Membangun Kultur Profesional menjadi Hal Penting

Mendirikan bisnis bagi sebagian besar orang adalah impian yang diidam-idamkan. Bisnis tak lepas juga dari Badan Hukumnya. Badan hukum ini adalah legalitas dari entitas organisasi yang Ia dirikan. Entitas berupa wadah Ia mengarungi lautan mimpinya, menuju tujuan yang Ia idamkan. Walau saat ini, entitas ini dapat dengan mudah didirikan walau seroang diri, namun dalam perjalanannya biasanya akan banyak menemukan banyak anggota tim yang terlibat kemudian bersama-sama mendayung kapan secara konsisten menuju titik cita-citanya.

Banyak bentuk badan usaha yang bisa dipilih, bisa PT, CV, Koperasi, Bumdes dan banyak lagi. Memilih bentuk ini layaknya seperti memilih kendaraan yang tepat. Strateginya disesuaikan dengan apa yang akan dituju, jangan sampai salah memilih bentuknya. Memilih bentuknya akan membantu mengakselerasi pencapaian visinya dikemudian waktu.

P.T. salah satu yang jadi favorit buat yang sedang mendirikan bisnis. Walau semaakin mudah mengurusnya ada ada hal yang sering kita lupakan adalah kulturnya yang perlu dibangun secara baik. Banyak juga kejadian kesepakatan para Founders buat usaha profesional tapi kandas karena kulturnya tak dibangun dan masih terjebak dengan kultur individualis. Apalagi usaha dengan tim, “”No one can whistle a symphony. It takes a whole orchestra to play it.” – H.E. Luccock”

Membangun kultur profesional menjadi hal penting, beberapa contoh sederhananya dilakukan dengan cara.

1) Memastikan pengelolaan keuangannya terpisah dengan individunya,
2) Dalam mengambil keputusan memastikan sadar penuh bahwa kita ini tim! ada organisasi yang mekanismenya jalan bersama.
3) Karena ini entitas legal, maka ada konsekwensi hukum & administrasi yang perlu ditaati.
4) Ada kultur usaha yang perlu dibangun seiring sejalan dengan sehat, coba bayangkan mendayung perahu tapi tiap orang berbeda arah dan tak konsisten, bagaimana lajunya perahu tsb?

Wadah dibentuk jadi entitas baru yang perlu dihidupkan, didalamnya dipastikan setiap orang untuk saling konsisten mendayungnya secara sinergis, saling kuatan dan mengatur energinya agar kita bisa sampai tujuan.

Gimana perahu kamu, aman?

The Johari Window

Mendampingi beragam ekosistem untuk memiliki kultur kolaboratif & melompatkanya pada inovasi yang berkelanjutan adalah hal menantang!

Membangun budaya inovasi, prosesnya dibangun dengan konsisten, melakukan transformasi yang diarahkan untuk jadi ekosistem yang inovatif. Memastikan setiap tim & anggotanya mau berinteraksi, bersinergi satu sama lainnya serta menggerakkannya pada kemajuan. Meyakinkannya berjalan beriringan juga sebuah hal yang menantang.

Salah satu hal yang bisa mendorong ekosistem mengakselerasi proses inovasinya adalah dengan memumbuhkan keberanian untuk membuka wahana-wahana baru, mengeksplorasi dunia yang belum dikenalinya.

Mengupas lagi Jendela Johari, mengkotekstualisasinya kedalam ekosistem organisasi yang ingin lebih inovatif ternyata sangat bisa. Dalam kultur konvesional, kenyataannya kita lebih banyak dihadang dengan area-area ketidaktahuan. Bahkan lebih kompleks, karena bisa jadi ketidaktahuan ini sama-sama tidak terungkap oleh orang lain dalam tim.

Membiasakan setiap individu mendapatkan ruang aman, bebas dan terdorong untuk dapat berinteraksi akan membawa probabilitas lebih besar pada terwujudnya inovasi alih-alih Ia terjebak pada paradoks kreatif.

Inovasi selalu memerlukan umpan balik atas setiap gagasan atau temuannya. Mencipta kebiasaan untuk berani & mau meminta umpan balik adalah hal yang penting dimulai. Keterbukaan juga akan lebih akseleratif jika setiap orang mau berterusterang tentang dirinya – Self Disclosure, memudahkan sekelilingnya menjadi paham. Nah gimana agar bisa berani dong?

