3 Pilar Kepemimpinan dalam Inovasi

Mengelola inovasi memang perlu karakter kepemimpinan unggul, bisa menempatkan dirinya pada situasi dan kondisi yang berbeda dengan kemampuan adaptibilitasnya.

Tantangan pemimpin tentunya adalah bagaimana Ia bisa membangun budaya inovasi yang kuat, punya visi jelas tentang arah inovasi organisasi & bagaimana inovasi tersebut akan menghasilkan nilai tambah, menjalin kemitraan dengan para inovator, mengelola risiko inovasi, memiliki proses baik untuk mengelola risiko inovasi, menyediakan sumber daya yang cukup & mengukur kinerja yang tepat untuk memastikan bahwa inovasi organisasi berjalan dengan baik.

Selain itu, memang sepanjang hayatnya berkomitmen menjadi pembelajar dimana hingga semakin matang Ia menemukan perpaduan yang tepat dari setidaknya tiga kualitas penting dirinya:

✔️Pola Pikir Terbuka:
Pemimpin organisasi yang inovatif perlu siap untuk mengesampingkan gagasan yang sudah terbentuk sebelumnya dari pemangku-pemangku kepentingan yang terlibat/karena struktur organisasi/perusahaan serta tugas-tugas yang ada.

Dengan demikian, ia akan memahami sudut pandang orang lain dengan memfasilitasi diskusi-diskusi terbuka & perdebatan positif mengarah pada kebaruan-kebaruan. Mendengarkan pendapat orang lain, Menerima kritik secara konstruktif, perlu terus terbuka untuk belajar hal baru & mempertimbangkan opsi yang berbeda, toleran terhadap perbedaan, berbicara secara jujur dan terbuka. Pemimpin harus berani mengungkapkan pandangannya sendiri, sambil tetap terbuka terhadap pandangan orang lain

✔️Kemampuan untuk Mengelola Paradoks:
Pemimpin perlu mampu mengenali keberadaan paradoks dan memahami bahwa ada beberapa situasi di mana tidak ada jawaban yang benar atau salah. Paradoks dapat muncul dalam situasi seperti kecepatan vs kualitas, fleksibilitas vs stabilitas, inovasi vs efisiensi, dll.

✔️Kualitas Pribadi yang Tepat:
Memimpin inovasi tentu membutuhkan tingkat kepercayaan diri dan kerendahan hati yang tinggi. Belum lagi menuntut wawasan, keterlibatan, keingintahuan, dan tekad kuat yang akan menjadi karakteristik penting, terlebih mereka akan berkembang dalam ambiguitas & ketidakpastian.

Belajar sepanjang hayat yaa🤝

The Paradoxes of Collaboration

Memang mudah berkata “Yok kita kolaborasi!”, Yok kita berinovasi!” Yuk bisa Yuk! Pada kenyataannya beragam paradoks muncul & perlu dikelola terutama gesekan pandangan pribadi & organisasinya tempat Ia bernaung

Paradox adalah sebuah situasi atau pernyataan yang bertentangan dengan logika atau intuisi umum. Ia bisa muncul ketika ada dua ide atau gagasan yang terlihat benar secara terpisah, tetapi ketika digabungkan, mereka menghasilkan hasil yang tidak masuk akal atau bertentangan dengan harapan.

Paradox sering kali merupakan sumber perdebatan, karena dapat memunculkan pertanyaan tentang sifat dasar realitas atau ketidakmungkinan sebuah situasi.

The Paradoxes of Collaboration adalah serangkaian paradoks yang menggambarkan tantangan dan kontradiksi yang muncul dalam kolaborasi antara individu atau kelompok yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang sama.

Konsep ini menyatakan bahwa terdapat beberapa paradoks yang harus dihadapi dan diselesaikan ketika melakukan kolaborasi. Beberapa paradoks tersebut antara lain:

1. Paradoks kepercayaan🥳
Untuk dapat bekerja sama secara efektif, individu atau kelompok harus saling mempercayai, namun kepercayaan tersebut hanya dapat dibangun melalui interaksi & waktu yang cukup.

