Mindset Shifts for Organization Transformation

Mentransformasikan budaya menjadi tantangan paling berat karena melibatkan perubahan sikap, nilai, dan kebiasaan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun. Manusia cenderung terikat pada rutinitas & pola pikir yang sudah familiar, sehingga mengubah cara berpikir & bertindak dapat sulit diterima oleh sebagian besar orang.

Selain itu, proses transformasi budaya juga melibatkan banyak aktor & elemen beragam. Koordinasi & konsistensi dalam menghadapi tantangan ini bisa menjadi sulit karena masing-masing entitas memiliki kepentingan dan tujuan yang berbeda-beda.

Selain itu, resistensi juga sering muncul. Orang-orang mungkin takut / tidak percaya terhadap perubahan tersebut, terutama jika mereka merasa perubahan tersebut akan mengancam posisi, keamanan, atau identitas mereka.

Tantangan lain adalah dalam mengukur keberhasilan transformasi budaya karena sifatnya yang abstrak & kompleks. Perlu komitmen jangka panjang & upaya bersama untuk mencapai perubahan yang signifikan & berkelanjutan.

Mentrasformasikan budaya organisasi, terutama dalam mindset shifting, menjadi tantangan paling berat karena adanya faktor-faktor kompleks yang terlibat di dalamnya. Kenapa ini menjadi tantangan yang berat?

✔️Keberlangsungan & konsistensi: Proses mindset shifting memerlukan kesabaran dan konsistensi dalam menghadapi perubahan sikap, keyakinan, dan perilaku karyawan.

✔️Resistensi terhadap perubahan: Mindset shifting bisa dianggap mengancam stabilitas dan rutinitas yang sudah dikenal, sehingga resistensi terhadap perubahan sering muncul.

✔️Budaya organisasi yang kuat: Budaya organisasi yang telah ada sejak lama & terkonsolidasi dengan baik dapat menghambat perubahan mindset.

✔️Kompleksitas manusia: Setiap individu punya pandangan, pengalaman &kepercayaan yang berbeda.

✔️Kepemimpinan & komitmen: Proses mindset shifting memerlukan dukungan penuh dari kepemimpinan tingkat atas.

✔️Pengukuran & evaluasi: sulitnya mengukur kemajuan & keberhasilan perubahan mindset secara objektif.

Meskipun tantangan ini nyata, upaya mindset shifting adalah langkah krusial untuk itu kesabaran, kerjasama & komitmen dari seluruh organisasi jadi penting agar berhasil proses transformasinya🚀

Kooperatif Vs Kolaboratif

Kekuatan kelompok akan tercermin dari seberapa kuat kualitasnya untuk saling terhubung, kolaborasi akan memacu tim bergerak eksponensial. Beda dengan kooperatif ya, walau mirip, dua pendekatan ini berbeda dalam kerja sama & interaksinya. Jika kamu punya tim yang inovatif, proporsi mana yang lebih banyak dieksekusi, kooperatif atau kolaboratif. Bedanya apa?

✔️TUJUAN:
🚀Kooperatif, singkatnya “bagi tugas”. Tujuannya menyelesaikan tugas / mencapai hasil dengan membagi tugas & tanggung jawab & bekerja secara independen.
🚀Kolaboratif, singkatnya, “punya tujuan yang sama”, mencapai pemahaman bersama yang mendalam, berbagi pengetahuan & mencapai hasil bersama dengan diskusi.

✔️STRUKTUR:
🚀Kooperatif, atau “punya job desk masing-masing” Bekerja mandiri pada bagian masing-masing. Tidak ada interaksi intensif / tukar ide yang signifikan.
🚀Kolaboratif, singkatnya “meramu bersama”. interaksi lebih intens, saling berbagi ide, pandangan & pengetahuan, bekerja bersama.

✔️FOKUS:
🚀Kooperatif, sederhananya “kerjaan gw” 🙂 fokus pada kontribusi individu & pencapaian pribadi dalam kerangka kerja kelompok. Tiap anggota mencoba menyelesaikan tugas sesuai dengan tujuan pribadinya.
🚀Kolaboratif, singkatnya “kerjaan kita” lebih fokus pada kerjasama & kontribusi kelompok yang saling melengkapi, mendukung & bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama.

✔️KOMUNIKASI:
🚀Kooperatif, singkatnya “koordinasi” komunikasi antara anggota kelompok mungkin terbatas pada memberikan arah & petunjuk, banyak melakukan koordinasi tugas, atau pembaruan progres individu masing-masing.
🚀Kolaboratif, singkatnya “bagaimana solusi kita?” komunikasinya lebih terbuka & intensif. Lebih sering berbagi ide, berdiskusi, memberikan umpan balik & menjalin interaksi lebih dalam untuk mencapai pemahaman & hasil bersama.

