keterlibatan & kolaborasi yang tinggi dari seluruh tim dan pemangku kepentingannya. Hal ini dapat menjadi sulit jika tim tidak terbiasa / terpisah secara geografis.

✔️2. Hambatannya biasnya berupa struktur organisasi, kebijakan dan prosedur yang kaku, serta kurangnya dukungan dari manajemen & pemangku kepentingan lainnya.

✔️3. Integrasi Agile dengan proses bisnis yang ada: Agile UX sering kali memerlukan perubahan dalam proses bisnis yang ada, yang mungkin sulit diimplementasikan secara cepat atau tanpa mengganggu operasi yang sedang berjalan.

✔️4. Implementasi Agile UX memerlukan keterampilan dan pengalaman yang khusus dari seluruh anggota tim. Hal ini menjadi sulit jika tim tidak punya memiliki pengalaman dan keterampilan yang diperlukan.

✔️5. Dalam upaya untuk mengembangkan produk dengan cepat, tim bisa mengabaikan kebutuhan pengguna / fokus pada solusi yang lebih mudah untuk diimplementasikan, daripada pada solusi yang paling efektif / inovatif.

Menantang memang mewujudkannya, coba dilatih lagi kesabaran berprosesnya!🦾🤩

Menjadi Tim yang Agile

Menjadi tim yang Agile sangat erat dengan konsistensi, sangat tidak erat dengan chaos. Tapi bagaimana semestinya menerapkan praktik Agile secara konsisten? Dimulai dari mana untuk membangun kebiasaannya?

1. Pahami dulu prinsip agilenya✔️
Dalam prosesnya memastikan semua anggota tim memahami praktik dan prinsip Agile, serta melakukan retrospeksi secara teratur untuk mengevaluasi konsistensi dan perbaikan yang dapat dilakukan memang sebuah tantangan tersendiri!

2. Gunakan tools dan prosesnya✔️
Untuk membantunya, maka dalam pendekatan ini banyak tools & proses yang perlu digunakan untuk membantu tim memahami dan mengikuti praktik Agile. Pilih alat yang sesuai untuk manajemen proyek dan cara kerja kolaborasi tim, serta memastikan bahwa proses yang digunakan konsisten melahirkan outcomes.

3. Komunikasi yang jelas dan teratur ✔️
Hal lain yang penting adalah bagaimana menjaga komunikasi secara teratur dan jelas sangat penting terkait kemajuan, masalah, dan perubahan, sehingga semua anggota tim dapat bekerja dengan cara yang konsisten dan efektif menuju goals yg disepakati.

4. Kerjasama dan Transparansi✔️
Hal fundamental lain adalah kerja sama dan transparansi, bekerja sama dengan cara yang konsisten dan berbagi informasi secara terbuka, sehingga semua anggota tim bisa memahami dan mengikuti prosesnya.

Selamat berproses jadi lebih agile!🚀

Apa Saja Kunci Agile Organization?

Biar ngga jadi chaos, coba deh kuatkan pilar-pilar ini dalam organisasi kamu!
Jangan lupa persisten mengembangkannya yaa. Jadi apa saja kunci Agile Organization?

1.Apa tujuan dari perubahan?
Inovasi & efisiensi. 
Tujuan organisasi yang adaptif adalah inovasi. Dalam proses bisnisnya dilakukan pula beragam tindakan efisiensi untuk memastikan keberlanjutan yang erat dengan kemampuan adaptasi dengan inovasi, melakukan hal-hal baru atau jadi lebih efisien dalam melakukan hal-hal yang sama dengan sumberdaya yang menipis🤣

2. Kunci keberhasilannya apa?
Communication & Knowledge
Era VUCA dengan ketidakpastiannya, menjadikan komunikasi jadi kunci.Interaksi dalam membangun realita yang baru. Pengetahuan dibangun melalui pengalaman pribadi & interaksi🤓

