Bagaimana Peranan CEO saat ini?

CEO, ungkapan ini ngga cuma mengungkap peranannya sebagai pihak yang mempimpin tim eksekutif. Dalam perjalanannya menuju visi perana CEO lebih banyak sebagai pemasok energi bagi anggota timnya. Karena Ia punya visi yang terpancar kuat dari dalam diri dan pikiarannya yang perlu disampaikan secara tepat bagi seluruh anggota timnya🤓

Perjalanan menuju visi kerap kali punya dinamika naik turun, maka peranan CEO juga adalah Chief of Energy bagi timnya. Tugas utama seorang pemimpin justru memberi energi dan memotivasi timnya. Jika di Google justru diperkenalkan Chief Mindfulness Officer atau bahkan beberapa perushaan mengganti nama peran-peran ini jadi Chief Inspiration Officer😇

Ini sangat jauh dari pandangan manajemen sebagai orang yang tidak berhubungan dengan tantangan anggota tim dalam kesehariannya, Ia juga adalah pencerminan dari perubahan sifat manajemen & lingkungan kerjanya🥳

Tantangan paling mendasar bagi para pemimpin adalah bagaimana Ia mampu memobilisasi, fokus, menginspirasi, serta mempertahankan energi dari mereka yang dipimpinnya. Dimulai dengan menjalankan apa yang dikatakan “Walk the Talk” serta berperan sebagai panutan pelaku dari “manajemen energi” yang terampil🚀

Tantangan inti kedua bagi para pemimpin adalah memberdayakan timnya untuk tumbuh, berkembang, dan berubah, “grow, develop & evolve”. 🦁

Banyak studi tentang leadership, hanya satu kualitas di antara para pemimpin yang ternyata memiliki dampak positif yang konsisten pada timnya, yakni “kapasitas untuk melihat potensi yang belum sepenuhnya dikenali dalam diri tim mereka. Ekspresi reguler dari energi positif bisa mengubah tempat kerja dalam waktu yang sangat singkat – the best leaders used their own positive energy to bolster their employees-😎

Leaders mempimpin bukan hanya dengan aksinya saja, tapi bagaimana bisa membuat timnya merasa bersama sepanjang perjalananusahanya, mengapresiasi & memandu dengan nilai-nilai positifnya☀️

Energy, after all, is contagious — especially so if you’re a leader, by virtue of your disproportionate position and power. The way you’re feeling at any given moment profoundly influences how the people who work for you feel- Tony Schwartz, 2010

Co-Creation, Radical Collaboration

Istilah Co-Creation tentu sudah familiar. Berkolaborasi bersama mitra & konsumen untuk menghadirkan solusi yang lebih kontekstual bagi kebutuhan pelanggan❤️

Dalam konteks bisnis, merujuk pada proses perancangan produk & jasa, proses ini melibatkan konsumen untuk mendapatkan input penting dari awal hingga akhir. Terminologi ini juga digunakan sebuah bisnis yang memperkenankan konsumennya memasukkan gagasan dalam desain & kontennya. Hingga usaha yang dibangun tak akan kehabisan ide produk yang ingin diciptakannya, mendekati masalah dari perspektif baru dan menghasilkan produk & proses yang lebih baik🥇

Beberapa jenis Co-creation yang sering dikemukakan antara lain ;
1. Collaborating: open contribution, customer-led selection
2. Tinkering: open contribution, firm-led selection
3. Co-designing: fixed contribution, customer-led selection
4. Submitting: fixed contribution, firm-led selection

Proses kolaborasi bukan hanya untuk mewujudkan sebuah produk yang dibuat bersama, namun lebih kompleks karena co-creation diwujudkan untuk melahirkan model bisnis baru yang diperlukan sebuah bisnis untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar dengan segala keterbatasan & kelebihan pihak-pihak yang akan bersinergi. Uniknya, kolaborasi model bisnis dilakukan pada bisnis-bisnis yang bisa saling berbeda, bertolak berakangan atau bahkan kompetitor sekalipun dimana dimasa lalu ini dirasa tak mungkin🤨

Semakin banyak model bisnis individual akan membentuk ekosistem yang saling berhubungan, membentuk proses baru & menghasilkan layanan yang benar-benar berbeda.