✔️KEUNTUNGAN:
🚀Kooperatif, singkatnya “terkontrol” bisa meningkatkan efisiensi, tiap anggota punya tanggung jawab jelas & kontrolnya masing-masing.
🚀Kolaboratif, singkatnya “terlibat aktif. Mengusung kreativitas, penuh diskusi hingga bisa memperluas perspektifnya, saling belajar & mencapai hasil yang lebih baik daripada jika dicapai secara individu.

Semoga bermanfaat ya!❤️

Melampaui Mimpi yang Hadir Lebih Cepat🚀🚀

Sebuah mimpi pastilah sebuah kondisi ideal, gambaran utuh sebuah cita-cita yang dituliskan dalam sebuah visi, diturunkan dalam langkah-langkah berupa misi. Visi Misi merupakan bentuk pemikiran strategis jangka panjang. Kemudian, bagiamana menurunkan dari kondisi ideal ke kondisi nyatanya?

✔️Thinking
Pemikiran, jelas perlu dituliskan & tergambarkan, hingga setiap orang memahami imajinasi yang inspiratif yang membuatnya sebagai sumber bernergi bagi setiap anggota tim menjalaninya, meski dengan dinamika yang tinggi. Jadi bahan bakar perjalanan merajut mimpi. Pemikirian (Thinking) diturunkan dalam perencanaan (Planning) & dituangkan dalam aktivitas (Doing). Thinking atau pemikiran dituangkan dalam rumusan visi yang menginspirasi & misi berupa langkah-langkah yang kemudian diiterasi dalam tahapan lanjutnya.

✔️Planning
Planning atau perencanaan, merupakan penuangan visi dalam bentuk bagaimana perjalanan dilakukan hingga tindakan / taktik apa yang akan diambil. Perencanaan yang baik memerlukan pemikiran yang matang, fleksibilitas & komitmen untuk menjalankan rencana. Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, kita dapat memperbaiki peluang keberhasilan & mengurangi risiko yang mungkin timbul dalam pelaksanaan rencana tersebut.

✔️Doing
Visi diturunkan menjadi strategi, dan diturunkan menjadi tujuan, ketiga hal ini perlu didefinisikan secara inspiratif. Doing terdiri dari kesepakatan akan Tujuan/ Aim / Destinasi yang diterjemahkan menjadi objective yang merupakan kumpulan hasll-hasil dari inisiatifnya.

Beragam hal praktikan dalam menurunkan mimpi, terdiri dari rumusan misi (langkah-langkah), Taktik (tindakan) & Tujuan (hasil) adalah hal-hal praktikal yang secara konsisten dilakukan, dijaga presistensinya dalam ritual-ritual menjaga keselarasan tujuannya.

Ya memang, mimpi tak bisa tiba-tiba hadir dalam bentuk keajaiban, tapi punya keterampilan menurunkannya dalam jangka waktu tertentu jadi penting! dengan tim yang senantiasa berbernergi karena jelas visi misinya, diperlihara dalam kesehariaannya & presisten mengiterasi akan melahirkan hasil-hasil yang tidak sekedar menghasilkan visi, tapi bisa jadi beyond, dalam bentuk melampaui mimpi yang hadir lebih cepat🚀🚀

Lean UX & Agile UX

Lean UX & Agile UX adalah 2 pendekatan yang berbeda dalam pengembangan desain user experience/UX. Meskipun keduanya punya fokus pada kerja tim, keterlibatan pengguna & iterasi, bedanya dimana?🥳

Lean UX fokus pada pengurangan pemborosan dan efisiensi dalam proses desain UX, pengujian cepat & pembuatan prototipe untuk memvalidasi hipotesis desain sebelum membuat produk secara keseluruhan. Tujuannya untuk memastikan bahwa solusi UX bisa memenuhi kebutuhan pengguna & pasar secara efisien🤓

Sementara Agile UX fokus pada pengembangan iteratif & kolaboratif dengan menggabungkan praktik Agile dalam pengembangan produk, menekankan pada pengembangan produk secara cepat dan adaptif, dengan berfokus pada pengembangan minimum viable product (MVP) & perbaikan berkelanjutan berdasarkan umpan balik dari pengguna😘

Keduanya punya keuntungan & kekurangan masing-masing & pilihan tergantung pada tim & proyeknya. Tapi juga keduanya saling melengkapi & dapat digabungkan untuk menciptakan proses desain UX yang kuat & efektif.