Secara tim, sebuah ekosistem akan menjadi Resourceful jika didalamnya dibiasakan untuk mau saling berbagi temuan (Shared-Discovery) hingga membukanya pada hal-hal yang belum diketahui bersama. Hal ini akan menembus kuadran yang paling inovatif, tentunya akan lebih cepat dengan mendorongnya bahwa setiap orang perlu punya semangat berani berpetualang, menemukan hal-hal baru membawa banyak kebaruan dan energi-energi baru yang meletup secara terus-menerus.

Jadi ekosistem yang terbuka, dimana banyak Radical Honesty terjadi memberanikan dirinya bereksplorasi dan menemukan peluang-peluang baru yang jadi energi buat bergerak maju dan adaptif.

Memahami Point Of View (POV) System

Dalam industri & bisnis sangat kental dengan perspektif pelanggan, kunci apakah kita dapat memberikan jawaban atas kebutuhannya/tidak. Perspektif ini sangat mudah terungkap jika kita memiliki kemampuan empati.Perspektif ini dinamakan Point Of View (POV) personal.

Jika persona yang terlibat banyak & saling berinteraksi maka akan hadirlah sebuah ekosistem dalam sebuah lingkungan yang menyelimutinya. Nah disini akan hadir sebuah POV baru, yakni POV System. Berbeda dengan sudut pandang personal, POV System membawa kita melihat dari level yang lebih tinggi atau Helicopter View.

Jika POV persona punya sifat, begitu juga ketika bermacam persona berinteraksi dalam sistem. Sistemnya pun akan memiliki perilaku. Bayangkan saja jika kita berada dalam sebuah lingkungan & berinteraksi. Ada yang memberikan aksi positif melahirkan reaksi positif dan kebalikannya. Atau memberikan aksi negatif malah menuai reaksi positif.

Jika kita memetakannya, kita jadi tau akan kemana ekosistem ini berakhir kelak, positif atau negatif? jatuh atau melesat?

Memahami perspektif dari sistem akan bermanfaat, menjadi bekal berpikir kritis yang penting. Penting karena dalam keseharian kita berinteraksi dengan banyak pihak & beragam keputusan pun diambil. Hal ini akan berdampak pada ekosistem kerja, baik jangka panjang atau pendek, baik atau buruknya.

POV sistem dibutuhkan untuk melihat gambaran keseluruhan & bukan hanya sebagian, memahami konteks yang lebih luas, merekognisi interaksi antar tingkat & mengambil pendekatan interdisipliner. Menjadi penting karena kegunaannya memastikan kita punya opsi terbaik yang bisa menjamin keberlanjutan jangka pendek/panjangnya.

Sistem yang baik melahirkan interaksi yang sehat, dalam jangka panjang pun membawa pada kemajuan. Lebih seru sebenarnya menggabungkannya dengan POV persona & system, jadi Human-Centered Systems Thinking. Sebuah sistem yang dirancang bagi kesejahteraan penghuninya.

“Systems thinking is a discipline for seeing wholes. It is a framework for seeing interrelationships rather than things, for seeing ‘patterns of change’ rather than ‘static snapshots.”– Peter Senge

Kapan kita belajar bareng lagi?

Beyond Function

Percakapan bersama para bimbingan, membahas perubahan perilaku & pola konsumen di era digital. Membahas sebuah produk minuman teh X Vs teh Y. Salah satu kalimat yang paling diingat dari salah satu teh tersebut adalah slogannya yang menyebutkan apapun makanannya, maka teh X-lah minumannya.

Kemudian saya jelaskan konsep “The Jobs To Be Done” sebuah konsep bagaimana sebuah produk dikonsumsi dan dinikmati pelanggannya. Kalimat “dinikmati” disini menjadi penting karena berupa “experince yang dialami & outcomes yang konsumen ingin-dapatkan setelah Ia mengkonsumsinya”. Bukan semata-mata aspek fungsional, tapi bisa juga tentang dimensi personal, dimensi sosial dan relasi sosial.