2. Paradoks otonomi🔑
Individu atau kelompok harus memiliki otonomi dalam membuat keputusan & bertindak, namun juga harus mengikuti aturan dan tujuan bersama.

3. Paradoks keterbukaan🎤
Individu atau kelompok harus terbuka untuk berbagi informasi dan pandangan mereka, namun juga harus merahasiakan informasi yang sensitif dan mempertahankan privasi.

4. Paradoks sumber daya💰
Kolaborasi memerlukan sumber daya yang cukup untuk berhasil, namun juga membagi sumber daya yang terbatas & menyeimbangkan kebutuhan masing-masing individu atau kelompok.

5. Paradoks identitas🤔
Individu atau kelompok harus mempertahankan identitas dan kepentingan mereka sendiri, namun juga harus mengidentifikasi dan mengintegrasikan kepentingan bersama.

Paradoks ini menggambarkan bahwa kolaborasi yang sukses perlu keseimbangan yang tepat antara kepentingan individu & tujuan bersama & kemampuan untuk mengatasi kontradiksi & tantangan yang muncul selama proses kolaborasi🎯

The Ability to Innovate!

Setelah Willingness to Innovate, pertanyaan berikutnya adalah The Ability to Innovate! Mau banget berinovasi, tapi seberapa mampu? Punya pemimpin berkualitas & tim dengan rasa komunitas yang tepat memang diperlukan, tetapi ga cukup. Ada beberapa kemampuan khusus yang perlu dikembangkan, ditumbuhkan & dikawal untuk tumbuh. Ada 3 hal penting yang jadi pilar sebuah tim jadi bisa berinovasi, bukan sekedar mau berinovasi!

✔️Creative Abrasion:
Ini adalah kemampuan meramu beragam ide berbeda. Mampu memanfaatkan fakta bahwa solusi inovatif biasanya muncul ketika ide-ide yang muncul karena beragam bahkan bertentangan. Organisasi inovatif justru mampu menyatukan perspektif beragam & keahlian yang luas. menciptakan dialog yang menghasilkan kumpulan ide yang menawarkan berbagai pendekatan yang kemudian memungkinkannya menjadi hibrida yang lahir dari berbagai sudut pandang yang dirangkul & mengelola sejumlah paradoks yang tak punya “jawaban yang benar” hingga disesuaikann secara terus-menerus.

✔️Creative Agility:
Ketangkasan ini diperlukan untuk bisa mengembangkan & menguji pilihan-pilihan berbeda, belajar dari hasil & mau selalu mencoba lagi. Tim perlu menahan dari ketergesaan dalam menghilangkan ide-ide/opsi-opsi yang timbul. Ketangkasan kreatif ini mengandalkan refleksi, tapi basisnya menggunakan data untuk mengevaluasinya & mengungkap kemungkinan-kemungkinan baru.

✔️Creative Resolution:
Kemampuan tim untuk menyatukan semua kelompok pembelajaran – bahkan ide-ide yang pernah dianggap saling eksklusif sekalipun. Pada organisasi tradisional pengambilan keputusan sering diputuskan sebagai keharusan memilih antara “A” / “B”, padahal pada organisasi inovatif tidak bisa terjebak dengan pola pikir biner ini. Ia harus mampu melampaui pola pikir biner & mengintegrasikan aspek, sudut pandang, meramu & memetakan banyak solusi yang mungkin untuk menciptakan hasil yang unggul & berhasil dalam jangka pendek & panjang.

Jika dibaca memang mudah ya! tapi dalam pelaksanaannya memang kerap kali menimbulkan beberapa hal paradoks yang memungkinkan terjadinya kegagalan penguasaan keterampilan inovasi & atau proses inovasinya jadi berjalan lamban. Berikutnya, kita bahas ya!🚀🚀

Willingness To Innovate

Jika selama ini kita mendengar istilah Willingness To Pay, yakni seberapa besar pelanggan mau membayar atas produk kita, dalam proses inovasi ada istilah lain sebelum menciptakan produk yang inovatif, yakni “Willingness To Innovate”, menjadi menarik, karena dalam proses menciptakan inovasi belum tentu seluruh anggota jadi bagian yang ingin berinovasi & melahirkan kebaruan yang diterima masyakarat.

