Proses Transformasi dari Ego-system ke Ecosystem

Komunikasi seringkali tak sungguh-sungguh menghasilkan makna & saling paham diantara pelakunya, karena aktor dalam proses komunikasinya hanya fokus pada bagaimana berbicara, lupa untuk fokus pada mendengar lebih dalam & menyimak.

Teori-teori perubahan banyak muncul dengan beragam tahapan. Untuk memulainya, hal fundamentalnya justru berasal dari kemampuan mendengar. Salah satu teori pentingnya adalah Theory U – Otto Scharmer dengan tahapan inisiasi proses transformasi dari Ego-system ke Ecosystem. Memberikan gambaran proses fundamental pengembangan leadership. Didalamnya banyak dialog dengan diri sendiri, membuka banyak sumber energi yang diperlukan untuk melakukan perubahan kolektif.

Pada intinya, teori U adalah terkait “presencing” yakni kombinasi antara Presence (kehadiran) & Sensing (merasakan). Dari sebelah kiri dimulainya Teori U adalah dengan tiga pilar keterbukaan yang kerap jadi blindspot dalam setiap upaya perubahan, yakni;

1. Open Mind (Meninggalkan kebiasaan lama & melakukan kebaruan)
2. Open Heart (Meningkatkan kapasistas untuk melihat masalah bukan dari kacamata diri sendiri tapi juga dari orang lain.
3. Open Will (Kapasitas untuk meninggalkan sesuatu yang lama & memberikan kesempatan baru untuk hadir dan tumbuh)

Tahapan teori ini bermula dari 1. Suspending, 2. observing & 3. sensing. Pada titik terendah U, adalah proses ke 4) Presensing, melepas banyak ego masa lalu, membuka beragam peluang terbaik dimasa datang. Pengalaman masa lalu & peluang masa depan beresonansi. Jika ini berhasil maka akan membuka banyak energi baru melompatkan banyak proses menuju perubahan.

Pada sisi kanan, tahapannya meliputi
5. Let Come. Lakukan proses eksplorasi nilai-nilai baru yang diinginkan masa depannya.
6. Crysrallizing. Proses kristalisasi dari niat & visinya, diterjemahkan dalam aksi nyata, fungsi & peran-peran yang ditumbuhkan dalam organisasi masa depannya dengan efisien
7. Embodying. Melakukan proses purwarupa dengan menghubungkan Head, Heart & Hands.

-When you as a change maker begin to see what you didn’t see before & at the same time, see your own part in maintaining and defending past patterns & thinking, real change can begin to occur.-Scharmer

Design Thinking Dari Masa Ke Masa

Lima hari workshop di Bali, ngulik pesatnya perkembangan Design Thinking dari berbagai proses aplikasinya.

Era digital, terlebih masa pandemik, sangat terlihat bahwa setiap organisasi lebih memiliki kesadaran untuk melakukan proses transformasi. Bagaimana membuat organisasi menjadi lebih adaptif dengan resiliensinya yang kuat. Salah satu kerangka berpikir yang paling kuat dilakukan dalam proses transformasi adalah Design Thinking, terutama kerangka pikir yang digunakan untuk melakukan proses reframing beragam tantangan yang dihadapi😎

Mengeksplorasi beragam cara melihat permasalahan dari jaman ke jaman mengalami evolusinya. Bagaimana sesungguhnya evolusi Design Thinking?

Tahap I🥁
Dalam proses evolusinya, pada awalnya tahun 1960-1980an kerangka berpikir ini digunakan lebih banyak bagi pengembangan produk, jasa, model bisnis dan rekayasa pengalaman. 🚀Keberhasilanya diukur dari pengeluaran litbang, modal, intensifikasi teknologi, paten, jumlah publikasi & jumlah produk baru.

Tahap II🥁🥁
Pada tahun 2000 hingga 2020an saat ini, kerangka berpikir Design Thinking berkembang lebih banyak untuk digunakan sebagai Digital Platform Enablers, pengembangan ekosistem bisnis, mengembangkan perilaku baru organisasi, dan beragam pengalaman pengguna (UX). 🚀Keberhasilannya diukur dari seberapa banyak outcomes yang berhasil diciptakan, proses, portofolio, resiko, return, klaser, efek jaringan, kemampuan penguasaan Design & System Thinking dan performa tim.

