Difusi Inovasi

Menginisiasi sebuah usaha berbasis inovasi, atau Strat-up memang sebuah perjalanan yang bukan sekedar perubahan mindset. Ia bermula dari keyakinan bahwa temuannya dapat memberikan jawaban dari sebuah masalah atau peluang baik dimasa yang akan datang.

Dalam perjalanannya, justru Ia membawa mindset baru bagi sekelilingnya dan ini lah awal perjuangan panjang meyakinkan sekeliling, bahkan timnya untuk memiliki keyakinan dan mindsetnya yang sama. Belum lagi Ia kemudian perlu banyak menebarkan gagasannya, meyakinkan pihak lain, berargumen dan terkdang dengan berat hati menyesuaikan idealismenya dengan realita demi mewujudkan visinya.

Perjalanan panjang ini cukup terwakilkan oleh serial seru Netflix terbaru, The Playlist. Menggambarkan perjalanan panjang Spotify menjadi sebuah startup yang inovatif.

Rangkaiannya sangat menarik buat yang into sama pergerakan bagaimana membuat usaha yang inovatif bagaimana merangkai perjalanannya

1. Menuangkan Visi
2. Menemukan & meyakinkan industri
3. Memperjuangkan legal standing yang kuat
4. Mengandeng tim Hacker terbaik
5. Mencari mitra yang se visi
6. Merangkul artis & mempercepat influece.

Karena sifatnya adalah Inovasi, maka perjalanan mendifusikannya memang adalah perjalanan yang panjang, Kita perlu punya nyali & konsisten hingga tujuan.
1. Inovasi berawal dari rasa yakin, teknis mewujudkannya akan terurai dalam proses problem solving yang panjang.
2. Inovasi perlu ekosistem, sayangnya ditahap awal sekeliling dipastikan belum bisa menerima cara pandang & berpikir hal baru.
3. Kebaruan, sering kali bertentangan dengan hukum, karena konteks jamannya berbeda. Hukum seringkali tak relevan dengan jaman, apalagi diera VUCA.
4. Tim yang dibangun dengan pendekatan baru, tak ada hierarki & dibangun dengan rasa percaya. Ga semudah itu dalam perjalannya!
5. Puluhan atau ratusan kali akan presentasi depan mitra & gagal, tak usah khawatir, ini jalan belajarnya.
6. Seorang early adopters terkenal luas akan membantu poses difusi inovasi.

Valaupun kita bisa jadi founder atau bagian lainnya, siapkan kepala yang terbuka, keberanian yang dirawat dengan optimisme dan Grit! konsistensi yang kuat sepanjang perjalannnya. #tleecosociopreneur

Resourceful Team

Resourcefulness, satu kata ini sedang sangat intensif dikemukakan dalam ekosistem kami. “Ekosistem yang resourceful, adalah sekelompok individu yang saling mengenal satu sama lainnya, mengisi beragam kekurangan dengan solusi dari anggota-anggota yang Ia kenali.” Resourceful akan membuncahkan kreatifitas kolektif, beragam gagasan dan sumbedaya dapat diakses dalam waktu singkat.

jika kita lekat dengan ekosistem yang saling kenal & berpadu, idealnya 1 orang + 1 orang bukan = 2, tapi eksponensial 2^2, jika 3 juga bukan total menjadi tiga tapi 3^3 begitu seterusnya. Jejaring yang baik adalah jejaring ekosistem yang saling terhubung didalamnya.

Model yang disampaikan oleh Robert Metcalfe, mungkin ini adalah model yang paling tepat terkait konsep “Resourceful Team” dimana timnya menjadi kreatif, selalu dengan mudah mendapatkan jawaban jika Ia ditantang pada sebuah masalah baru. Karena Ia terkoneksi dengan beragam sumbedayanya, dan hadir dikenali dan saling mengenalinya. Ekosistem yang saling kenal dan terhubung maka akan lebih dekat dengan solusi yang dapat beradaptasi dengan kesulitan-kesulitan baru dengan solusi-solusi baru.

Model ini mengambarkan setiap kali kita menambahkan simpul pada jejaringnya maka akan menambahkan konektifitas yang besar. Setiap kali kita menambahkan anggota, maka terjadilah pemambahan jumlah koneksi sebanding dengan kuadrat jumlah penggunanya. Setiap simpul baru yang tergabung, maka tumbuh pula koneksi pada tiap simpul yang ada.