Willingness to innovate / kemauan untuk berinovasi mengacu pada kemampuan individu / organisasi untuk membuka diri terhadap perubahan & mencari cara baru untuk memecahkan masalah atau meningkatkan kinerja mereka. Kemauan yang melibatkan keinginan & tekad untuk menciptakan atau mengadopsi produk, layanan, atau proses baru yang dapat meningkatkan nilai bagi organisasi atau masyarakat & agar tetap relevan & berkompetisi di pasar yang terus berkembang & berubah.

Banyak literatur menunjukkan bahwa manajemen yang berhasil dari perjuangannya adaptasinya akan sangat bergantung pada kemampuan pemimpinnya untuk memupuk kemauan agar tetap berada pada jalur yang menantang & sering terasa sebagai ketidak-efisienan. Kemauan untuk berinovasi dapat ditopang oleh 3 pilar kebersamaan hingga dapat menciptakan rasa komunitas yang diperlukan, yakni;

1) 🎯 Shared Purpose:
Komunitas menjadi prioritas dari tujuan bersama yang melintasi fungsi dan geografisnya. Tujuan bersama ini melampaui sekadar menambah nilai / menghasilkan produk; organisasi inovatif sering melihat apa yang mereka lakukan adalah sebuah pengungkit untuk mempengaruhi perubahan yang lebih luas lagi.

2) ❤️ Shared Values:
Komunitas inovatif juga terikat bersama oleh nilai-nilai bersama yang mendorong bagaimana mereka mencapai tujuan bersamanya. Nilai-nilai itu biasanya mencakup ambisi yang berani, pendekatan kolaboratif dalam bekerja, keinginan untuk belajar & rasa tanggung jawab bersamac terhadap kelompoknya

3) ✔️Rules of Engagement: 
Proses inovasi biasanya sangat dinamis, tapi jangan menjadikannya chaotic. Bagaimana enggagement diantara tim dipandu oleh ethos yang sama & melakukan penyelarasan antar perbedaan perdebatan dengan sikap saling menghargai & menumbuhkan rasa saling percaya❤️

Memperkaya Solusi Kreatif Baru yang Kontekstual

Gimana caranya kita bisa memperkaya proses sebuah proses desain, terutama dalam menciptakan solusi?

Coba deh kerangka kerja yang dituliskan oleh Dev Patnaik dan Michael Barry yang memperkenalkan konsep empat kuadran yang dapat membantu dalam memahami pendekatan pemikiran yang berbeda-beda :

✔️Kuadran Konkret-Analitis: Pemikiran konkret-analitis lebih condong pada penggunaan logika dan data konkret untuk memecahkan masalah dan membuat keputusan. Pendekatan ini biasanya didukung oleh pengumpulan data, analisis, dan fakta yang akurat. Lakukan OBSERVASI pada tahap ini.

✔️Kuadran Sintesa-Abstrak: Pemikiran Analisa-abstrak biasanya terfokus pada detail dan fakta, tetapi juga mempertimbangkan pandangan yang lebih luas dan abstrak. Pendekatan ini mungkin memperhatikan keunikan atau sisi artistik dari suatu masalah.

✔️Kuadran Abstrak-Analitis: Pemikiran abstrak-analitis lebih condong pada pendekatan analitis, tetapi dengan menggunakan pandangan yang lebih luas dan filosofis. Pendekatan ini dapat melihat masalah dalam konteks yang lebih luas atau mempertimbangkan nilai-nilai etika atau moral dalam pengambilan keputusan. Cari INSIGHT baru pada tahap ini.

✔️Kuadran Konkret-Sintetis: Pemikiran konkret-sintesa mencakup pemikiran kreatif dan inovatif dalam mencari solusi. Pendekatan ini mungkin mempertimbangkan ide-ide baru dan pandangan yang berbeda dalam mencari solusi. Segerakan bikin solusi dengan iterasi-iterasi awal pada kuadran ini dan validasi.