Tahap III🥁🥁🥁
Dimasa yang datang, 2040an diperkirakan dimana dunia sudah sangat kompleks terhubung. DT berperan untuk merancang beragam pengalaman, bertemu dengan AI yang semakin canggih, otomasi & komunikasi masal yang akan memecahkan beraham masalah rumit dalam peradaban manusia kelak. 🚀Keberhasilannya akan diukur dari ekstensifitas sistem dinamknya, kolaborasi, keterampilan masa depan yang didukung AI, Big Data Analytic dan kemunculan beragam komunitas dan modal ekosistem lainnya.

Makin rumit & canggih pasti. Namun semua kembali kepada nilai-nilai yang paling hakiki dari seorang manusia. Design Thinking adalah tentang empati yang kemudian prosesnya melahirkan beragam solusi yang memanusiakan❤️

Belajar lagi🚀🚀🚀

Radical Collaboration

Perkembangan teknologi tak dipungkiri sangat cepat membuat beragam perubahan terwujud. Baru saja kita digiring ke Blue Ocean Strategy, kita sudah disuguhi Black Ocean! Apa lagi ini?

Inovasi model bisnis kali ini tak lagi mempan dilakukan sendiri, meski kata-kata kolaborasi sudah lama didengungkan untuk senantiasa dilakukan. Bedanya saat ini adalah bentuk-bentuk Radical Collaboration. Menghubung-hubungkan aktor yang tak selalu harus berhubungan dalam proses bisnis kita saat ini, melompatkan kemajuan eksponensial.

Merancang sesuatu tak melulu terkait produk, level berikutnya adalah merancang model bisnis & level tertingginya adalah kemampuan merancang ekosistem bisnisnya. Merealisasikan Unique Value Proposition yang baru hasil kolaborasi beragam aktor dalam sistem, berinteraksi satu sama lainnya.

Bagaimana kita mampu merancang interaksi antara kekuatan ekosistem inovasi, ekosistem pengetahuan & ekosistem data hingga membawa beragam kemajuan di masa depan?

Untuk mendapatkan lompatan Radical Collaboration melalui eksosistem bisnis, memang setidaknya perlu menguatkan 5 pilar sbb (Lerwick,2022);

1. State of mind; Bagaimana mengasah kemampuan elaborasi Design Thinking Mindset & System Thinking Mindset. Mampu berempati sekaligus paham dari perspektif yang lebih tinggi, paham keterkaitan antar aktor & outcomes dari keterkaitannya.

2. Design Mindset; Bagaimana meyakini bahwa fungsi iterasi & eksperimen adalah bagian dari proses penting melahirkan solusi, memahami pengalaman langsung dari hati konsumennya.

3. Address Unknown Market Opportunity; Bagaimana kita berani melihat peluang pasar yang bahkan belum diketahui sekalipun. Eksplorasi berdasarkan perilaku dan kebutuhan konsumen, dikembangkan bersama aktor lain berhubungan & berkolaborasi.

4. Realization of Black Ocen Strategy; Aktor-aktor dalam sistem memiliki kerangka kerja terbaik untuk merealisasikan value proposition barunya.

Jangan tergopoh-gopoh berubah yaa,Ingat yaa, kita ini bertransformasi.

Ada sumbu waktu yang perlu diperhatikan, ada manusia yang perlu didampingi. Lakukan dengan strategi terkukur, bukakan pintu-pintu kolaborasi, tumbuhkan semangat belajar & pastikan konsistensi. Tetap semangat!

Sudah Dekatkah dengan Tujuan?

Saat ini perkembangannya sangat luar biasa, mengarah bukan sekedar pada pengembangan produk dan jasa. Tahun 2000-2020an berkembang pesat ke arah IT, Digital Platforms, Social Engineering, kebijakan, model bisnis dan ke depan semakin diperlukan bagi pengembangan ekosistem bisnis, immersive experience AI dan automation.

Pengukurannya pun menjadi lebih menarik, karena tidak semata-mata pada keberhasilan sebuah produk diterima, tapi bagaimana DT melandasi culture sebuah organisasi dan ekosistem yang menggerakkannya pada inovasi. Ada sebuah Model yang dituliskan Lewrick tahun 2022, yang menyatakan bahwa ada empat tingkatan kematangan bahwa sebuah organisasi dalam penguasaan Design Thinking-nya yang melingkupi

1. Talenta baru / keterampilan masa depan
2. Pola pikir dan perangkat inovasi
3. Organisasi / kepemimpinan dan budaya.

Ke-tiga aspek diatas ternyata dapat dipetakan kapabilitasnya.