3. Energinya didapat dari mana? 
Entrepreneurship & Proactivity
Di era ketidakpastian, memang lebih beresiko jika tak melakukan apa-apa dari pada melangkah walau salah arah. Proaaktif, inisiatif & eskperimen yang akan menjaga pergerakan untuk terus beradaptasi. Jadi bagian penting untuk menghasilkan beragam proses kebaruan dalam menghasilkan terobosan, memastikan setiap pelaku dalam ekosistem untuk belajar proaktif😘

4.Magnet keberhasilanya apa?
Teamwork & Commitment
Apa yang membuat kita tetap betah dan passionate? Tim yang bahagia adalah terbuka atas eksplorasi. Tim dipastikan Ia mengikuti proses yang membawanya bahagia dalam bereksplorasi, pada setiap tahapnya diselaraskan hingga mencapai tujuan bisnis. Bersama-sama memastikan keterlibatan dan menjaga untuk tetap fokus pada prioritas utama🤩

5. Pendekatannya seperti apa: 
Distributed Leadership & Coordination
Pemimpin yang terbuka membuka jalan pada Kepemimpinan kolektif. Kepemimpinan terdistribusikan untuk menciptakan kondisi yang tepat untuk munculnya desentralisasi, ruang-ruang inisiatif, tim yang self-coordination & inisiatif yang spontan😎

Bareng-bareng jadi Agile Team yang berdampak🚀🚀🚀

Konsisten Membangun Momentum

Pernah ga mengalami kondisi organisasi dengan beragam kekhawatirannya, sedangkan timnya perlu energi bergerak ke depan? Sebuah dinamika organisasi memang kerap dihadpkan pada fakta-fakta di lapangan dengan beragam kondisi yang mengkhawatirkan, bisa tentang kondisi keuangan, pasar, tim yang kurang bahagia atau hal-hal lainnya.

Tidak selalu baik kita bersandar pada kekhawatiran, baiknya kita lebih condong untuk lebih banyak bersandar pada peluang, ketimbang kekhawatiran. Seberapa lebih beratkah neraca kekhawatiran kita? dibandingkan dengan semangat kita mewujudkan peluang? Lebih sering kekhawatiran timbul karena rujukannya terkait masa lalu, fakta dan data yang diperoleh hingga saat ini, kemudian meproyeksikannya pada masa depan. Namun, kondisi ini akan sangat berbeda jika kita mampu menggali dan mendapatkan peluang-peluang baru, kemudian bangun momentunya bertahap kemasa depan.

Neraca peluang perlu lebih berat dari neraca kekahawatiran. Peluang diraih dengan membuka beragam pintu yang berbeda. Konsistensi membuka pintu-pintu baru, bersua dengan beragam mitra dan memulai proses ko-kreasi diantaranya perlu dibangun. Konsistensi berarti membangun momentum secara bertahap ya, bukan bertemu berulang-ulang tanpa hasil tapi pastikan peluang itu menguat seiring konsistensi pertemuan.

Tahapannya pastikan
1. Connect, terhubung dulu
2. Colaborate, petakan kekuatan masing-masing
3. Cocreate, buat sesuatu, jadikan MVP, iterasi kemudian!
4. Commerce, pastikan mendapatkan manfaat finansial bersama
5. Celebrate, rayakan keberhasilan, pastikan keberlanjutan.
6. Capacity! eksponensialkan kapasitas dengan kolaborasi

Berangkat,cari peluang diluar, mulai dengan ngopi-ngopi & merawatnya dari langkah ke-1 hingga 6, jauhkan terlau banyak baca laporan keuangan yang bikin degup jantung lebih kencang, turunkan resikonya dalam manajemen resiko yang persisten. Coba sandingkan lagi neracanya, lebih berat mana?

Semestinya kita bergerak bermula dari peluang (healthy urgency) bukan karena khawatir (unhealthy urgency) karena energi dalam prosesnya pun akan berbeda, membangun momentum akan seperti perjalanan mengasyikkan layaknya eksplorasi penuh adrenalin, menjadikannya petualangan seru!