Lebih menarik bahwa dalam ekosistem bisnis sangat memungkinkan bahwa bisnis akan saling mengakselerasi, tak sikut-sikutan saling mematikan (idealnya). Lebih menarik lagi bahwa dalam sebuah ekosistem tak perlu memaksakan ada yang perlu tampil jadi pemimpin, Ia akan berlomba menuju visinya masing-masing dalam lingkungan keterhubungan yang saling menyehatkan🥳

Dimasa depan ini akan menjadi tren yang dinamakan Black Ocean, bukan lagi merah atau biru. Tempat dimana terjadinya beragam bentuk Radical Collaboration. Terhubungnya aktor-aktor yang semula tak berhubungan, jadi saling terkoneksi & melompatkan kemajuan eksponensial🚀

Proses Transformasi dari Ego-system ke Ecosystem

Komunikasi seringkali tak sungguh-sungguh menghasilkan makna & saling paham diantara pelakunya, karena aktor dalam proses komunikasinya hanya fokus pada bagaimana berbicara, lupa untuk fokus pada mendengar lebih dalam & menyimak.

Teori-teori perubahan banyak muncul dengan beragam tahapan. Untuk memulainya, hal fundamentalnya justru berasal dari kemampuan mendengar. Salah satu teori pentingnya adalah Theory U – Otto Scharmer dengan tahapan inisiasi proses transformasi dari Ego-system ke Ecosystem. Memberikan gambaran proses fundamental pengembangan leadership. Didalamnya banyak dialog dengan diri sendiri, membuka banyak sumber energi yang diperlukan untuk melakukan perubahan kolektif.

Pada intinya, teori U adalah terkait “presencing” yakni kombinasi antara Presence (kehadiran) & Sensing (merasakan). Dari sebelah kiri dimulainya Teori U adalah dengan tiga pilar keterbukaan yang kerap jadi blindspot dalam setiap upaya perubahan, yakni;

1. Open Mind (Meninggalkan kebiasaan lama & melakukan kebaruan)
2. Open Heart (Meningkatkan kapasistas untuk melihat masalah bukan dari kacamata diri sendiri tapi juga dari orang lain.
3. Open Will (Kapasitas untuk meninggalkan sesuatu yang lama & memberikan kesempatan baru untuk hadir dan tumbuh)

Tahapan teori ini bermula dari 1. Suspending, 2. observing & 3. sensing. Pada titik terendah U, adalah proses ke 4) Presensing, melepas banyak ego masa lalu, membuka beragam peluang terbaik dimasa datang. Pengalaman masa lalu & peluang masa depan beresonansi. Jika ini berhasil maka akan membuka banyak energi baru melompatkan banyak proses menuju perubahan.

Pada sisi kanan, tahapannya meliputi
5. Let Come. Lakukan proses eksplorasi nilai-nilai baru yang diinginkan masa depannya.
6. Crysrallizing. Proses kristalisasi dari niat & visinya, diterjemahkan dalam aksi nyata, fungsi & peran-peran yang ditumbuhkan dalam organisasi masa depannya dengan efisien
7. Embodying. Melakukan proses purwarupa dengan menghubungkan Head, Heart & Hands.

-When you as a change maker begin to see what you didn’t see before & at the same time, see your own part in maintaining and defending past patterns & thinking, real change can begin to occur.-Scharmer

Design Thinking Dari Masa Ke Masa

Lima hari workshop di Bali, ngulik pesatnya perkembangan Design Thinking dari berbagai proses aplikasinya.

Era digital, terlebih masa pandemik, sangat terlihat bahwa setiap organisasi lebih memiliki kesadaran untuk melakukan proses transformasi. Bagaimana membuat organisasi menjadi lebih adaptif dengan resiliensinya yang kuat. Salah satu kerangka berpikir yang paling kuat dilakukan dalam proses transformasi adalah Design Thinking, terutama kerangka pikir yang digunakan untuk melakukan proses reframing beragam tantangan yang dihadapi😎

Mengeksplorasi beragam cara melihat permasalahan dari jaman ke jaman mengalami evolusinya. Bagaimana sesungguhnya evolusi Design Thinking?