Secara mudahnya konsep TJTBD ini adalah hal yang merujuk pada hal-hal yang “Beyond Functions”. Lebih mudah lagi dengan contoh Teh X dan Teh Y, dengan mengajukan pertanyaan ini; “Seberapa lama kamu mengkonsumsi teh X, bandingkan dengan teh Y” Teh X dipromosikan sebagai minuman yang enak dikonsumsi sehabis makan, biasanya semenit juga habis. Enak!

Namun jika dibandingkan dengan kompetitormya teh Y, teh ini bisa dikonsumsi sedikit-sedikit, bahkan lama konsumsinya bisa 1 sd 2 jam. Nikmat!

Enak Vs Nikmat. Perbedaannya ada di waktu konsumsi sudah pasti, outcomesnya juga beda. Teh X hanya menyegarkan selepas makan, dan Teh Y bisa membuat segala aktivitas jadi “mood banget”. Hal ini sesuai dengan kebutuhan produk saat ini yakni memberikan “experience” hal ini mengapa produk perlu hadir “beyond function” karena yang dituju adalah outcomes berupa “Ketika menggunakan dan seusai menggunakannya, konsumen bisa & jadi apa?” Biasanya konsumennya jadi merasa upgrade!

Istilah terkini dalam membuat produk, pastikan produk yang dibuat dan proses marketing merujuk pada konsepsi ini “Upgrade your user, not your product. Don’t build better product”

Teh X kali ini jauh merosot penjualannya, karena perilaku konsumen yang berubah tak bisa Ia tangkap, meski Ia adalah legenda yang iklan-iklannya hanya muncul pada saat bulan Ramadhan, kalah telak dengan produk-produk yang diimajikan dapat mengupgrade konsumennya, karena ia tak sekedar memberikan fungsi, tapi pengalaman menyenangkannya.

Gimana dengan produk kamu?

Seberapa resourceful tim kamu?

Kekuatan berkelompok bisa jadi kekuatan yang sangat besar. Namun, bisa jadi sangat kecil jika hanya fokus pada individu & egonya masing-masing. Dalam pekerjaan juga begitu, ketika terputus oleh cubical-cubical kecil atas nama privacy di ruang-ruang kerja.

Satu sesi sederhana di Surabaya bersama-kawan-kawan Ubaya kami meminta kawan-kawan untuk berkelompok berdasarkan kategori Minimum Viable Team yang terdiri dari 1) Semar (Sang Pemimpin), 2) Petruk (Sang Hacker/Technologist), 3) Gareng (Hustler / sang Marketer) & 4) Bagong (Hipster/si paling kreatif). Kelompok dibuat divergen, sebelumnya mereka diminta berkelompok sesuai dengan peranannya yang homogen dan meminta saling bercerita “kesombongannya” pada kelompoknya masing-masing.

“Kesombongan” in a positive way ya! Bercerita terkait apa saja kekayaan keterampilan / intangible asset yang dimiliki masing-masing. Kekuatan pengetahuan & kapasistas dirinya yang bisa saling memperkaya satu sama lainnya. Memastikan satu sama lainnya kenal dengan kekuatan lain. Hal ini kerap kali tak terlihat karena merasa tak perlu diperlihatkan.

Dalam sebuah tim yang kuat, dikenal istilah “Resourceful, sekelompok individu yang penuh dengan solusi yang dapat beradaptasi dengan kesulitan-kesulitan baru dengan solusi-solusi baru. Dapat berpikir secara kreatif. Kondisi ini akan lebih cepat terwujud jika satu sama lainnya mengenal potensi & kekuatan tiap individunya, terbuka atas kolaborasi yang saling memperkaya hingga mudah mendapatkan jalan keluar jika mendapatkan tantangan-tantangan baru.

Bagaimana cara memulai kondisi yang Resourceful? (Baldoni, 2010)
1. Berpkir terbuka, Redefine the Possible. “Being open-minded about new possibilities is critical to putting resourcefulness into action”-Nilekani
2. Turn innovation inward.  Resourceful bukan hanya menciptakan kebaruan, tapi membuat susuatu yang lama bekerja lebih baik.
3. Choose Specifics. Temukan lagi bagaimana cara kita berusaha, pilih sesuatu yang lebih realistik.
4. Lean on Your Staff. Rampingkan tim dengan membuat squad-squad lincah saling berinteraksi.
5. Celebrate the Lesson. Mendorong resourcefulness, pastikan bahwa tiap pencapaian dirayakan.