Hubungannya dengan ekosistem yang resourceful, idealnya kondisi ini akan mengarahkan anggotanya untuk dapat berpikir secara kolektif-kreatif. Satu sama lainnya didorong untuk saling kenal potensi & kekuatannta, terbuka atas kolaborasi yang saling memperkaya hingga mudah mendapatkan jalan keluar jika mendapatkan tantangan-tantangan baru.

Timnya dibiasakan untuk mau saling berbagi temuan (Shared-Discovery) hingga membukanya pada hal-hal yang belum diketahui bersama. Hal ini akan membawa tim jadi inovatif, berakibat lebih cepat dengan mendorongnya bahwa setiap orang perlu punya semangat berani berpetualang, menemukan hal-hal baru membawa banyak kebaruan & energi-energi baru yang meletup terus-menerus.

Memahami Proses Bisnis Baru di Era Digital

Era digital membuat perubahan konsumen menjadi-jadi. Tiap ruang jadi punya proses bisnis yang berbeda, cara berjualan juga jadi berubah. Konsep marketing 4P Product, Price, Place, Promotion yang klasik tampak tak lagi bekerja baik di era ini.

Produk jadi Purpose
Bukan sekedar produk yang punya fungsi. Tapi bagaimana produk bisa “Beyond Function”. Karena perilaku konsumen bukan cuma tentang solusi, tapi juga terkait konteks & outcomes yang Ia perlukan🤠

Price jadi Process
Harga murah tak bisa lagi jadi Value Proposition andalan, fokus pada pelayanan konsumen melahirkan proses bisnis yang berbeda. Mendefinisikan kebutuhan konsumen yang tepat jadi hal paling menantang, karena berakibat pada proses pelayanan dengan indikatornya berupa kepuasan, net promoter score (NPS), retensi & umpan balik positif. Memastikan prosesnya memberikan value bagi konsumennya, bukan produsennya🥸

Place jadi Platform
Jika dulu semua perlu strategis, perlu dekat dan infrastruktur bagus berupa bangunan dsb. Saat ini yang paling penting adalah bagaimana bisa konsumen bisa terinfromasikan dan terhubung dengan baik. Ngga apa-apa jauh tapi “Connected” juga “Accessible” maka menjadi penting untuk memainkan channel-channel yang tepat bagi konsumennya bersamaan dengan meramu customer relationnya yang personal😍

Promotion jadi People
Promosi dulu jadi mesinnya marketing, makin banyak iklan makin banyak jualan. Namun saat ini konsumen lebih senang diperlakukan benar-benar personal. Era digital dengan algoritmannya sangat membantu memahami perilaku konsumen dan meramu cara bagaimana “Put People First” menawarkan solusi yang “Relate” dengan kondisinya dan akhirnya menggunakan produk untuk upgrade dirinya lebih baik😎

Memahami proses bisnis baru, jadi fundamental utama dalam mengembangakan kemampuan Digital Mindset agar sukses diera ini. Bagaimana memulainya?
1. Berlatih empati, bukan hanya pada konsumen, tapi pada setiap pelaku ekosistemnya.
2. Definisikan masalah user & value produk, kemudian validasi.
3. Solusi digagas bersama. Uji hipotesanya, jadilah divergen dan buka potensi seluas-luasnya
4. Buat purwarupanya,cari kesalahan lebih cepat & iterasi.
5. Uji sebelum pengembanganya
6. Rayakan!🥳

Tiga Pilar Membawa Kemajuan

Wakanda, sebuah negeri yang sering jadi bahan guyonan di dunia nyata jika ada kondisi-kondisi yang tak lazim atau layak jadi objek pengalihan isu-isu yang tak relevan atau sindirian terhadap sesuatu yang tak lagi relevan.

Negeri Wakanda yang kaya Sumberdaya, terutama karena negerinya jutaan tahun lalu, dikisahkan memiliki bahan penting terbuat dari Meteorit bernama Vibranium. Bahan terkuat dialam yang memperngaruhi negerinya menjadi makmur.

Hal yang menarik sesungguhnya bukan tentang Vibraniumnya, dan betapa kayanya, tapi tentang bagaimana Ia menyeimbangkan antara kearifan lokal, kekayaan sumberdaya dan ilmu pengetahuannya. Tiga pilar yang membawanya pada kemajuan.