1. Untuk pilar talenta misalnya, Ia dipetakan kematangannya bedasarkan seberapa matang Ia memiliki penguasaan yang baik, punya team T-Shaped yang lengkap, sudahkan menjadi Team of Teams hingga sudahkan ia memiliki mindfulness dalam setiap prosesnya.
2. Untuk pilar mindset dan tools, seberapa paham Ia memahami dasar pemahaman cara kerja baru yang agile, seberapa transparan, melakukan proses DT secara konsisten, rasa kepemilikan yang tinggi, dipicu oleh hasil berupa outcomes dan diaplikasikan dalam beragam projectnya.
3. Untuk pilar organisasinya, sebera matang Ia sebagai organisasi pembelajar, strukturnya jejaring, apakah Ia sudah puya tim yang Self-organized yang berkontribusi kuat? inovatif, eksploratif dan membangkitkan rasa keingintahuan yang tinggi?

Mengukur seberapa jauh kita melangkah dan seberapa dekat lagi dengan tujuan menjadi penting. Apakah proses ini dibangun dengan sungguh-sungguh berorientasi keberlanjutan atau sesaat memastikan proses inovasinya melahirkan kemampuan adaptif, melompatkan pada kemajuan yang hakiki berkontribusi bagi peradaban.

Menemukan “Big Why”

Pernah ingat ngga ketika masa kecil, yang selalu kita utarakan adalah kalimat-kalimat tanya meminta penjelasan dengan awalan “Mengapa?” , saat beranjak dewasa bertanya mengapa kuantitasnya menjadi lebih sedikit, lebih banyak didominasi oleh asumsi.

Shosin, gabungan kata sho (bahasa Jepang: 初) yang berarti “pemula” atau “awal”, dan shin (bahasa Jepang: 心), yang berarti “pikiran”. Konsep Buddhisme Zen yang berarti “Beginers’ Mind” pikiran pemula. Mengacu pada sikap keterbukaan, keinginan. & minim prasangka ketika mempelajari suatu subjek, bahkan ketika belajar di tingkatan selanjutnya, berlaku seperti seorang pemula.

Istilah ini terutama digunakan dalam studi Buddhisme Zen dan seni bela diri Jepang, dipopulerkan di luar Jepang oleh buku tahun 1970 Shunryū Suzuki Zen Mind, Beginner’s Mind. Praktik ini adalah lawan dari keangkuhan & pemikiran tertutup yang sering dikaitkan dengan menganggap diri sendiri sebagai seorang ahli sehingga Ia bisa terjebak pada efek Einstellung, di mana seseorang menjadi begitu terbiasa dengan cara tertentu dalam melakukan sesuatu yang mereka lakukan. tidak mempertimbangkan atau mengakui ide / pendekatan baru.

Dalam Design Thinking, sangat penting mengasah kemampuan ini, memposisikan sebagai pemula selalu terdapat kemungkinan yang terbuka. Berbeda dengan asumsi, kerap menutup beragam kemungkinan yang bisa hadir membawa banyak alternatif solusi atau bahkan mimpi-mimpi baru. Proses Design Thinking memang sering bermula dari ambiguitas, disinilah kita belajar untuk mau dan mampu terbuka, bertanya mengapa berulang hingga mendalam. Memastikan ambiguitas berproses baik hingga memperoleh kejelasan (Clarity).

Shosin, akan membantu membukakan cakrawala untuk “Solving the right problem” karena Ia paham “Why-nya” lebih dalam paham akar masalahnya, kemudian kemampuan Shosinnya akan membawa para kemampuan “Solving the problem right” karena Ia membuka beragam kemungkinan gagasan baru memperoleh cara-cara kreatifnya.

Memelihara kemampuan Beginers Mind akan mempermudah mendapatkan banyak insight baru, bagian-bagian penting yang tak tersingkap karena terlalu banyak asumsi dan memungkinkan penjelasannya yang menyeluruh. Gimana dengan kamu?🤩

Team of Teams

Efek jejaring, baru saja kemarin membahas ini dengan beberapa kawan di ekosistem The Local Enablers, kali ini bersama Michael Lewrick penulis buku Design Thiking Playbook, salah satu penggunaan Design Thinking adalah memastikan proses perubahan sebuah organisasi bermuara pada sebuah ekosistem yang sehat sebagai muaranya.