Tahap I🥁
Dalam proses evolusinya, pada awalnya tahun 1960-1980an kerangka berpikir ini digunakan lebih banyak bagi pengembangan produk, jasa, model bisnis dan rekayasa pengalaman. 🚀Keberhasilanya diukur dari pengeluaran litbang, modal, intensifikasi teknologi, paten, jumlah publikasi & jumlah produk baru.

Tahap II🥁🥁
Pada tahun 2000 hingga 2020an saat ini, kerangka berpikir Design Thinking berkembang lebih banyak untuk digunakan sebagai Digital Platform Enablers, pengembangan ekosistem bisnis, mengembangkan perilaku baru organisasi, dan beragam pengalaman pengguna (UX). 🚀Keberhasilannya diukur dari seberapa banyak outcomes yang berhasil diciptakan, proses, portofolio, resiko, return, klaser, efek jaringan, kemampuan penguasaan Design & System Thinking dan performa tim.

Tahap III🥁🥁🥁
Dimasa yang datang, 2040an diperkirakan dimana dunia sudah sangat kompleks terhubung. DT berperan untuk merancang beragam pengalaman, bertemu dengan AI yang semakin canggih, otomasi & komunikasi masal yang akan memecahkan beraham masalah rumit dalam peradaban manusia kelak. 🚀Keberhasilannya akan diukur dari ekstensifitas sistem dinamknya, kolaborasi, keterampilan masa depan yang didukung AI, Big Data Analytic dan kemunculan beragam komunitas dan modal ekosistem lainnya.

Makin rumit & canggih pasti. Namun semua kembali kepada nilai-nilai yang paling hakiki dari seorang manusia. Design Thinking adalah tentang empati yang kemudian prosesnya melahirkan beragam solusi yang memanusiakan❤️

Belajar lagi🚀🚀🚀

Radical Collaboration

Perkembangan teknologi tak dipungkiri sangat cepat membuat beragam perubahan terwujud. Baru saja kita digiring ke Blue Ocean Strategy, kita sudah disuguhi Black Ocean! Apa lagi ini?

Inovasi model bisnis kali ini tak lagi mempan dilakukan sendiri, meski kata-kata kolaborasi sudah lama didengungkan untuk senantiasa dilakukan. Bedanya saat ini adalah bentuk-bentuk Radical Collaboration. Menghubung-hubungkan aktor yang tak selalu harus berhubungan dalam proses bisnis kita saat ini, melompatkan kemajuan eksponensial.

Merancang sesuatu tak melulu terkait produk, level berikutnya adalah merancang model bisnis & level tertingginya adalah kemampuan merancang ekosistem bisnisnya. Merealisasikan Unique Value Proposition yang baru hasil kolaborasi beragam aktor dalam sistem, berinteraksi satu sama lainnya.

Bagaimana kita mampu merancang interaksi antara kekuatan ekosistem inovasi, ekosistem pengetahuan & ekosistem data hingga membawa beragam kemajuan di masa depan?

Untuk mendapatkan lompatan Radical Collaboration melalui eksosistem bisnis, memang setidaknya perlu menguatkan 5 pilar sbb (Lerwick,2022);

1. State of mind; Bagaimana mengasah kemampuan elaborasi Design Thinking Mindset & System Thinking Mindset. Mampu berempati sekaligus paham dari perspektif yang lebih tinggi, paham keterkaitan antar aktor & outcomes dari keterkaitannya.

2. Design Mindset; Bagaimana meyakini bahwa fungsi iterasi & eksperimen adalah bagian dari proses penting melahirkan solusi, memahami pengalaman langsung dari hati konsumennya.

3. Address Unknown Market Opportunity; Bagaimana kita berani melihat peluang pasar yang bahkan belum diketahui sekalipun. Eksplorasi berdasarkan perilaku dan kebutuhan konsumen, dikembangkan bersama aktor lain berhubungan & berkolaborasi.

4. Realization of Black Ocen Strategy; Aktor-aktor dalam sistem memiliki kerangka kerja terbaik untuk merealisasikan value proposition barunya.

Jangan tergopoh-gopoh berubah yaa,Ingat yaa, kita ini bertransformasi.

Ada sumbu waktu yang perlu diperhatikan, ada manusia yang perlu didampingi. Lakukan dengan strategi terkukur, bukakan pintu-pintu kolaborasi, tumbuhkan semangat belajar & pastikan konsistensi. Tetap semangat!