Seberapa resourceful tim kamu?

The Team Lead Model Part 3

Bagaimana bisa kita membuat tim melompat, bergegas menuju visi? Dalam konsep Agile, “Leadership Lives Everywhere” berada pada setiap individu dalam tim, bersama mengembangkan beberapa keterampilan kepemipinan;

1)Komunikasi -> Listening
Keterampilan menyimak adalah kunci komunikasi yang efektif, lebih fokus berusaha memahami. Menyimak adalah keterampilan untuk secara akurat menerima & menerjemahkan pesan dalam proses komunikasi.

2)Trust ->Empathizing
HBR, 2021 menuliskan “Empathy Is The Foundation Of Trust” Empati. Kemampuan membayangkan apa yang orang lain pikirkan atau rasakan pada saat tertentu. Empati sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan dengan sesama tim. Membangun kepercayaan bisa dimulai dengan 3 hal yakni 1) Aktif mendengar, 2) Menjauhi penghakiman call Abyan, 3) Menjaga tim tetap terinformasikan.

“Trust is also one of the most essential forms of capital a leader has. Building trust, however, often requires thinking about leadership from a new perspective”- Frances X. Frei 

3)Performance – Accountability
Untuk melahirkan performa, dibutuhkan akuntabilitas dimana organisasi menyandarkan segalanya atas data. Alat akuntabilitas bisa berupa data, detail, metrik, pengukuran, analisis, bagan, tes, penilaian, evaluasi kinerja – bersifat netral. Data ini kemudian diinterpretasi diikuti dengan cara penggunaan serta budaya yang melingkupinya. Akuntabilitas digunakan orang-orang untuk memahami & meningkatkan kinerja secara teratur dan cepat.

4)Teamwork – Delegation
“One of the most difficult transitions for leaders to make is the shift from doing to leading”-Jesse Sostrin. 2017. Mendelegasikan memang perlu komitmen kuat untuk mengawalnya. Mulailah dengan 1) Big Why, 2) Menginspirasi komitmen anggota tim, 3) Terlibat di level yang tepat & 4) Berlatihlah mengatakan “ya”, “tidak”, & “ya, jika.

Bersama sebagai tim, setiap anggota terlibat & mencipta kecerdasan & kepemimpinan kolektif untuk mencapai perubahan. Selamat menumbuhkan kepemimpinan kolektif!

“Leadership really isn’t about you. It’s about empowering other people as a result of your presence, and about making sure that the impact of your leadership continues into your absence”

The Team Lead Model Part 2

Dalam bukunya Jim Collins, Good to Great salah satu hal penting adalah peranan dari pemimpin yang terbuka. Dalam prosesnya Ia memastikan timnya berisikan orang-orang yang tepat yang mampu memberikan kontribusi produktif lewat bakat, pengetahuan, keterampilan & kebiasaan kerja yang baik. Kemudian Ia mengorkestrasinya jadi anggota Tim yang secara harmonis berkontribusi dengan kemampuan individunya mencapai tujuan kelompok & bekerja secara efektif dengan orang lain.

Keunggulan organisasi terletak pada kualitas timnya, kepemimpin berada pada setiap level & bersinergi satu sama. Konsep TEAM-LEAD dari Joe Wolenmulu, 2022 mengungkapkan bahwa ada bermacam variable yang perlu dipastikan keberadaanya agar tim menjadi unggul.

1)Training -> Kompetensi
Training ditujukan untuk meningkatkan kompetensi anggota. Sering kali organisasi hanya mengandalkan hal ini bagi penguatan timnya, padahal ada banyak hal selain pelatihan untuk memastikan timnya jadi hebat!

2)Enterprising -> Resourceful
Enterprising adalah sikap yang kompetitif, enerjik, dinamis. Pastikan anggota tim terpetakan & dikenali dengan kekuatan diri & jejaringnya. Dihadirkan dengan keterbukaan & penguatan Interdependensi dalam grup. Hal ini akan membawa organisasi paham bahwa ekosistemnya adalah sumber resouce2 potensial yang kaya, kuat, terkait & saling membesarkan hingga bisa memandang banyak potensi didalam organisasinya yang menggerakkannya pada visi.