Transformasi dari organisasi dengan struktur tradisional yang biasanya hierarkis-tersentralisasi menuju organisasi yang terdiri dari beberapa tim membentuk sebuah ko-kreasi, biasa disebut sebagai team of teams.

Bentuk ini melahirkan interaksi sebuah tim sebagai ekosistem yang terdiri dari tim-tim didalamnya, hanya saja ada nilai berbeda yang perlu dipahami yang sangat berbeda dengan tim hierarki tradisional yakni melakukan proses evolusi tim dengan cara;
1. Mau bekerja dengan aneka ambiguitas
2. Kolaborasi radikal dengan Design Thinking mindset
3. Pemimpin perlu menghubungkan beragam elemen organisasi

Proses ini menggerakan sebuah entitas bergerak dari struktur komando ke Team of Teams. Hal ini bermanfaat agar memiliki outcomes berupa network effects, dimana setiap elemen bergerak saling memperkaya dan menguatkan. Network effects adalah fenomena ketika suatu produk atau layanan menjadi lebih berharga ketika lebih banyak orang berinteraksi dan atau menggunakannya. Proses interaksi yang masih saling menguatkan menjadikan kondinya lebih berharga, sebuah ekosistem menjadi lebih kreatif karena tingkatan resourcefulnya menjadi tinggi.

Manfaat yang dirasakan memang signifikan untuk melakukan proses transformasi dari struktur komando tradisional jadi organisasi Team of Teams, tetapi ini tidak mudah. Hal yang mendasari bahwa pergerakan ini ditekankan karena sebuah purpose kuat daripada sekedar prosedur. Transformasi ditumbuhkan dengan cara;
1. Kesadaran bahwa ini adalah tim (Team Conciosness)
2. Menyemai rasa saling percaya,
3. Punya tujuan bersama,
4. Ikatan tim yang kuat dan komitmen untuk berbagi informasi secara real-time.
5. Setiap anggota tim harus paham sistem dari seluruh grup.

Proses ini bernama transformasi, maka tak boleh mencoba beralih langsung dari struktur komando-struktur langsung ke Team of Teams, lakukan bertahap ya!

Difusi Inovasi

Menginisiasi sebuah usaha berbasis inovasi, atau Strat-up memang sebuah perjalanan yang bukan sekedar perubahan mindset. Ia bermula dari keyakinan bahwa temuannya dapat memberikan jawaban dari sebuah masalah atau peluang baik dimasa yang akan datang.

Dalam perjalanannya, justru Ia membawa mindset baru bagi sekelilingnya dan ini lah awal perjuangan panjang meyakinkan sekeliling, bahkan timnya untuk memiliki keyakinan dan mindsetnya yang sama. Belum lagi Ia kemudian perlu banyak menebarkan gagasannya, meyakinkan pihak lain, berargumen dan terkdang dengan berat hati menyesuaikan idealismenya dengan realita demi mewujudkan visinya.

Perjalanan panjang ini cukup terwakilkan oleh serial seru Netflix terbaru, The Playlist. Menggambarkan perjalanan panjang Spotify menjadi sebuah startup yang inovatif.

Rangkaiannya sangat menarik buat yang into sama pergerakan bagaimana membuat usaha yang inovatif bagaimana merangkai perjalanannya

1. Menuangkan Visi
2. Menemukan & meyakinkan industri
3. Memperjuangkan legal standing yang kuat
4. Mengandeng tim Hacker terbaik
5. Mencari mitra yang se visi
6. Merangkul artis & mempercepat influece.

Karena sifatnya adalah Inovasi, maka perjalanan mendifusikannya memang adalah perjalanan yang panjang, Kita perlu punya nyali & konsisten hingga tujuan.
1. Inovasi berawal dari rasa yakin, teknis mewujudkannya akan terurai dalam proses problem solving yang panjang.
2. Inovasi perlu ekosistem, sayangnya ditahap awal sekeliling dipastikan belum bisa menerima cara pandang & berpikir hal baru.
3. Kebaruan, sering kali bertentangan dengan hukum, karena konteks jamannya berbeda. Hukum seringkali tak relevan dengan jaman, apalagi diera VUCA.
4. Tim yang dibangun dengan pendekatan baru, tak ada hierarki & dibangun dengan rasa percaya. Ga semudah itu dalam perjalannya!
5. Puluhan atau ratusan kali akan presentasi depan mitra & gagal, tak usah khawatir, ini jalan belajarnya.
6. Seorang early adopters terkenal luas akan membantu poses difusi inovasi.