Berkaca pada Wakanda, tiga pilar ini sesungguhya menjadi penting sebagai pengingat bagi negeri besar ini. Negeri dengan sumber daya yang amat kaya, manusia yang sangat masif dengan kondisi terbaiknya dimasa-masa muda adalah kombinasi yang sempurna.

Ratu Shuri anak muda dengan kekuatan ilmu pengetahuannya adalah salah satu gambaran mengapa anak muda berpengetahuan menjadi mesin terkuat dalam perubahan. Para senior, sang ayah T’Chaka dan ibu Ramonda memberikan ruang bagi penerusnya melakukan eksperiman dengan basis pengetahuannya, Kakaknya T’Challa memberikan ruang bagi adiknya dengan memberi contoh-contoh baik kepemimpinan sekaligus kearifan lokalnya.

Negeri penuh sumbedaya dikelola dengan kearifan & ilmu pengetahuan menghasilkan kemajuan-kemajuan dalam bentuk kesejahteraan. Disaat yang sama juga memberikan tantangan ancaman dari dalam dan luar karena jadi banyak yang merasa terancam dengan kemajuannya.

“We have watched and listened from the mountains. We have watched with disgust as your technological advancements have been overseen by a child who scoffs at tradition.”
―M’Baku

Menyeimbangan kaum muda, pengetauan dan kearifan memang sering kali jadi tantangan berat. Sudut pandang yang sering terlupakan adalah bagaimana garis waktu dibawa jauh ke masa depan, apakah setiap kebijakan yang diambil dinegeri kaya sumberdaya ini akan berdampak jauh dimasa depan, atau jangan-jangan kekayaannya dikeruk masa kini namun masa depan jatuh pada jerat kemiskinan yang akan jauh lebih berat memulihkannya.

Slow Thinking ; Mengurai Bingung

“Boleh ngga kata-kata “Bingung” 😩diganti dengan “Bagaimana caranya?” 🧐 Satu jawaban dalam sesi diskusi kemarin. Membuka peluang dengan mengutarakan kalimat “Bagaimana caranya” ketimbang “Saya Bingung” atau “Tapi” adalah salah satu cara membuka peluang, terbuka akan postensi solusi.

Iseng-iseng pagi ini membuat “Kompas Bingung” menggambarkan bagaimana caranya kita agar bisa fokus pada solusi dari pada fokus pada permasalahan. Kompas ini adalah tools dimana kita bisa meluangkan waktu untuk mempelajari masalah dengan lebih kontekstual, menghindari kebingungan apalagi kebuntuan🥳

Sebelum bingung, buka dulu 6 pintu tiga dimensi ini agar kita bisa lebih paham dalams sebuah proses penyelesaian masalah.

Sumbu X
1.Tarik Garis Ke Masa Depan
Tarik garis kedepan, panjangkan cakrawala waktunya ke masa depan. Agar kita bisa membagi waktu dan sumberdaya, tidak semua harus terselesaikan sekarang. Tapi konsisten menumbuhkannya hingga satu titik waktu dimasa datang.

2.Lihat Sejarah di Masa Lalu
Lihat masa lalu, bagaimana sejarahnya. Lihat lagi “Big Why”, filosofi ketika sesuatu bermula, bagaimana pembelajaran dimasa lalu. Apa yang bisa dipetik pembelajarannya. Apa yang baik yang bisa dilanjutkan, serta apa yang perlu diperbaiki.

Sumbu Y
3.Perspetktif yang Lebih Tinggi
Tinggikan cakrawala ke atas, lihat dari perspektif yang lebih luas. “Helicopter View” , perspektif sistem, hingg kita paham apa yang terjadi secara menyeluruh.

4.Perdalam Wisdom
Tinggikan cakrawala ke atas, lihat dari perspektif yang lebih luas. “Helicopter View” , perspektif sistem, hingg kita paham apa yang terjadi secara menyeluruh

Sumbu Z
5.Perluas Pengetahuan
Melihat beragam referensi pengetahuan sebagai asupan sumberdaya dalam menghasilkan solusi baru

6.Perkaya Sumberdaya
Mengembangkan kolaborasi, memahami pentingnya berbagi peran, menyamakan tujuan dan bersinergi dalam mencapainya

Memperluas cakrawala dari tiga sumbu ini memang perlu waktu, tak bisa tergesa-gesa dalam prosesnya. Setiap kita tarik sumbu ke X, Y dan Z akan sangat memungkinkan menemukan beragam insight baru. Menggiring kita untuk memiliki “Creative Confidence” yang lebih kuat dan melompat membawa perubahan.