Sudah Dekatkah dengan Tujuan?

Saat ini perkembangannya sangat luar biasa, mengarah bukan sekedar pada pengembangan produk dan jasa. Tahun 2000-2020an berkembang pesat ke arah IT, Digital Platforms, Social Engineering, kebijakan, model bisnis dan ke depan semakin diperlukan bagi pengembangan ekosistem bisnis, immersive experience AI dan automation.

Pengukurannya pun menjadi lebih menarik, karena tidak semata-mata pada keberhasilan sebuah produk diterima, tapi bagaimana DT melandasi culture sebuah organisasi dan ekosistem yang menggerakkannya pada inovasi. Ada sebuah Model yang dituliskan Lewrick tahun 2022, yang menyatakan bahwa ada empat tingkatan kematangan bahwa sebuah organisasi dalam penguasaan Design Thinking-nya yang melingkupi

1. Talenta baru / keterampilan masa depan
2. Pola pikir dan perangkat inovasi
3. Organisasi / kepemimpinan dan budaya.

Ke-tiga aspek diatas ternyata dapat dipetakan kapabilitasnya.

1. Untuk pilar talenta misalnya, Ia dipetakan kematangannya bedasarkan seberapa matang Ia memiliki penguasaan yang baik, punya team T-Shaped yang lengkap, sudahkan menjadi Team of Teams hingga sudahkan ia memiliki mindfulness dalam setiap prosesnya.
2. Untuk pilar mindset dan tools, seberapa paham Ia memahami dasar pemahaman cara kerja baru yang agile, seberapa transparan, melakukan proses DT secara konsisten, rasa kepemilikan yang tinggi, dipicu oleh hasil berupa outcomes dan diaplikasikan dalam beragam projectnya.
3. Untuk pilar organisasinya, sebera matang Ia sebagai organisasi pembelajar, strukturnya jejaring, apakah Ia sudah puya tim yang Self-organized yang berkontribusi kuat? inovatif, eksploratif dan membangkitkan rasa keingintahuan yang tinggi?

Mengukur seberapa jauh kita melangkah dan seberapa dekat lagi dengan tujuan menjadi penting. Apakah proses ini dibangun dengan sungguh-sungguh berorientasi keberlanjutan atau sesaat memastikan proses inovasinya melahirkan kemampuan adaptif, melompatkan pada kemajuan yang hakiki berkontribusi bagi peradaban.

Memahami Proses Bisnis Baru di Era Digital

Era digital membuat perubahan konsumen menjadi-jadi. Tiap ruang jadi punya proses bisnis yang berbeda, cara berjualan juga jadi berubah. Konsep marketing 4P Product, Price, Place, Promotion yang klasik tampak tak lagi bekerja baik di era ini.

Produk jadi Purpose
Bukan sekedar produk yang punya fungsi. Tapi bagaimana produk bisa “Beyond Function”. Karena perilaku konsumen bukan cuma tentang solusi, tapi juga terkait konteks & outcomes yang Ia perlukan🤠

Price jadi Process
Harga murah tak bisa lagi jadi Value Proposition andalan, fokus pada pelayanan konsumen melahirkan proses bisnis yang berbeda. Mendefinisikan kebutuhan konsumen yang tepat jadi hal paling menantang, karena berakibat pada proses pelayanan dengan indikatornya berupa kepuasan, net promoter score (NPS), retensi & umpan balik positif. Memastikan prosesnya memberikan value bagi konsumennya, bukan produsennya🥸

Place jadi Platform
Jika dulu semua perlu strategis, perlu dekat dan infrastruktur bagus berupa bangunan dsb. Saat ini yang paling penting adalah bagaimana bisa konsumen bisa terinfromasikan dan terhubung dengan baik. Ngga apa-apa jauh tapi “Connected” juga “Accessible” maka menjadi penting untuk memainkan channel-channel yang tepat bagi konsumennya bersamaan dengan meramu customer relationnya yang personal😍

Promotion jadi People
Promosi dulu jadi mesinnya marketing, makin banyak iklan makin banyak jualan. Namun saat ini konsumen lebih senang diperlakukan benar-benar personal. Era digital dengan algoritmannya sangat membantu memahami perilaku konsumen dan meramu cara bagaimana “Put People First” menawarkan solusi yang “Relate” dengan kondisinya dan akhirnya menggunakan produk untuk upgrade dirinya lebih baik😎