3)Authenticity -> Credibility
Punya value & keinginan kuat. Menjadi otentik diwadahi dengan menumbuhkan wadah belajar di organisasi pembelajar. Tempat menumbuhkan rasa saling percaya. Kondisi ini ngga tiba2 datang, tapi ditumbuhkan lewat ruang kreasi dimana tiap orang diberikan kesempatan untuk hadir dengan caranya & menyelaraskan hasilnya dengan visi. Pada setiap inisiasinya diberikan kesempatan untuk mereview pembelajarannya.

4)Mindfulness -> Resilence
Salah satu penyangganya tim yang kuat adalah ketika setiap anggota tim diajak untuk paham pemaknaan. Hal ini mendorong tim untuk tetap lekat dengan Big Why-nya, hingga energi dalam tim tetap besar untuk bergerak. Hal ini dapat ditumbuhkan dengan melatih dalam kesehariannya membangun ketangguhannya. Lets Lead!🚀

Cara Berpikir Sistem

Salah satu mata kuliah yang dulu paling mengesalkan adalah System Thinking yang kemudian berangsur menjadi paling menyenangkan. Cara berpikir ini membuat banyak hal tak terlihat menjadi variable penting dalam menentukan apakah pengambilan keputusan ini menjadi baik atau tidak.

Dalam berpikir sistem kita diperkenalkan pada garis-garis imaginer keterhubungan antar pihak, dimana dikehidupan nyata sering kali terjebak pada hal-hal visual dipermukaan.

Dalam pertemuan dengan Bappenas kemarin, saya menggambarkannya secara sederhana ketika sebuah event keseharian terjadi yakni kejadian bertemunya Ibu Ketua RT, Ibu Rumah Tangga, Mang Acep sang Tukang Sayur & Asisten Rumah Tangga bahkan Motor sang Tukang Sayur serta seekor kucing. Yang dilihat secara visual adalah terdapat 4 orang berkumpul mengelilingi muatan sayur milik Mang Acep.

Dalam sistem thinking, kita tak saja melihat adanya 4 orang tersebut saja, namun kita menarik garis imajiner diantara keterhubungannya. Bagaimana hubungan antarpersonalnya? negatif atau positif? memberikan hubungan timbal balik atau tidak dalam keterhubungannya? mana simpul yang paling kuat dalam kelompok tersebut? bagaimana mengintervensinya?

Jay Forrester dari MIT, bapaknya System Thinking mengemukakan bahwa “Secara intuitif, orang-orang mengetahui letak leverage point (simpul perubahan) & namun ternyata banyak organisasi bergerak pada arah yang salah karena tak melihat dari perspektif sistem, maka beragam kebijakannya mengakibatkan sistemnya bergerak pada arah yang salah!”

Dengan cara berpikir sistem, dari visual kejadian yang terlihat kita dibawa melihat tren & pola yang lebih dalam dari kejadian tersebut. Kemudian melihat sistem yang terbentuk, struktur & mental modelnya. Sehingga dari garis imaginer yang menggambarkan keterhubungan tsb, kita mensintesa sifat sistemnya, kualitas keterhubungan & arah tujuan sistem tersebut akan berakhir dikemudian hari.

Berpikir sistem mengacu pada perspektif atau cara berpikir yang berbeda, berfokus pada interaksi sistem daripada penjelasan linier, hingga melahirkan pemikiran yang non linier yang pada akhirnya mendapatkan beragam opsi pilihan yang objektif. Kapan kita belajar lagi System Thinking?

The Team Lead Model Part 1

Meja bergagasan kami memang selalu mengundang gelak tawa dan ide-ide yang membuat percakapan terhenti sejenak, berpikir dan meledakkan tawa. Dalam perbincangan kemarin saya kemukakan, “Pekerjaan itu yang penting selesai, bukan yang penting dikerjakan”.

Perlu waktu sebentar kawan-kawan berpikir memaknainya, hal ini disampaikan dalam konteks sesungguhnya kita bisa meningkatkan kapasitas individu dan tim dengan mengetahui beragam metode kerja dengan tujuan membuat pergerakan menyelesaikannya dengan baik.

Membangun tim, percaya untuk mendelegasikan, mau membangun kepercayaan & mendampinginya adalah kunci bagaimana kita dapat memperbesar skalabilitas kerja dan percepatannya. Proses ini justru akan menguntungkan organisasi.