Selamat mempercepat proses perubahan!

Bulan ini adalah bulan ke-9 setelah ekosistem kami melakukan reset total. Melakukan reorganisasi, spinn-off dan bahkan menutup unit-unit yang tak lagi bisa dipertahankan, apalagi setelah terhantam pandemik panjang kemarin. Sepanjang pandemik, perkembangan teknologi terasa menjadi sangat eksponensial, dipaksa berkembang dalam keterbatasan organisasi. “Melakukan spin-off bahkan mematikan unit-unit bisnis benar ngga ya?” pertanyaan yang meragukan kala itu.

Namun keadaan memaksakan perubahan tak terelakkan, apalagi faktanya memang perkembangan teknologi berubah secara eksponensial, tetapi organisasi berubah secara logaritmik bahkan sulit sekali beranjak.

Ternyata, teori ini dijelaskan dalam Hukum Martec! (Gb A) yang menjelaskan mengapa organisasi manusia justru tidak bisa berubah secepat teknologinya. Perubahan perilaku dan budaya jelas membutuhkan waktu.

Jadi bagaimana caranya agar perubahan juga bisa terjadi cepat pada organisasi, individu, kelompok, proses & teknologi yang dapat diserap oleh organisasi secara produktif sekaligus? setidaknya terwujud tanpa memicu gangguan yang besar.

Tantangan organisasi yang berasa lamban karena manusia dan organisasinya berubah pada tingkat logaritmik, jauh lebih lambat daripada perubahan teknologi yang eksponensial. Pertanyaannya adalah “bagaimana kita mengelola organisasi yang relatif lambat berubah dalam lingkungan teknologi yang berubah dengan cepat?”

Sejak era pandemik, gejala ini semakin menjadi. Teknologi sangat cepat mendisrupi organisasi. Bahkan beberapa organisasi jatuh, tapi beberapa diantaranya justru melesat jauh menjadi maju. Era ini adalah era belajar banyak, pada ekosistem tempat kami tumbuh kami belajar bahwa sebuah organisasi dapat di reset dengan melakukan reorganisasi, spinn-off dan atau ditutup serta merelokasi sumberdayanya pada organisasi-organisasi modern yang ramah teknologi (Gb. B).

Mau tidak mau, organisasi memang perlu me-reset jika ingin bertahan, manajemen perlu secara strategis mentransformasikan organisasi yang lebih agile dengan praktek-praktek agile & lean management, hingga kecepatan perubahan organisasi bisa meningkat (Gb. C).

Selamat mempercepat proses perubahan!

Merawat Organisasi dengan Kepemimpinan Kolektif

Merawat organisasi dengan kepemimpinan kolektif. Menjadi tantantan memang dalam merawat sebuah organisasi yang sehat menjadi ruang inovasi bagi setiap insannya.

Ada beberapa hal yang menjadi variabel apakah organisasi kita sudah cukup ideal menjadi wadah bagi tumbuhnya Collective Leadership. Ruang-ruang invasi ditumbuhkan dengan memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk tumbuh dan menumbuhkan hal-hal berikut, oh ya coba kamu berikan nilai 1-5 pada setiap poinnya, dan lakukan proses retrospektif setelahnya bersama tim kamu pada bagian mana yang perlu diperbaiki.