Gunakan keempatnya dan dilakukan secara iteratif yaa, agar mendapatkan beragam solusi yang lebih baik dalam prosesnya🧐

Dengan memahami empat kuadran ini, kita sebagai perancang bisa mengembangkan solusi yang lebih komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan berbagai pendekatan pemikiran yang berbeda-beda menjadi sebuah solusi kreatif baru yang kontekstual.

Boleh dicoba nih🚀
Btw, kapan nih ketemuan kita diskusi bareng?

Ecosystem Design dalam Design Thinking

Bagaimana pemahaman ecosystem design dalam design thinking?

adalah konsep yang fokus pada pembuatan sistem / lingkungan berkelanjutan & dapat mendukung interaksi yang kompleks antara berbagai elemen dalam sebuah sistem.

Dalam konteks desain, ecosystem design digunakan untuk membangun lingkungan yang lebih baik untuk pengguna & produk, mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi dari penggunaan produk & layanan terhadap lingkungan & masyarakat sekitarnya.

Konsep ini juga mengarah pada mempertimbangkan dampak yang lebih luas pada seluruh ekosistem, seperti keseimbangan alam, sosial, dan ekonomi.

Pemahamantentang ecosystem membantu para desainer untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari produk / layanan yang mereka rancang & menciptakan solusi yang lebih berkelanjutan, mengurangi dampak lingkungan yang tidak diinginkan & memperkuat interaksi antara manusia, teknologi & lingkungan.

Salah satu yang cukup intens membahas terkait ini adalah Michael Lewrick, salah satu bukunya dalam bukunya “The Design Thinking Playbook: Mindful Digital Transformation of Teams, Products, Services, Businesses & Ecosystems” mengemukakan bahwa business growth dapat dicapai melalui pendekatan design thinking yang berfokus pada pengembangan inovasi secara sistematis & berkelanjutan.

Business growth terjadi ketika suatu perusahaan mampu menciptakan nilai yang lebih besar bagi pelanggan & lingkungannya dengan cara yang lebih efektif & efisien dibandingkan dengan pesaingnya.

Untuk mencapai hal ini,berfokus pada 4 faktor utama;

✔️Value proposition: mampu menawarkan nilai tambah yang unik yang berbeda dari pesaingnya, dengan memahami kebutuhan & keinginan pelanggan.

✔️Business model: memiliki model bisnis yang berkelanjutan & menguntungkan secara finansial, dengan mempertimbangkan bagaimana menghasilkan pendapatan & mengelola biaya.

✔️Inovasi:terus berinovasi & mengembangkan produk, layanan & proses bisnis baru untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar yang berubah

✔️Ekosistem: harus membangun ekosistem yang kuat dengan melibatkan beragam mitra bahkan bisa jadi pesaingnya.

Yok bareng2 bikin kuat ekosistem bersama yok!

Menjadi Organisasi Pembelajar

Biar organisasi kamu jadi organisasi pembelajar, salah satu kerangka yang jadi favorit kami adalah Johari Window yang digunakan untuk menggambarkan bagaimana persepsi diri dan persepsi orang lain dapat mempengaruhi hubungan interpersonal🥳

Konsep ini bermanfaat bagi organisasi pembelajar karena membantu individu dalam kelompok untuk memahami kondisinya & membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik🚀

Dengan memahami area- area terbuka (open), yang diketahui oleh diri sendiri & orang lain, serta area yang dirahasiakan (hidden) / tidak diketahui (unknown), individu dapat memperoleh wawasan yang lebih baik tentang diri mereka sendiri dan lingkungan mereka. Hal ini dapat membantu mereka untuk meningkatkan keterampilan interpersonal & memperbaiki hubungan kerjanya🤝

Bisa juga membantu organisasi dalam menciptakan lingkungan yang lebih terbuka, kolaboratif & efektif, serta membantu individu dalam kelompok untuk meningkatkan keterampilan interpersonalnya & mengembangkan diri secara profesional.

Gimana cara menerapkanya?🤔

✔️Self-assessment: Lakukan evaluasi diri secara objektif & jujur ​​tentang keterampilan & perilaku kita. Identifikasi area di mana kita merasa percaya diri & keahlian, serta area yang mungkin perlu ditingkatkan.