Sebuah percakapan bersama para mentee mengingatkan lagi tentang pentingnya proses nurturing. Membangun kekuatan tim yang terdiri dari individu-individu yang dibersamai dengan memberinya panggung-panggung belajar, akses-akses istimewa pada sumber-sumber daya & jadi sponsor bagi proses pengembangan dirinya. Menjadi wadah dalam proses transfer nilai, keterampilan, kapabiltas, jejaring hingga Ia menjadi individu-individu yang tumbuh dan berkembang.

Kerap seseorang yang memiliki tingkatan lebih baik pada saat ini, lupa bahwa dirinya pun dulu berkembang, lebih lupa lagi bahwa proses ini pun perlu diberikan seluas-luasnya bagi tim dan sekelilingnya hingga Ia tumbuh jadi individu yang kaya dampak karena Ia bisa mengelola dengan baik dalam menumbuhkan kapasitas diri & timnya.

Hal terpenting adalah bagaimana kita sampai tujuan dengan sukses. Tau cara efektif & jadi wadah belajar setiap insan yang terlibat didalamya. Inklusif. Memberikan kesempatan, mempercayai tim, mendelegasikan sekaligus mengawalnya adalah proses paling efektif dalam nurturing.

Memberikan tim keleluasaan berinovasi mencari cara paling inovatif dan meramunya bersama. Terlihat mudah, namun sesungguhnya disinilah seorang leader diuji kesabarannya. Ada proses panjang menuju kapasitas baik, investasi di Human Capital dilakukan di organisasi pembelajar memastikan probaliltas sebuah organisasi semakin besar dalam berinovasi & kepastian keberlanjutannya.

High – Level Social Business Maturity Model

17 September 2022, 8 tahun @thelocalenablers diinisiasi. Sebelumnya, komunitas ini bernama Jatinangor Creative Forum yang dalam pergerakannya ternyata makin membesar. 8 tahun lalu kemudian kami memantapkan diri untuk menggesernya menjadi Social Enteprise. Sesuai Maturity Model, tahapan perkembangannya ternyata sesuai dengan teorinya;

Tahap 1 Ad Hoc
Pergerakan bisnis sosial menuju tingkat kematangannya yang lebih baik memang biasanya bermula dari tim-tim sukarela dan sementara. Biasanya dibuat untuk kepentingan sebuah acara atau program. Pada tingkat ini biasanya berbentuk tim Ad Hoc, dimana tak ada manajemen khusus, tanpa anggaran, tanpa struktur dan sumberdaya serta banyak eksperimen dilakukan.

Tahap 2 Engaged
Pada tahap ini muncul kesadaran untuk mensistemasi, merangkul anggota, merancang piloting program hingga merekrut sukarelawan atau sumberdaya paruh waktu. Fase ini dijalankan dengan penuh kesadaran bahwa melalui proses ini untuk menumbuhkan peluang-peluang baru masa depan.

Tahap 3 Structured
Fase ini, kematangan mulai tumbuh, mencari bentuk-bentuk organisasi yang tepat. Tahap ini mulai mengalokasikan anggaran, kepengurusan manajemen yang profesional dan peran-peran formalnya diberlakukan.

Tahap 4 Managed
Semakin matang oraganisasi Bisnis Sosial, kala komunitas sudah bergeser pada usaha profesional dengan manjemen harian, program yang terstruktur & pengelolaan yang terencana dan terukur.

Tahap 5. Optimized
Tahap inilah tahap dimana sebuah komunitas bertransformasi menjadi usaha yang memiliki fokus pada strategi jangka panjang, memiliki inisiatif multi channel hingga memiliki unit-unit dalam memastikan visi sosialnya terwujud.

Proses panjang menggeser komunitas jadi ekosistem tangkas, menjaga kemandiriannya, setia dengan tujuan & relevan dengan jaman. Pilar bisnis sosial jadi penting dalam memastikan keberlanjutannya, memastikan organisasi memperbarui struktur & proses bukan berdasarkan apa yang dilakukan saat ini hingga mencegahnya bergerak ke masa depan, Memastikan komitmen sebagai organisasi pembelajar untuk bergerak karena peluang di masa depan.

Sewindu The Local Enablers.
Creating Value Accelerating Impact.
17 September 2014
17 September 2022