Selamat berproses!🚀🚀

Istilah “DEIB” dalam Organisasi

Saya berbincang dengan salah satu tim, “Pak, rencananya kami satu tim akan satu kos bareng!” ungkapnya. Kemudian saya jawab, “Sebisa mungkin dihindari, karena dalam tim yang diperlukan justru keberagamannya, tetaplah memiliki pengalaman yang berbeda dari setiap individunya, apalagi kalian dari sumber yang sama selagi kuliah”

Keberagaman akan memperkaya peluang inovasi dalam sebuah tim dan membuat peluang-peluang inovasi akan terbuka. Mengelolanya dengan baik akan banyak meningkatkan performa, melahirkan kekayaan & modal besar lompatan-lompatan baru🚀

“An inclusive work environment is an environment in which people feel safe. They don’t have to be afraid to show their real personality, talents, and aspirations, but also their insecurities, doubts, & worries. It’s a place where everybody can bring their whole self to work and freely express their opinion” -Neelie Verlinden-

Istilah DEI (keberagaman (diversity), kesetaraan (equity) & inklusif (inclusion) mungkin belum terlalu populer, terminologi yang melekat pada ruang organisasi yang kaya keberagaman dalam proses kerjanya sehari-hari.

1.Ekosistem bukan Egosistem🤩
Ruang kerja perlu kaya dengan ragam pengalaman & aspek lainnya, jadi ekosistem belajar, mau saling belajar dari cara pandang berlainan. Banyak suara akan lebih baik karena kreatifitas mencuat & saling memperkaya.

2.Membangun kesadaran🥳
Ruang kerja kreatif sebagai ekosistem yang saling berhubungan. Keterkaitannya membuat penghuninya saling ingatkan dan kuatkan. Tumbuhnya kesadaran berkelompok ketimbang tumbuh silo masing-masing

3.Belajar dari pengalaman🫣
Tempat kerja yang baik bukanlah zona nyaman, tapi zona aman belajar. Dinamika kerja yang dinamis justru jadi asupan baik dalam proses inovasi. “Failure is good, lets celebrate!” hanya saja kesalahan baru yang ditemukan ya, bukan berulangnya kesalahan yang sama😎

4. Psychological Safety😙
Penting bagi tiap anggota untuk “feeling accepted, valued & connected” mencipta lingkungan dimana pikiran, ide & sudut pandangnya penting dan punya akses pada kesempatan yang sama & diperlakukan adil.

Pada akhirnya, DEI akan menghasikan belongin, rasa memiliki terhadap organisasinya. Gimana DEI kamu?

Business Ethics

Beberapa dekade terakhir Business Leaders banyak fokus pada hal finansial. Tapi ini adalah jaman dimana etika bisnis benar-benar diuji proses revolusinya. Era digital mendorong banyak pihak berkolaborasi bersinergi, bersinggungan dijaga untuk tidak menimbulkan ketersinggungan. #tleecosociopreneur

Akan banyak pertemuan, kesepakatan & proses panjang elaborasi, mengadopsi pendekatan multi-pemangku kepentingan yang berjalan bersama mencapai tujuan bersama baik tujuan sosial, investor / lainnya.

Individu memang tidak memasuki lapangan pekerjaan dengan nilai & karakter yang sama, tapi tiap individu & tim bisa menumbuhkan, bahkan mengabaikannya disepanjang waktu. Business ethic memang kerap dirasa sulit menghantarkannya untuk dipahami seluruh tim. Tapi perlu diingat bahwa hal ini perlu disampaikan dengan cara yang menyenangkan, repetitif dalam jangka panjang.

Pengembangan nilai & karakter memang jadi perjalanan panjang, terutama dari sudut pandang individunya. Melelahkan karena nilai-nilainya kerap bertentangan dengan pengalaman masa lalunya. Reward & punisment juga tak serta merta membuat perubahan seketika.