✔️Bicara dengan orang lain: Ajak teman, rekan kerja / atasan untuk memberikan umpan balik tentang perilaku, keahlian, & keterampilan kamu. Kita akan memperoleh persepsi orang lain tentang diri kita, termasuk apa yang mereka anggap sebagai kekuatan kita dan di mana Anda dapat berkembang.

✔️Menerima umpan balik dengan lapang dada & tanpa membenarkan atau membela diri. Dengarkan dengan seksama apa yang orang lain katakan tentang kita & coba untuk memahami sudut pandang mereka.

✔️Membuka diri: Bagikan informasi tentang diri kita dengan kelompok kerja yang akan membantu memperluas area terbuka (open) pada jendela Johari & mencipta lingkungan kerja yang lebih terbuka & saling percaya.

✔️Memperbaiki diri: Gunakan informasi dari proses Johari Window untuk meningkatkan diri. Fokus pada pengembangan keterampilan / perilaku yang perlu ditingkatkan & manfaatkan kekuatannaya untuk memperoleh hasil jadi lebih baik.🫡

Selamat berproses🤗

Pengambilan Keputusan secara Inklusif

Pastikan setiap orang terlibat yaaa! Organisasi pembelajar buat tim makin kreatif, gimana melibatkannya?

Pengambilan keputusan secara inklusif adalah proses pengambilan keputusan yang melibatkan partisipasi dari beragam perspektif dan kelompok yang berbeda dalam suatu organisasi atau masyarakat.

Tujuannya tentunya adalah untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil mencerminkan kebutuhan dan kepentingan semua anggota masyarakat atau organisasi.

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk melakukan pengambilan keputusan secara inklusif🥳

✔️Identifikasi stakeholder yang terlibat dalam pengambilan keputusan: Stakeholder adalah pihak-pihak yang akan terpengaruh oleh keputusan yang diambil. Identifikasi dan undanglah mereka untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan🥳

✔️Pilih metode yang sesuai: Pilih metode yang sesuai untuk memfasilitasi diskusi dan pengambilan keputusan yang inklusif, seperti focus group, workshop atau forum diskusi😁

✔️Buat ruang untuk partisipasi aktif: Buatlah ruang yang aman dan terbuka untuk semua stakeholder untuk berpartisipasi secara aktif dan memberikan masukan mereka🫡

✔️Berikan informasi yang lengkap: Berikan informasi yang lengkap dan transparan kepada semua stakeholder sehingga mereka dapat membuat keputusan yang didasarkan pada fakta dan data yang valid😎

✔️Beri waktu yang cukup: Berikan waktu yang cukup bagi stakeholder untuk mempertimbangkan opsi yang tersedia dan memberikan masukan mereka🧐

✔️Pertimbangkan semua opsi: Pertimbangkan semua opsi yang tersedia dengan cara yang objektif dan adil, tanpa memihak pada satu kelompok atau individu tertentu.

✔️Evaluasi keputusan: Setelah keputusan diambil, evaluasi hasilnya secara terbuka dan transparan dan berikan kesempatan bagi stakeholder untuk memberikan masukan dan umpan balik🤓

✔️Dengan mengikuti langkah-langkah ini, proses pengambilan keputusan secara inklusif dapat membantu organisasi atau masyarakat untuk mencapai keputusan yang lebih baik dan memperkuat hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi☺️

Ayo gas belajar lagi🚀🚀

Lean UX & Agile UX

Lean UX & Agile UX adalah 2 pendekatan yang berbeda dalam pengembangan desain user experience/UX. Meskipun keduanya punya fokus pada kerja tim, keterlibatan pengguna & iterasi, bedanya dimana?🥳

Lean UX fokus pada pengurangan pemborosan dan efisiensi dalam proses desain UX, pengujian cepat & pembuatan prototipe untuk memvalidasi hipotesis desain sebelum membuat produk secara keseluruhan. Tujuannya untuk memastikan bahwa solusi UX bisa memenuhi kebutuhan pengguna & pasar secara efisien🤓

Sementara Agile UX fokus pada pengembangan iteratif & kolaboratif dengan menggabungkan praktik Agile dalam pengembangan produk, menekankan pada pengembangan produk secara cepat dan adaptif, dengan berfokus pada pengembangan minimum viable product (MVP) & perbaikan berkelanjutan berdasarkan umpan balik dari pengguna😘

Keduanya punya keuntungan & kekurangan masing-masing & pilihan tergantung pada tim & proyeknya. Tapi juga keduanya saling melengkapi & dapat digabungkan untuk menciptakan proses desain UX yang kuat & efektif.