Memahami proses bisnis baru, jadi fundamental utama dalam mengembangakan kemampuan Digital Mindset agar sukses diera ini. Bagaimana memulainya?
1. Berlatih empati, bukan hanya pada konsumen, tapi pada setiap pelaku ekosistemnya.
2. Definisikan masalah user & value produk, kemudian validasi.
3. Solusi digagas bersama. Uji hipotesanya, jadilah divergen dan buka potensi seluas-luasnya
4. Buat purwarupanya,cari kesalahan lebih cepat & iterasi.
5. Uji sebelum pengembanganya
6. Rayakan!🥳

Tiga Pilar Membawa Kemajuan

Wakanda, sebuah negeri yang sering jadi bahan guyonan di dunia nyata jika ada kondisi-kondisi yang tak lazim atau layak jadi objek pengalihan isu-isu yang tak relevan atau sindirian terhadap sesuatu yang tak lagi relevan.

Negeri Wakanda yang kaya Sumberdaya, terutama karena negerinya jutaan tahun lalu, dikisahkan memiliki bahan penting terbuat dari Meteorit bernama Vibranium. Bahan terkuat dialam yang memperngaruhi negerinya menjadi makmur.

Hal yang menarik sesungguhnya bukan tentang Vibraniumnya, dan betapa kayanya, tapi tentang bagaimana Ia menyeimbangkan antara kearifan lokal, kekayaan sumberdaya dan ilmu pengetahuannya. Tiga pilar yang membawanya pada kemajuan.

Berkaca pada Wakanda, tiga pilar ini sesungguhya menjadi penting sebagai pengingat bagi negeri besar ini. Negeri dengan sumber daya yang amat kaya, manusia yang sangat masif dengan kondisi terbaiknya dimasa-masa muda adalah kombinasi yang sempurna.

Ratu Shuri anak muda dengan kekuatan ilmu pengetahuannya adalah salah satu gambaran mengapa anak muda berpengetahuan menjadi mesin terkuat dalam perubahan. Para senior, sang ayah T’Chaka dan ibu Ramonda memberikan ruang bagi penerusnya melakukan eksperiman dengan basis pengetahuannya, Kakaknya T’Challa memberikan ruang bagi adiknya dengan memberi contoh-contoh baik kepemimpinan sekaligus kearifan lokalnya.

Negeri penuh sumbedaya dikelola dengan kearifan & ilmu pengetahuan menghasilkan kemajuan-kemajuan dalam bentuk kesejahteraan. Disaat yang sama juga memberikan tantangan ancaman dari dalam dan luar karena jadi banyak yang merasa terancam dengan kemajuannya.

“We have watched and listened from the mountains. We have watched with disgust as your technological advancements have been overseen by a child who scoffs at tradition.”
―M’Baku

Menyeimbangan kaum muda, pengetauan dan kearifan memang sering kali jadi tantangan berat. Sudut pandang yang sering terlupakan adalah bagaimana garis waktu dibawa jauh ke masa depan, apakah setiap kebijakan yang diambil dinegeri kaya sumberdaya ini akan berdampak jauh dimasa depan, atau jangan-jangan kekayaannya dikeruk masa kini namun masa depan jatuh pada jerat kemiskinan yang akan jauh lebih berat memulihkannya.

Membangun Kultur Profesional menjadi Hal Penting

Mendirikan bisnis bagi sebagian besar orang adalah impian yang diidam-idamkan. Bisnis tak lepas juga dari Badan Hukumnya. Badan hukum ini adalah legalitas dari entitas organisasi yang Ia dirikan. Entitas berupa wadah Ia mengarungi lautan mimpinya, menuju tujuan yang Ia idamkan. Walau saat ini, entitas ini dapat dengan mudah didirikan walau seroang diri, namun dalam perjalanannya biasanya akan banyak menemukan banyak anggota tim yang terlibat kemudian bersama-sama mendayung kapan secara konsisten menuju titik cita-citanya.

Banyak bentuk badan usaha yang bisa dipilih, bisa PT, CV, Koperasi, Bumdes dan banyak lagi. Memilih bentuk ini layaknya seperti memilih kendaraan yang tepat. Strateginya disesuaikan dengan apa yang akan dituju, jangan sampai salah memilih bentuknya. Memilih bentuknya akan membantu mengakselerasi pencapaian visinya dikemudian waktu.

