
Yang Relatif Tak Bisa Jadi Kompas
Sebuah kasus dari dunia startup teknologi baru-baru ini menggugah banyak pihak—bukan karena skalanya, tapi karena ia menyentuh batas rapuh antara ambisi dan integritas. Saat keberhasilan diukur dari seberapa cepat angka tumbuh, bukan dari kejujuran proses, penyimpangan perlahan menjadi wajar. Yang awalnya keliru bisa tampak sah—asal hasilnya mengesankan. Dalam ekosistem yang lebih memuja narasi daripada realitas, kesan sering kali lebih diutamakan daripada kebenaran.
Albert Bandura menyebut ini moral disengagement—proses ketika seseorang memutus hubungan antara tindakan dan rasa tanggung jawab moral. Pelanggaran dibungkus dengan justifikasi: “demi target”, “demi tim.” Ethical fading (Tenbrunsel & Messick, 2004) memperkuatnya—etika memudar, diganti logika performa. Yang tersisa hanyalah angka, bukan nurani.
Dalam lingkungan startup yang serba cepat, penyimpangan kecil sering dianggap sebagai bagian dari strategi bertahan. Diane Vaughan (1996) menyebut ini normalization of deviance—penyimpangan yang diulang tanpa konsekuensi akan terasa normal. Maka saat semua mulai terbiasa melenceng, yang tetap lurus justru terlihat aneh. Ini bukan lagi soal keputusan pribadi, tapi soal budaya yang tanpa sadar ikut membentuknya.
Pertanyaannya: siapa yang akan menjaga batas antara benar dan salah, saat kebenaran terus dinegosiasikan oleh logika pasar? Ketika nilai bisa disesuaikan dengan target, maka arah pun ikut kabur. Kita butuh keberanian—bukan hanya untuk membetulkan yang salah, tapi juga untuk tetap sadar saat yang salah mulai dianggap biasa. Sebab ketika semua menjadi relatif, kerusakan pun bisa tampak seperti strategi.
Untuk itu, kita butuh pijakan yang tak tergoyahkan. Di tengah dunia yang terus berubah & narasi yang makin relatif, arah mudah kabur, batas makin samar. Seberapa sering pun kita dihadapkan pada kebenaran yang tampak logis namun menyesatkan, kita perlu terus menyandingkannya dengan yang absolut—agar langkah tetap jujur dan nurani tetap hidup. Dan semua itu hanya mungkin jika kita kembali menempatkan kompas utama kita: Qur’an & Sunnah✨
No comment yet, add your voice below!