Meski Agile UX bisa memberikan banyak manfaat, ada beberapa kesulitan yang mungkin muncul saat implementasinya. spt:

✔️1. Perlu keterlibatan & kolaborasi yang tinggi dari seluruh tim dan pemangku kepentingannya. Hal ini dapat menjadi sulit jika tim tidak terbiasa / terpisah secara geografis.

✔️2. Hambatannya biasnya berupa struktur organisasi, kebijakan dan prosedur yang kaku, serta kurangnya dukungan dari manajemen & pemangku kepentingan lainnya.

✔️3. Integrasi Agile dengan proses bisnis yang ada: Agile UX sering kali memerlukan perubahan dalam proses bisnis yang ada, yang mungkin sulit diimplementasikan secara cepat atau tanpa mengganggu operasi yang sedang berjalan.

✔️4. Implementasi Agile UX memerlukan keterampilan dan pengalaman yang khusus dari seluruh anggota tim. Hal ini menjadi sulit jika tim tidak punya memiliki pengalaman dan keterampilan yang diperlukan.

✔️5. Dalam upaya untuk mengembangkan produk dengan cepat, tim bisa mengabaikan kebutuhan pengguna / fokus pada solusi yang lebih mudah untuk diimplementasikan, daripada pada solusi yang paling efektif / inovatif.

Menantang memang mewujudkannya, coba dilatih lagi kesabaran berprosesnya!🦾🤩

Business Thinking & Design Thinking

Business thinking dan design thinking adalah dua pendekatan yang berbeda dalam memecahkan masalah dan mengembangkan ide.

✔️Business thinking fokus pada pengembangan dan pertumbuhan bisnis dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti biaya, keuntungan, dan pasar.

✔️Sedangkan design thinking fokus pada pemahaman mendalam tentang pengguna dan menemukan solusi kreatif yang menyelesaikan masalah pengguna dengan cara yang efektif.

Bedanya antara business thinking dan design thinking adalah:

✔️Tujuan utama: Business thinking bertujuan untuk mencapai keuntungan dan pertumbuhan bisnis, sedangkan design thinking bertujuan untuk menciptakan solusi inovatif untuk masalah pengguna.

✔️Proses yang digunakan: Business thinking menggunakan metode analisis data dan strategi bisnis untuk mengembangkan dan mengoptimalkan bisnis, sedangkan design thinking menggunakan pendekatan empiris untuk mengembangkan solusi kreatif untuk masalah pengguna.

✔️Fokus pada pengguna : Design thinking memprioritaskan kebutuhan pengguna dan berusaha memahami perspektif mereka secara mendalam, sementara business thinking lebih berfokus pada kepentingan bisnis.

✔️Pembuatan keputusan : Business thinking mengutamakan pengambilan keputusan berdasarkan analisis data dan strategi bisnis, sementara design thinking lebih mengutamakan pengambilan keputusan yang didasarkan pada pemahaman mendalam tentang pengguna dan berfokus pada solusi kreatif dan inovatif.

✔️Orientasi waktu : Business thinking lebih berorientasi pada jangka pendek, sementara design thinking lebih berorientasi pada jangka panjang dan keberlanjutan solusi.

Pastikan keduanya berjalan beriringan, business thinking maupun design thinking dapat saling melengkapi dalam pengembangan bisnis dan pengembangan produk yang sukses.

Keduanya bisa digunakan bersama-sama untuk mencapai tujuan yang lebih baik dan menciptakan solusi yang lebih inovatif. Ayoo latih lagi skillnya! #tleecosociopreneur