P.T. salah satu yang jadi favorit buat yang sedang mendirikan bisnis. Walau semaakin mudah mengurusnya ada ada hal yang sering kita lupakan adalah kulturnya yang perlu dibangun secara baik. Banyak juga kejadian kesepakatan para Founders buat usaha profesional tapi kandas karena kulturnya tak dibangun dan masih terjebak dengan kultur individualis. Apalagi usaha dengan tim, “”No one can whistle a symphony. It takes a whole orchestra to play it.” – H.E. Luccock”

Membangun kultur profesional menjadi hal penting, beberapa contoh sederhananya dilakukan dengan cara.

1) Memastikan pengelolaan keuangannya terpisah dengan individunya,
2) Dalam mengambil keputusan memastikan sadar penuh bahwa kita ini tim! ada organisasi yang mekanismenya jalan bersama.
3) Karena ini entitas legal, maka ada konsekwensi hukum & administrasi yang perlu ditaati.
4) Ada kultur usaha yang perlu dibangun seiring sejalan dengan sehat, coba bayangkan mendayung perahu tapi tiap orang berbeda arah dan tak konsisten, bagaimana lajunya perahu tsb?

Wadah dibentuk jadi entitas baru yang perlu dihidupkan, didalamnya dipastikan setiap orang untuk saling konsisten mendayungnya secara sinergis, saling kuatan dan mengatur energinya agar kita bisa sampai tujuan.

Gimana perahu kamu, aman?

Slow, but Sure!

Jika saja kita merasakan beberapa gejala seperti 1) Kulit gatal, 2) Mata merah 3) Kepala sakit sekiranya bolehkah kita memberikan obatnya satu-satu seperti salep kulit untuk gatal, salep mata untuk mata & obat pereda nyeri sakit kepala?

Inilah gambaran sederhana mengapa kita perlu mensintesa gejala-gejala tersebut hingga mendapatkan masalahnya. Kemudian kitapun tak bisa mendiagnosa sendiri karena memang bukan ahlinya, sang dokterlah kemudian yang akan mengolah gejala ini untuk mendapatkan jawaban sesungguhnya kamu sakit apa?

Inilah yang kerap terjadi jika dalam proses pengambilan keputusan, terutama pada entrepreneur dalam menghasilkan solusi bagi pelanggannya.

Dalam pendekatan Design Thinking, proses discovery di tahapan awal dilakukan untuk medapatkan gambaran gejala-gejala apa yang tampak dipermukaan dari para calon pelanggan. Gejala-gejala itu tampak secara visual, yang kemudian tugas kitalah sebagai problem solver menganalisa sejatinya apa masalah mendasar yang terjadi pada konsumen kita.

Kesalahan utama dalam proses menggagas solusi, biasanya terjadi karena;

1)Tak paham & tak berupaya memvalidasi persona konsumennya, masalah apa sesungguhnya?
2)Bedakan gejala dengan akar masalah
3)Masalah yang diidentifikasi biasanya adalah yang terjadi saat ini, sesungguhnya yang perlu dilakukan adalah menarik garis waktu ke depan & menggambarkan kondisi masa depan yang diinginkan sang konsumen.
4)Apakah solusi yang ditawarkan merupakan peluang dimasa datang yang menjadikannya seseorang menjadi lebih baik atau bukan?
5)Awas! kerap terjadi Creative Paradox dalam bersolusi. Andai-andai jadi kreatif justru malah kebalikannya.

Mengambil simpulan dari gejala-gejala tak bisa satu-satu solusinya secara parsial, perlu slow thinking, mengundang juga beberapa orang dengan latar belakang berbeda untuk melihat perspektifnya. Jangan lupa menarik garis imajinernya antar gejala & lingkungannya, apa yang terjadi dengan relasionalnya & berakibat apa. Hingga kemudian bisa mengambil simpulan sebenarnya apa masalahnya?

Kenali dulu masalahnya, baru bergagasan cari solusinya. Agak lama sih, namanya juga slow thinking, tapi cara ini sangat efektif menghasilkan solusi-solusi kreatif.