Valaupun kita bisa jadi founder atau bagian lainnya, siapkan kepala yang terbuka, keberanian yang dirawat dengan optimisme dan Grit! konsistensi yang kuat sepanjang perjalannnya. #tleecosociopreneur

Resourceful Team

Resourcefulness, satu kata ini sedang sangat intensif dikemukakan dalam ekosistem kami. “Ekosistem yang resourceful, adalah sekelompok individu yang saling mengenal satu sama lainnya, mengisi beragam kekurangan dengan solusi dari anggota-anggota yang Ia kenali.” Resourceful akan membuncahkan kreatifitas kolektif, beragam gagasan dan sumbedaya dapat diakses dalam waktu singkat.

jika kita lekat dengan ekosistem yang saling kenal & berpadu, idealnya 1 orang + 1 orang bukan = 2, tapi eksponensial 2^2, jika 3 juga bukan total menjadi tiga tapi 3^3 begitu seterusnya. Jejaring yang baik adalah jejaring ekosistem yang saling terhubung didalamnya.

Model yang disampaikan oleh Robert Metcalfe, mungkin ini adalah model yang paling tepat terkait konsep “Resourceful Team” dimana timnya menjadi kreatif, selalu dengan mudah mendapatkan jawaban jika Ia ditantang pada sebuah masalah baru. Karena Ia terkoneksi dengan beragam sumbedayanya, dan hadir dikenali dan saling mengenalinya. Ekosistem yang saling kenal dan terhubung maka akan lebih dekat dengan solusi yang dapat beradaptasi dengan kesulitan-kesulitan baru dengan solusi-solusi baru.

Model ini mengambarkan setiap kali kita menambahkan simpul pada jejaringnya maka akan menambahkan konektifitas yang besar. Setiap kali kita menambahkan anggota, maka terjadilah pemambahan jumlah koneksi sebanding dengan kuadrat jumlah penggunanya. Setiap simpul baru yang tergabung, maka tumbuh pula koneksi pada tiap simpul yang ada.

Hubungannya dengan ekosistem yang resourceful, idealnya kondisi ini akan mengarahkan anggotanya untuk dapat berpikir secara kolektif-kreatif. Satu sama lainnya didorong untuk saling kenal potensi & kekuatannta, terbuka atas kolaborasi yang saling memperkaya hingga mudah mendapatkan jalan keluar jika mendapatkan tantangan-tantangan baru.

Timnya dibiasakan untuk mau saling berbagi temuan (Shared-Discovery) hingga membukanya pada hal-hal yang belum diketahui bersama. Hal ini akan membawa tim jadi inovatif, berakibat lebih cepat dengan mendorongnya bahwa setiap orang perlu punya semangat berani berpetualang, menemukan hal-hal baru membawa banyak kebaruan & energi-energi baru yang meletup terus-menerus.

Tiga Pilar Membawa Kemajuan

Wakanda, sebuah negeri yang sering jadi bahan guyonan di dunia nyata jika ada kondisi-kondisi yang tak lazim atau layak jadi objek pengalihan isu-isu yang tak relevan atau sindirian terhadap sesuatu yang tak lagi relevan.

Negeri Wakanda yang kaya Sumberdaya, terutama karena negerinya jutaan tahun lalu, dikisahkan memiliki bahan penting terbuat dari Meteorit bernama Vibranium. Bahan terkuat dialam yang memperngaruhi negerinya menjadi makmur.

Hal yang menarik sesungguhnya bukan tentang Vibraniumnya, dan betapa kayanya, tapi tentang bagaimana Ia menyeimbangkan antara kearifan lokal, kekayaan sumberdaya dan ilmu pengetahuannya. Tiga pilar yang membawanya pada kemajuan.

Berkaca pada Wakanda, tiga pilar ini sesungguhya menjadi penting sebagai pengingat bagi negeri besar ini. Negeri dengan sumber daya yang amat kaya, manusia yang sangat masif dengan kondisi terbaiknya dimasa-masa muda adalah kombinasi yang sempurna.

