Membangun kultur adalah tantangan yang paling menarik, tak nampak tapi energinya terasa. Bahkan hal ini kerap terlupakan karena banyak hal-hal visual menggoda lupa fundamentalnya.

Beberapa hari ini beragam komunitas datang berkunjung ke Rumah Kolaborasi kami di Bandung, bertukar pikiran bagaimana sesunggunya membangun kultur yang ideal yang bisa menjadi penopang keberlanjutan organisasi. Ketika berkunjung, kami selalu memulai dengan ucapan selamat datang kemudian bergegas untuk Room Tour. Ada total tujuh ruangan gagasan di rumah ini, setiap ruang memiliki tim dengan kulturnya masing-masing, sesuai dengan DNA setiap startup yang mengisinya. Pendekatan Design Thinking, Scrum dan Agile memang sangat terasa pada setiap bagiannya, namun dikontekstualkan dengan model bisnisnnya masing-masing hingga melahirkan beragam cara baru untuk melakukan aneka ragam pendekatan yang inovatif.

Kultur yang saling beda ini justru menghadirkan ekosistem yang saling melengkapi, menjadi fleksibel dan stabil disaat yang sama. Menyeimbangkan kebutuhan internal dan eksternal diwadah yang sama. Ekosistem ini memberikan ruang kolaboratif untuk melakukan hal-hal bersama, memadukan elemen-elemen internalnya bersinergi secara fleksibel dalam kultur Clan. Disandingkan dengan ruang yang akan banyak mencipta beragam kebaruan, memadukan fleksibilitas dengan kepentingan eksternal dengan melakukan hal-hal baru dalam Adhocracy Culture.

Meski begitu, keragaman ini justru tak menghilangkan keinginan berkompetisi, melakukan hal dengan cepat hingga punya Market Culture yang baik. Walau Clan Culture yang mendominasi rumah ini dengan organisasi yang bersifat network, bukan berarti juga menghilangkan Hierarchical Culture, kontrol untuk melakukan hal-hal dengan tepat masih ada namun lebih agile dengan beberapa pendekatan baru yang modern.

Membangun culture memiliki urgensinya tinggi. Untuk memulainya ada beragam ritual dan mekanismenya, dipetik dalam jangka panjang karena menumbuhkannya memerlukan proses. Karena keberhasilan untuk sukses bukan sekedar berhenti di titik berhasil menjual misalnya, tapi bagaimana memastikan keberlanjutannya. Kapan kita belajar membangun kultur organisasi lagi? Gas!

Recommended Posts

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *