Willingness To Innovate

Jika selama ini kita mendengar istilah Willingness To Pay, yakni seberapa besar pelanggan mau membayar atas produk kita, dalam proses inovasi ada istilah lain sebelum menciptakan produk yang inovatif, yakni “Willingness To Innovate”, menjadi menarik, karena dalam proses menciptakan inovasi belum tentu seluruh anggota jadi bagian yang ingin berinovasi & melahirkan kebaruan yang diterima masyakarat.

Willingness to innovate / kemauan untuk berinovasi mengacu pada kemampuan individu / organisasi untuk membuka diri terhadap perubahan & mencari cara baru untuk memecahkan masalah atau meningkatkan kinerja mereka. Kemauan yang melibatkan keinginan & tekad untuk menciptakan atau mengadopsi produk, layanan, atau proses baru yang dapat meningkatkan nilai bagi organisasi atau masyarakat & agar tetap relevan & berkompetisi di pasar yang terus berkembang & berubah.

Banyak literatur menunjukkan bahwa manajemen yang berhasil dari perjuangannya adaptasinya akan sangat bergantung pada kemampuan pemimpinnya untuk memupuk kemauan agar tetap berada pada jalur yang menantang & sering terasa sebagai ketidak-efisienan. Kemauan untuk berinovasi dapat ditopang oleh 3 pilar kebersamaan hingga dapat menciptakan rasa komunitas yang diperlukan, yakni;

1) 🎯 Shared Purpose:
Komunitas menjadi prioritas dari tujuan bersama yang melintasi fungsi dan geografisnya. Tujuan bersama ini melampaui sekadar menambah nilai / menghasilkan produk; organisasi inovatif sering melihat apa yang mereka lakukan adalah sebuah pengungkit untuk mempengaruhi perubahan yang lebih luas lagi.

2) ❤️ Shared Values:
Komunitas inovatif juga terikat bersama oleh nilai-nilai bersama yang mendorong bagaimana mereka mencapai tujuan bersamanya. Nilai-nilai itu biasanya mencakup ambisi yang berani, pendekatan kolaboratif dalam bekerja, keinginan untuk belajar & rasa tanggung jawab bersamac terhadap kelompoknya

3) ✔️Rules of Engagement: 
Proses inovasi biasanya sangat dinamis, tapi jangan menjadikannya chaotic. Bagaimana enggagement diantara tim dipandu oleh ethos yang sama & melakukan penyelarasan antar perbedaan perdebatan dengan sikap saling menghargai & menumbuhkan rasa saling percaya❤️

Memperkaya Solusi Kreatif Baru yang Kontekstual

Gimana caranya kita bisa memperkaya proses sebuah proses desain, terutama dalam menciptakan solusi?

Coba deh kerangka kerja yang dituliskan oleh Dev Patnaik dan Michael Barry yang memperkenalkan konsep empat kuadran yang dapat membantu dalam memahami pendekatan pemikiran yang berbeda-beda :

✔️Kuadran Konkret-Analitis: Pemikiran konkret-analitis lebih condong pada penggunaan logika dan data konkret untuk memecahkan masalah dan membuat keputusan. Pendekatan ini biasanya didukung oleh pengumpulan data, analisis, dan fakta yang akurat. Lakukan OBSERVASI pada tahap ini.

✔️Kuadran Sintesa-Abstrak: Pemikiran Analisa-abstrak biasanya terfokus pada detail dan fakta, tetapi juga mempertimbangkan pandangan yang lebih luas dan abstrak. Pendekatan ini mungkin memperhatikan keunikan atau sisi artistik dari suatu masalah.

✔️Kuadran Abstrak-Analitis: Pemikiran abstrak-analitis lebih condong pada pendekatan analitis, tetapi dengan menggunakan pandangan yang lebih luas dan filosofis. Pendekatan ini dapat melihat masalah dalam konteks yang lebih luas atau mempertimbangkan nilai-nilai etika atau moral dalam pengambilan keputusan. Cari INSIGHT baru pada tahap ini.

✔️Kuadran Konkret-Sintetis: Pemikiran konkret-sintesa mencakup pemikiran kreatif dan inovatif dalam mencari solusi. Pendekatan ini mungkin mempertimbangkan ide-ide baru dan pandangan yang berbeda dalam mencari solusi. Segerakan bikin solusi dengan iterasi-iterasi awal pada kuadran ini dan validasi.

Gunakan keempatnya dan dilakukan secara iteratif yaa, agar mendapatkan beragam solusi yang lebih baik dalam prosesnya🧐

Dengan memahami empat kuadran ini, kita sebagai perancang bisa mengembangkan solusi yang lebih komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan berbagai pendekatan pemikiran yang berbeda-beda menjadi sebuah solusi kreatif baru yang kontekstual.

Boleh dicoba nih🚀
Btw, kapan nih ketemuan kita diskusi bareng?

Ecosystem Design dalam Design Thinking

Bagaimana pemahaman ecosystem design dalam design thinking?

adalah konsep yang fokus pada pembuatan sistem / lingkungan berkelanjutan & dapat mendukung interaksi yang kompleks antara berbagai elemen dalam sebuah sistem.

Dalam konteks desain, ecosystem design digunakan untuk membangun lingkungan yang lebih baik untuk pengguna & produk, mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi dari penggunaan produk & layanan terhadap lingkungan & masyarakat sekitarnya.

Konsep ini juga mengarah pada mempertimbangkan dampak yang lebih luas pada seluruh ekosistem, seperti keseimbangan alam, sosial, dan ekonomi.

Pemahamantentang ecosystem membantu para desainer untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari produk / layanan yang mereka rancang & menciptakan solusi yang lebih berkelanjutan, mengurangi dampak lingkungan yang tidak diinginkan & memperkuat interaksi antara manusia, teknologi & lingkungan.

Salah satu yang cukup intens membahas terkait ini adalah Michael Lewrick, salah satu bukunya dalam bukunya “The Design Thinking Playbook: Mindful Digital Transformation of Teams, Products, Services, Businesses & Ecosystems” mengemukakan bahwa business growth dapat dicapai melalui pendekatan design thinking yang berfokus pada pengembangan inovasi secara sistematis & berkelanjutan.

Business growth terjadi ketika suatu perusahaan mampu menciptakan nilai yang lebih besar bagi pelanggan & lingkungannya dengan cara yang lebih efektif & efisien dibandingkan dengan pesaingnya.

Untuk mencapai hal ini,berfokus pada 4 faktor utama;

✔️Value proposition: mampu menawarkan nilai tambah yang unik yang berbeda dari pesaingnya, dengan memahami kebutuhan & keinginan pelanggan.

✔️Business model: memiliki model bisnis yang berkelanjutan & menguntungkan secara finansial, dengan mempertimbangkan bagaimana menghasilkan pendapatan & mengelola biaya.

✔️Inovasi:terus berinovasi & mengembangkan produk, layanan & proses bisnis baru untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar yang berubah

✔️Ekosistem: harus membangun ekosistem yang kuat dengan melibatkan beragam mitra bahkan bisa jadi pesaingnya.

Yok bareng2 bikin kuat ekosistem bersama yok!

Menjadi Organisasi Pembelajar

Biar organisasi kamu jadi organisasi pembelajar, salah satu kerangka yang jadi favorit kami adalah Johari Window yang digunakan untuk menggambarkan bagaimana persepsi diri dan persepsi orang lain dapat mempengaruhi hubungan interpersonal🥳

Konsep ini bermanfaat bagi organisasi pembelajar karena membantu individu dalam kelompok untuk memahami kondisinya & membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik🚀

Dengan memahami area- area terbuka (open), yang diketahui oleh diri sendiri & orang lain, serta area yang dirahasiakan (hidden) / tidak diketahui (unknown), individu dapat memperoleh wawasan yang lebih baik tentang diri mereka sendiri dan lingkungan mereka. Hal ini dapat membantu mereka untuk meningkatkan keterampilan interpersonal & memperbaiki hubungan kerjanya🤝

Bisa juga membantu organisasi dalam menciptakan lingkungan yang lebih terbuka, kolaboratif & efektif, serta membantu individu dalam kelompok untuk meningkatkan keterampilan interpersonalnya & mengembangkan diri secara profesional.

Gimana cara menerapkanya?🤔

✔️Self-assessment: Lakukan evaluasi diri secara objektif & jujur ​​tentang keterampilan & perilaku kita. Identifikasi area di mana kita merasa percaya diri & keahlian, serta area yang mungkin perlu ditingkatkan.

✔️Bicara dengan orang lain: Ajak teman, rekan kerja / atasan untuk memberikan umpan balik tentang perilaku, keahlian, & keterampilan kamu. Kita akan memperoleh persepsi orang lain tentang diri kita, termasuk apa yang mereka anggap sebagai kekuatan kita dan di mana Anda dapat berkembang.

✔️Menerima umpan balik dengan lapang dada & tanpa membenarkan atau membela diri. Dengarkan dengan seksama apa yang orang lain katakan tentang kita & coba untuk memahami sudut pandang mereka.

✔️Membuka diri: Bagikan informasi tentang diri kita dengan kelompok kerja yang akan membantu memperluas area terbuka (open) pada jendela Johari & mencipta lingkungan kerja yang lebih terbuka & saling percaya.

✔️Memperbaiki diri: Gunakan informasi dari proses Johari Window untuk meningkatkan diri. Fokus pada pengembangan keterampilan / perilaku yang perlu ditingkatkan & manfaatkan kekuatannaya untuk memperoleh hasil jadi lebih baik.🫡

Selamat berproses🤗

Pengambilan Keputusan secara Inklusif

Pastikan setiap orang terlibat yaaa! Organisasi pembelajar buat tim makin kreatif, gimana melibatkannya?

Pengambilan keputusan secara inklusif adalah proses pengambilan keputusan yang melibatkan partisipasi dari beragam perspektif dan kelompok yang berbeda dalam suatu organisasi atau masyarakat.

Tujuannya tentunya adalah untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil mencerminkan kebutuhan dan kepentingan semua anggota masyarakat atau organisasi.

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk melakukan pengambilan keputusan secara inklusif🥳

✔️Identifikasi stakeholder yang terlibat dalam pengambilan keputusan: Stakeholder adalah pihak-pihak yang akan terpengaruh oleh keputusan yang diambil. Identifikasi dan undanglah mereka untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan🥳

✔️Pilih metode yang sesuai: Pilih metode yang sesuai untuk memfasilitasi diskusi dan pengambilan keputusan yang inklusif, seperti focus group, workshop atau forum diskusi😁

✔️Buat ruang untuk partisipasi aktif: Buatlah ruang yang aman dan terbuka untuk semua stakeholder untuk berpartisipasi secara aktif dan memberikan masukan mereka🫡

✔️Berikan informasi yang lengkap: Berikan informasi yang lengkap dan transparan kepada semua stakeholder sehingga mereka dapat membuat keputusan yang didasarkan pada fakta dan data yang valid😎

✔️Beri waktu yang cukup: Berikan waktu yang cukup bagi stakeholder untuk mempertimbangkan opsi yang tersedia dan memberikan masukan mereka🧐

✔️Pertimbangkan semua opsi: Pertimbangkan semua opsi yang tersedia dengan cara yang objektif dan adil, tanpa memihak pada satu kelompok atau individu tertentu.

✔️Evaluasi keputusan: Setelah keputusan diambil, evaluasi hasilnya secara terbuka dan transparan dan berikan kesempatan bagi stakeholder untuk memberikan masukan dan umpan balik🤓

✔️Dengan mengikuti langkah-langkah ini, proses pengambilan keputusan secara inklusif dapat membantu organisasi atau masyarakat untuk mencapai keputusan yang lebih baik dan memperkuat hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi☺️

Ayo gas belajar lagi🚀🚀

Lean UX & Agile UX

Lean UX & Agile UX adalah 2 pendekatan yang berbeda dalam pengembangan desain user experience/UX. Meskipun keduanya punya fokus pada kerja tim, keterlibatan pengguna & iterasi, bedanya dimana?🥳

Lean UX fokus pada pengurangan pemborosan dan efisiensi dalam proses desain UX, pengujian cepat & pembuatan prototipe untuk memvalidasi hipotesis desain sebelum membuat produk secara keseluruhan. Tujuannya untuk memastikan bahwa solusi UX bisa memenuhi kebutuhan pengguna & pasar secara efisien🤓

Sementara Agile UX fokus pada pengembangan iteratif & kolaboratif dengan menggabungkan praktik Agile dalam pengembangan produk, menekankan pada pengembangan produk secara cepat dan adaptif, dengan berfokus pada pengembangan minimum viable product (MVP) & perbaikan berkelanjutan berdasarkan umpan balik dari pengguna😘

Keduanya punya keuntungan & kekurangan masing-masing & pilihan tergantung pada tim & proyeknya. Tapi juga keduanya saling melengkapi & dapat digabungkan untuk menciptakan proses desain UX yang kuat & efektif.

Meski Agile UX bisa memberikan banyak manfaat, ada beberapa kesulitan yang mungkin muncul saat implementasinya. spt:

✔️1. Perlu keterlibatan & kolaborasi yang tinggi dari seluruh tim dan pemangku kepentingannya. Hal ini dapat menjadi sulit jika tim tidak terbiasa / terpisah secara geografis.

✔️2. Hambatannya biasnya berupa struktur organisasi, kebijakan dan prosedur yang kaku, serta kurangnya dukungan dari manajemen & pemangku kepentingan lainnya.

✔️3. Integrasi Agile dengan proses bisnis yang ada: Agile UX sering kali memerlukan perubahan dalam proses bisnis yang ada, yang mungkin sulit diimplementasikan secara cepat atau tanpa mengganggu operasi yang sedang berjalan.

✔️4. Implementasi Agile UX memerlukan keterampilan dan pengalaman yang khusus dari seluruh anggota tim. Hal ini menjadi sulit jika tim tidak punya memiliki pengalaman dan keterampilan yang diperlukan.

✔️5. Dalam upaya untuk mengembangkan produk dengan cepat, tim bisa mengabaikan kebutuhan pengguna / fokus pada solusi yang lebih mudah untuk diimplementasikan, daripada pada solusi yang paling efektif / inovatif.

Menantang memang mewujudkannya, coba dilatih lagi kesabaran berprosesnya!🦾🤩

Menjadi Tim yang Agile

Menjadi tim yang Agile sangat erat dengan konsistensi, sangat tidak erat dengan chaos. Tapi bagaimana semestinya menerapkan praktik Agile secara konsisten? Dimulai dari mana untuk membangun kebiasaannya?

1. Pahami dulu prinsip agilenya✔️
Dalam prosesnya memastikan semua anggota tim memahami praktik dan prinsip Agile, serta melakukan retrospeksi secara teratur untuk mengevaluasi konsistensi dan perbaikan yang dapat dilakukan memang sebuah tantangan tersendiri!

2. Gunakan tools dan prosesnya✔️
Untuk membantunya, maka dalam pendekatan ini banyak tools & proses yang perlu digunakan untuk membantu tim memahami dan mengikuti praktik Agile. Pilih alat yang sesuai untuk manajemen proyek dan cara kerja kolaborasi tim, serta memastikan bahwa proses yang digunakan konsisten melahirkan outcomes.

3. Komunikasi yang jelas dan teratur ✔️
Hal lain yang penting adalah bagaimana menjaga komunikasi secara teratur dan jelas sangat penting terkait kemajuan, masalah, dan perubahan, sehingga semua anggota tim dapat bekerja dengan cara yang konsisten dan efektif menuju goals yg disepakati.

4. Kerjasama dan Transparansi✔️
Hal fundamental lain adalah kerja sama dan transparansi, bekerja sama dengan cara yang konsisten dan berbagi informasi secara terbuka, sehingga semua anggota tim bisa memahami dan mengikuti prosesnya.

Selamat berproses jadi lebih agile!🚀

“Disciplined Entrepreneurship : 24 Steps to a Successful Startup”

Dalam buku “Disciplined Entrepreneurship : 24 Steps to a Successful Startup” Bill Aulet diterbitkan oleh Wiley pada tahun 2013. Dia adalah seorang pengusaha dan pengajar di MIT Sloan School of Management, di mana ia mengepalai Martin Trust Center for MIT Entrepreneurship. Konsepnya masih cukup relevan karena menyangkut fundamental penting, yuk disimak apa aja?

Konsep ini menekankan pentingnya penggunaan disiplin dan pendekatan sistematis untuk mencapai kesuksesan dalam bisnis startup. Setiap langkahnya penting dipelajari dan dijalankan dengan seksama untuk memastikan bahwa bisnis startup dapat berjalan dengan efektif dan efisien serta memenuhi kebutuhan pelanggan.

24 langkah atau tahap yang harus dilakukan & memiliki pemahaman yang jelas tentang model bisnis dan pelanggan yang ingin dilayani, serta mampu mengambil keputusan yang tepat dan efektif dalam menghadapi tantangan yang dihadapi oleh bisnis startup.

1. Mengidentifikasi peluang:
2. Memahami pelanggan:
3. Memvalidasi pelanggan:
4. Membangun model bisnis:
5. Mengembangkan produk:
6. Mengukur kemajuan:
7. Menetapkan tujuan:
8. Mengidentifikasi sumber daya:
9. Mengelola risiko:
10. Membangun tim:
11. Mengembangkan strategi pemasaran:
12. Mengembangkan strategi penjualan:
13. Menentukan harga:
14. Mengembangkan keunggulan bersaing:
15. Memahami lingkungan bisnis:
16. Membangun rencana operasional:
17. Mengembangkan strategi pertumbuhan:
18. Mengembangkan model keuangan:
19. Membangun rencana bisnis:
20. Mengembangkan strategi branding:
21. Mempersiapkan untuk pengambilan keputusan:
22. Mengelola operasi bisnis:
23. Memantau dan mengevaluasi kemajuan:
24. Melakukan iterasi dan pembelajaran:

Peernya banyak yaa! Nah mana kira-kira dari ke 24 poin diatas yang paling menantang buat kamu?

Apa bedanya “Output Vs Outcome” ?

Kantor sepi! sudah biasa pada beragam perkantoran besar saat ini, namun bukan berarti Ia tak produktif. Sepi karena timnya tersebar & tekoneksi satu sama lainnya dengan saluran-saluran digitalnya. Anggota timnya pun produktif menghasilkan beragam inisiatif, mengeksplorasi beragam cara baru untuk bisa menghasilkan sebuah produk dengan Definition of success yang disepakati, kami namakan sebagai key results🎸

Inisiatif ini digagas berdasarkan harapan apa yang ingin dicapai, dikomunikasikan dengan baik, ditulis & dipetakan prioritasnya, di review hasilnya, diretrospektifkan cara & budaya kerjanya, merepetisinya hingga memiliki formulasi terbaik dalam bekerja, menghasilkan & bergerak eksponensial kemudian setelah mendapatkan pola kerjanya🚀


Sebuah cerita sering saya utarakan didalam forum-forum untuk memastikan bisa membedakan Output & Outcomes. Digambarkan 2 orang Dokter digambarkan baru saja menyelesaikan operasi pasiennya yang berhasil dilaksanakan. Salah satu Dokter mengungkapkan “Excellent suegery! Well done!. Dokter yang lainnya berkata:” Thanks! Pity! The patient died. Dalam percakapan ini mengandung dua hal terkait 1) Output; operasinya berlangsung baik, 2) Outcomes; pasiennya meninggal (Outcome tak tercapai)😎

Pertanyaan berikutnya, apakah Dokter yang sudah bertugas tsb wajib dibayar? Jawabannya sudah pasti tentu dibayar terlepas pasiennya meninggal / tidak. Jika dalam konteks tim bisnis, setiap anggota penting menyadari bahwa setiap individunya bisa bekerja & menghasilkan outcomes, paham bahwa bukan sekedar bekerja keras tapi tak jua menghasilkan🎸

Dalam instansi konvensional, anggota tim dibayar jika ia terlihat bekerja, namun usaha modern akan mengitung berdasarkan hasil, bisa jadi ia tak pernah terlihat secara fisik tapi produktif menghasilkan hasil, ia pun dibayar sesuai hasilnya. Pastikan bahwa setiap anggota bekerja menghasilkan outcomes, berikan juga ruang inisiatif & kolaboratifnya agar kreatifitasnya berkembang, hingga timnya jadi sehat & menyenangkan. Dalam perusahaan modern biasanya tak menggunakan lagi frasa “to do list” tapi “initiative & result” hingga setiap orang tau apa yang perlu dihasilkannya dengan cara kerjanya bebas berkreasi.

Social Learning

Social learning adalah konsep psikologi yang merujuk pada cara belajar dari lingkungan sosialnya, terutama dari pengaruh orang lain dalam lingkungan sosialnya. Teori social learning Albert Bandura, dikenal sebagai teori belajar sosial-cognitive.

Belajar terjadi melalui interaksi sosial, pengamatan & panutan pengaruh dari lingkungannya, mencakup pengaruh dari orang-orang yang kita pandang sebagai model, seperti orangtua, teman sebaya, tokoh publik / bahkan karakter di media massa seperti televisi/film.

Salah satu konsep utamanya adalah “self-efficacy”, yakni keyakinan individu dalam kemampuannya untuk menyelesaikan tugas / mengatasi tantangan, self-efficacy bisa dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, pengamatan orang lain & respons dari lingkungannya. Orang dengan tingkat self-efficacy yang lebih tinggi cenderung lebih termotivasi & berhasil dalam mencapai tujuannya.

Teori social learning Bandura bisa punya beberapa implikasi yang relevan dengan kreativitas. Salah satunya adalah model-model yang diobservasi oleh individu & pengaruh contoh2nya pada kreativitas individu-individu disekelilingnya.

Menurut Bandura, seseorang cenderung meniru perilaku yang diamati dari model yang dianggap kompeten, kuat, atau bernilai dalam konteks tertentu. Dalam hal ini, individu bisa meniru kreativitas dari contoh2 yang dianggap kreatif & sukses dalam konteks tertentu, ini membantu meningkatkan kreativitas individu dalam konteks yang sama.

Dalam teori social learning ini juga menekankan pentingnya respons dari lingkungan terhadap perilaku individu. Ketika lingkungan memberikan umpan balik positif terhadap perilaku kreatif, individu cenderung merasa lebih termotivasi & untuk mengembangkan & mengekspresikan kreativitasnya & membantu meningkatkan kreativitas dalam jangka panjang.

Coba deh kamu pake social learning di komunitas kamu dalam mengembangkan keterampilan kreatif anggotanya. Tiap orang bisa jadi model yang efektif dalam memperkenalkan kreativitas & memberikan umpan balik positif untuk meningkatkan kreativitas ekosistem. Selain itu, tiap simpulnya juga bisa memfasilitasi pengalaman belajar yang memungkinkan anggotanya mengamati & meniru kreativitas dari model-model lain.