Organisasi pembelajar menampilkan pemimpinnya sebagai contoh rujukan, “Lead by Example” perlu tegas ditunjukkan. para CEO perlu kompak menunjukkan kemampuan leadership & integritasnya. Tumbuhkan dialog berkualitas, ketimbang sekedar menyelesaikan kewajiban pekerjaannya. Tunjukkan konsekwensinya & cara bagaimana melaporkannya jika terjadi pelanggarannya.

Setiap usaha memiliki nilai-niilai sendiri, kembangkan kode etik sesuai DNA-nya, turunkan dari visi & nilai yang diinginkan, institusionalisasikan dalam ritual-ritual bermakna setiap harinya, bukan hanya ditempelkan di dinding / berkas-berkas kesepakatan.

Integritas bisa jadi pisau bermata dua. Bisa menimbulkan pergolakan tim, komplain atau pemeriksaan berwajib.Tapi jika menanganinya dengan baik integritas bisa jadi superpower yang menginspirasi pekerjanya & berhubungan dengan era values-minded consumers hari ini.

“Integrity is contagious. Create an environment in which it is openly embraced by leadership and woven into the fabric of your culture, and it will be a powerful asset.” -Robert Chesnut-

Kapitalisasi Kapabilitas Organisasi

Membangun kesadaran terkait rasa kepemilikan pada organisasi, terlebih pada usaha yang dibangun memang menjadi tantangan lain selain bagaimana menciptakan sebuah produk yang laku dipasaran. Tantangan ini tak tampak urgent tapi sering dialami dalam keseharian timnya.

Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana setiap tim merasa memiliki organisasinya sebagai wadahnya, tak hanya sekedar bekerja & kemudian dibayar atas kerjanya.

Organisasi adalah entitas yang perlu diperhitungkan, dianggap penting sebagai satu entitas yang hidup tak terpisahkan dalam perjalanan usaha, sifatnya imajiner, tak tampak secara fisik seperti anggota tim yang terdiri dari individu manusia.

Karena Ia dianggap sebagai entitas hidup & berperan sebagai kendaraan menuju visi, maka Ia memiliki hak untuk dihidupi, dipelihara & disehatkan. Konsekwensinya adalah setiap individu yang hidup didalamnya perlu tau dan paham bagaimana Ia berkontribusi bagi kendaraannya 🥳

Pada fase-fase awal pembuatan usaha, fokus atensi kita adalah pada bagaimana menguatkan organisasinya, maka yang diberikan asupan penyehatan yang utama tentunya organisasinya. Karena ini akan jadi wadah keberlanjutannya. Namun yang kerap terjadi adalah individunya fokus pada bagaimana membagi keuntungan baginya🤨

Karena organisasi bersifat imajiner maka sering kali terlupakan mendapatkan haknya, disehatkan dan dikuatkan. Setelah sehat & kuatlah baru individu-individu didalamnya menikmati beragam hak keuntungannya😎

Menyehatkan organisasi hingga memiliki kemampuan kolektif untuk berinovasi menjamin keberlanjutannya. Beberapa kekuatan organisasi diantaranya ditandai dengan hadirnya beberapa indikator organisasi yang sehat (Norm Smallwood and Dave Ulrich, 2004);

1. Commiterd Talent:
2. Speed;
3. Shared Mind-Set and Coherent Brand Identity;
4. Accountability:
5. Collaboration:
6. Learning:
7. Leadership:
8. Customer Connectivity:
9. Strategic Unity:
10. Innovation:
11. Efficiency:

Kesebelas hal diatas adalah gambaran dari kualitas organizational capabilities , intangible assets kunci. Kita tak bisa menyentuhnya, tapi mendatangkan banyak perbedaan untuk menghasilkan nilai-nilai keunggulan. Banyak ya PRnya?

The Johari Window

Mendampingi beragam ekosistem untuk memiliki kultur kolaboratif & melompatkanya pada inovasi yang berkelanjutan adalah hal menantang!

Membangun budaya inovasi, prosesnya dibangun dengan konsisten, melakukan transformasi yang diarahkan untuk jadi ekosistem yang inovatif. Memastikan setiap tim & anggotanya mau berinteraksi, bersinergi satu sama lainnya serta menggerakkannya pada kemajuan. Meyakinkannya berjalan beriringan juga sebuah hal yang menantang.

Salah satu hal yang bisa mendorong ekosistem mengakselerasi proses inovasinya adalah dengan memumbuhkan keberanian untuk membuka wahana-wahana baru, mengeksplorasi dunia yang belum dikenalinya.