1.KEBERSAMAAN
-Berkontribusi
-Saling mendukung
-Berlatih kontekstualitas

2.KECERDASAN BERSAMA
-pembelajaran iteratif
-keragaman
-dialog berkualitas

3.KEMANUSIAAN
-Empati
-Keseimbangan
-Mindfulness

4.INOVASI
-Agility / ketangkasan
-Keunggulan
-Kreativitas

5.KETERIKATAN
-Aksi kolektif
-Keterhubungan
-Aksi bersama

6.PELUANG MASA DEPAN
-Ketegasan
-Pemberdayaan
-Berorientasi masa depan

Kepemimpinan di era kompleksitas ini, ada pergeseran yakni “a shift from thinking of a leader as a ‘hero’ to thinking of a leader as a ‘host’” Ketika seorang pemimpin adalah ‘pahlawan’, dia diharapkan memiliki semua jawaban, menyelesaikan semua masalah, dan memperbaiki segalanya untuk orang lain. ‘Pahlawan’ itu dinamis, karismatik, dan brilian. Tantangan dengan dengan pola pikir ini adalah bahwa model perintah & kontrol sering menggunakan solusi cepat yang dibuat oleh segelintir orang yang berkuasa & seringkali solusi ini tidak cocok untuk masalah kompleks yang dihadapi sekarang

Alih-alih menjadi ‘pahlawan’ kita membutuhkan pemimpin sebagai ‘tuan rumah’ yang memiliki keterampilan mempromosikan pembelajaran bersama, pengambilan keputusan kelompok yang efektif, refleksi, visi dan penetapan tujuan & akuntabilitas bersama.

Bagaimana tim bergerak menuju pendekatan kepemimpinan kolektif akan berbeda untuk setiap organisasi, tergantung pada seberapa mengakarnya pendekatan tradisional, seperti yang tercermin dalam struktur, prosedur pelaporan, praktik pengambilan keputusan & banyak lagi.

Saatnnya kita bisa bergerak menuju pola pikir kepemimpinan kolektif, kapan nih kita diskusi dan berbersamai shifting organisasimu?

Collective Leadership

Perbincangan menarik di sebuah tim yang membandingkan tim lain terkait leadershipnya. Ia berkata “Tim disana leadershipnya kuat, anggota timnya punya petunjuk & menurutinya, timmnya selalu tertib & berjalan sesuai kehendak pemimpinnya” Kemudian saya menjawab, “jika kamu berada di tim tsb, apakah kira-kira kamu berkenan mengikuti arahan leadernya hingga detail?”

Perbincangan ini mengarah pada pertanyaan, mana yang lebih baik? Keduanya baik, kita tak bisa memaksakan kultur yang sama pada organisasi yang beda, terlebih sejarah & kulturnya beda. Yang terbaik adalah dimana organisasi berjalan bahagia menuju visinya. Disinilah kita bisa memaknai mana organisasi yang memang baik menggunakan Traditional Leadership atau Collective Leadership.

Collective Leadership, ketika sekelompok individu bekerja bersama & berbagi tujuan. Anggota di dalamnya secara internal & eksternal termotivasi bekerja bersama menuju visi bersama dalam sebuah kelompok menggunakan talenta-talenta uniknya dengan beragam keterampilannya untuk saling berkontribusi bagi kesuksesannya. Kepempimpinan kolektif merekognisi bahwa kesuksesan yang langgeng tidak mungkin terjadi tanpa perspektif & kontribusi yang beragam.

Sebuah proses yang tergantung pada keterhubungan antarbagian yang saling bekerja sama.Bagaimana kelompok bisa bekerja bersama dengan keunikan tiap oranglah yang membedakannya dari kepemimpinan tradisional.

Ada pembagian tanggung jawab, pengambilan keputusan, akuntabilitas & ikatan otentik. Semua dilibatkan dalam mencipta visi & berkomitmen bekerja untuk mencapai visinya. Asumsinya bahwa tiap orang dapat & perlu memimpin. Hanya saja, jika kamu memilih tipe ini maka perlu kondisi khusus untuk memastikan keberhasilan secara keseluruhan, yakni membangun kepercayaan, shared power, komunikasi transparan, efektif, akuntabilitas & pembelajaran bersama. Hal ini didasarkan pada pengakuan bahwa tanpa karunia, bakat, perspektif & upaya banyak pihak, perubahan berkelanjutan akan sulit dicapai.

-A key aspect of collective leadership is that the success depends on the leadership within the entire group rather than the skills of one person- -Follett-