Ratu Shuri anak muda dengan kekuatan ilmu pengetahuannya adalah salah satu gambaran mengapa anak muda berpengetahuan menjadi mesin terkuat dalam perubahan. Para senior, sang ayah T’Chaka dan ibu Ramonda memberikan ruang bagi penerusnya melakukan eksperiman dengan basis pengetahuannya, Kakaknya T’Challa memberikan ruang bagi adiknya dengan memberi contoh-contoh baik kepemimpinan sekaligus kearifan lokalnya.

Negeri penuh sumbedaya dikelola dengan kearifan & ilmu pengetahuan menghasilkan kemajuan-kemajuan dalam bentuk kesejahteraan. Disaat yang sama juga memberikan tantangan ancaman dari dalam dan luar karena jadi banyak yang merasa terancam dengan kemajuannya.

“We have watched and listened from the mountains. We have watched with disgust as your technological advancements have been overseen by a child who scoffs at tradition.”
―M’Baku

Menyeimbangan kaum muda, pengetauan dan kearifan memang sering kali jadi tantangan berat. Sudut pandang yang sering terlupakan adalah bagaimana garis waktu dibawa jauh ke masa depan, apakah setiap kebijakan yang diambil dinegeri kaya sumberdaya ini akan berdampak jauh dimasa depan, atau jangan-jangan kekayaannya dikeruk masa kini namun masa depan jatuh pada jerat kemiskinan yang akan jauh lebih berat memulihkannya.

Slow Thinking ; Mengurai Bingung

“Boleh ngga kata-kata “Bingung” 😩diganti dengan “Bagaimana caranya?” 🧐 Satu jawaban dalam sesi diskusi kemarin. Membuka peluang dengan mengutarakan kalimat “Bagaimana caranya” ketimbang “Saya Bingung” atau “Tapi” adalah salah satu cara membuka peluang, terbuka akan postensi solusi.

Iseng-iseng pagi ini membuat “Kompas Bingung” menggambarkan bagaimana caranya kita agar bisa fokus pada solusi dari pada fokus pada permasalahan. Kompas ini adalah tools dimana kita bisa meluangkan waktu untuk mempelajari masalah dengan lebih kontekstual, menghindari kebingungan apalagi kebuntuan🥳

Sebelum bingung, buka dulu 6 pintu tiga dimensi ini agar kita bisa lebih paham dalams sebuah proses penyelesaian masalah.

Sumbu X
1.Tarik Garis Ke Masa Depan
Tarik garis kedepan, panjangkan cakrawala waktunya ke masa depan. Agar kita bisa membagi waktu dan sumberdaya, tidak semua harus terselesaikan sekarang. Tapi konsisten menumbuhkannya hingga satu titik waktu dimasa datang.

2.Lihat Sejarah di Masa Lalu
Lihat masa lalu, bagaimana sejarahnya. Lihat lagi “Big Why”, filosofi ketika sesuatu bermula, bagaimana pembelajaran dimasa lalu. Apa yang bisa dipetik pembelajarannya. Apa yang baik yang bisa dilanjutkan, serta apa yang perlu diperbaiki.

Sumbu Y
3.Perspetktif yang Lebih Tinggi
Tinggikan cakrawala ke atas, lihat dari perspektif yang lebih luas. “Helicopter View” , perspektif sistem, hingg kita paham apa yang terjadi secara menyeluruh.

4.Perdalam Wisdom
Tinggikan cakrawala ke atas, lihat dari perspektif yang lebih luas. “Helicopter View” , perspektif sistem, hingg kita paham apa yang terjadi secara menyeluruh

Sumbu Z
5.Perluas Pengetahuan
Melihat beragam referensi pengetahuan sebagai asupan sumberdaya dalam menghasilkan solusi baru

6.Perkaya Sumberdaya
Mengembangkan kolaborasi, memahami pentingnya berbagi peran, menyamakan tujuan dan bersinergi dalam mencapainya

Memperluas cakrawala dari tiga sumbu ini memang perlu waktu, tak bisa tergesa-gesa dalam prosesnya. Setiap kita tarik sumbu ke X, Y dan Z akan sangat memungkinkan menemukan beragam insight baru. Menggiring kita untuk memiliki “Creative Confidence” yang lebih kuat dan melompat membawa perubahan.

Selamat berproses!🚀🚀