Mengupas lagi Jendela Johari, mengkotekstualisasinya kedalam ekosistem organisasi yang ingin lebih inovatif ternyata sangat bisa. Dalam kultur konvesional, kenyataannya kita lebih banyak dihadang dengan area-area ketidaktahuan. Bahkan lebih kompleks, karena bisa jadi ketidaktahuan ini sama-sama tidak terungkap oleh orang lain dalam tim.

Membiasakan setiap individu mendapatkan ruang aman, bebas dan terdorong untuk dapat berinteraksi akan membawa probabilitas lebih besar pada terwujudnya inovasi alih-alih Ia terjebak pada paradoks kreatif.

Inovasi selalu memerlukan umpan balik atas setiap gagasan atau temuannya. Mencipta kebiasaan untuk berani & mau meminta umpan balik adalah hal yang penting dimulai. Keterbukaan juga akan lebih akseleratif jika setiap orang mau berterusterang tentang dirinya – Self Disclosure, memudahkan sekelilingnya menjadi paham. Nah gimana agar bisa berani dong?

Secara tim, sebuah ekosistem akan menjadi Resourceful jika didalamnya dibiasakan untuk mau saling berbagi temuan (Shared-Discovery) hingga membukanya pada hal-hal yang belum diketahui bersama. Hal ini akan menembus kuadran yang paling inovatif, tentunya akan lebih cepat dengan mendorongnya bahwa setiap orang perlu punya semangat berani berpetualang, menemukan hal-hal baru membawa banyak kebaruan dan energi-energi baru yang meletup secara terus-menerus.

Jadi ekosistem yang terbuka, dimana banyak Radical Honesty terjadi memberanikan dirinya bereksplorasi dan menemukan peluang-peluang baru yang jadi energi buat bergerak maju dan adaptif.

Memahami Point Of View (POV) System

Dalam industri & bisnis sangat kental dengan perspektif pelanggan, kunci apakah kita dapat memberikan jawaban atas kebutuhannya/tidak. Perspektif ini sangat mudah terungkap jika kita memiliki kemampuan empati.Perspektif ini dinamakan Point Of View (POV) personal.

Jika persona yang terlibat banyak & saling berinteraksi maka akan hadirlah sebuah ekosistem dalam sebuah lingkungan yang menyelimutinya. Nah disini akan hadir sebuah POV baru, yakni POV System. Berbeda dengan sudut pandang personal, POV System membawa kita melihat dari level yang lebih tinggi atau Helicopter View.

Jika POV persona punya sifat, begitu juga ketika bermacam persona berinteraksi dalam sistem. Sistemnya pun akan memiliki perilaku. Bayangkan saja jika kita berada dalam sebuah lingkungan & berinteraksi. Ada yang memberikan aksi positif melahirkan reaksi positif dan kebalikannya. Atau memberikan aksi negatif malah menuai reaksi positif.

Jika kita memetakannya, kita jadi tau akan kemana ekosistem ini berakhir kelak, positif atau negatif? jatuh atau melesat?

Memahami perspektif dari sistem akan bermanfaat, menjadi bekal berpikir kritis yang penting. Penting karena dalam keseharian kita berinteraksi dengan banyak pihak & beragam keputusan pun diambil. Hal ini akan berdampak pada ekosistem kerja, baik jangka panjang atau pendek, baik atau buruknya.

POV sistem dibutuhkan untuk melihat gambaran keseluruhan & bukan hanya sebagian, memahami konteks yang lebih luas, merekognisi interaksi antar tingkat & mengambil pendekatan interdisipliner. Menjadi penting karena kegunaannya memastikan kita punya opsi terbaik yang bisa menjamin keberlanjutan jangka pendek/panjangnya.

Sistem yang baik melahirkan interaksi yang sehat, dalam jangka panjang pun membawa pada kemajuan. Lebih seru sebenarnya menggabungkannya dengan POV persona & system, jadi Human-Centered Systems Thinking. Sebuah sistem yang dirancang bagi kesejahteraan penghuninya.

“Systems thinking is a discipline for seeing wholes. It is a framework for seeing interrelationships rather than things, for seeing ‘patterns of change’ rather than ‘static snapshots.”– Peter Senge

Kapan kita belajar bareng lagi?