Meski Agile UX bisa memberikan banyak manfaat, ada beberapa kesulitan yang mungkin muncul saat implementasinya. spt:

✔️1. Perlu keterlibatan & kolaborasi yang tinggi dari seluruh tim dan pemangku kepentingannya. Hal ini dapat menjadi sulit jika tim tidak terbiasa / terpisah secara geografis.

✔️2. Hambatannya biasnya berupa struktur organisasi, kebijakan dan prosedur yang kaku, serta kurangnya dukungan dari manajemen & pemangku kepentingan lainnya.

✔️3. Integrasi Agile dengan proses bisnis yang ada: Agile UX sering kali memerlukan perubahan dalam proses bisnis yang ada, yang mungkin sulit diimplementasikan secara cepat atau tanpa mengganggu operasi yang sedang berjalan.

✔️4. Implementasi Agile UX memerlukan keterampilan dan pengalaman yang khusus dari seluruh anggota tim. Hal ini menjadi sulit jika tim tidak punya memiliki pengalaman dan keterampilan yang diperlukan.

✔️5. Dalam upaya untuk mengembangkan produk dengan cepat, tim bisa mengabaikan kebutuhan pengguna / fokus pada solusi yang lebih mudah untuk diimplementasikan, daripada pada solusi yang paling efektif / inovatif.

Menantang memang mewujudkannya, coba dilatih lagi kesabaran berprosesnya!🦾🤩

Menjadi Tim yang Agile

Menjadi tim yang Agile sangat erat dengan konsistensi, sangat tidak erat dengan chaos. Tapi bagaimana semestinya menerapkan praktik Agile secara konsisten? Dimulai dari mana untuk membangun kebiasaannya?

1. Pahami dulu prinsip agilenya✔️
Dalam prosesnya memastikan semua anggota tim memahami praktik dan prinsip Agile, serta melakukan retrospeksi secara teratur untuk mengevaluasi konsistensi dan perbaikan yang dapat dilakukan memang sebuah tantangan tersendiri!

2. Gunakan tools dan prosesnya✔️
Untuk membantunya, maka dalam pendekatan ini banyak tools & proses yang perlu digunakan untuk membantu tim memahami dan mengikuti praktik Agile. Pilih alat yang sesuai untuk manajemen proyek dan cara kerja kolaborasi tim, serta memastikan bahwa proses yang digunakan konsisten melahirkan outcomes.

3. Komunikasi yang jelas dan teratur ✔️
Hal lain yang penting adalah bagaimana menjaga komunikasi secara teratur dan jelas sangat penting terkait kemajuan, masalah, dan perubahan, sehingga semua anggota tim dapat bekerja dengan cara yang konsisten dan efektif menuju goals yg disepakati.

4. Kerjasama dan Transparansi✔️
Hal fundamental lain adalah kerja sama dan transparansi, bekerja sama dengan cara yang konsisten dan berbagi informasi secara terbuka, sehingga semua anggota tim bisa memahami dan mengikuti prosesnya.

Selamat berproses jadi lebih agile!🚀

Formula Kritik & Menanggapi Kritik

Mengapa kritik sangat baik bagi kreatifitas & inovasi? Salah satu resep paling populer pada era konvensional untuk melakukan inovasi adalah dengan “menghindari kritik” karena diyakini kritik akan membunuh aliran kreativitas & antusiasme sebuah tim.

Tumbuhnya aversi terhadap kritik telah menyebar secara signifikan dalam 20 tahun terakhir, terutama melalui para Design Thinkers. Sekitar tahun 1999, gerakan Design Thinking meluas karena menjelaskan aturan utama dari proses bergegasan adalah kita perlu bisa “menunda penilaian” / “defer judgment”

Contoh praktisnya, ketika seseorang mengusulkan sebuah ide, sudut pandang / temuan yang berbeda, hindari menjawabnya dengan ‘Ya, tapi…’ yang menunjukkan kekurangan dalam gagasan tersebut. Formula kalimat “Ya, Tapi” akan sangat memungkinkan melewatkan gagasan yang inovatif.

Kita coba formula tanggapan lain berupa “Ya, dan”, meski formula ini bisa memperkaya ide aslinya, dampaknya adalah pada hilangnya umpan balik kritis. Berbahaya bagi proses inovasi. Tim akan kehilangan kesempatan mendalami ide aslinya, membawanya bergerak maju tanpa kemajuan. Kalimat yang terbentuk akan mengarahkan pada rasa kolaborasi dangkal & kompromi yang melemahkan ide. Padahal hasil studi menunjukkan bahwa tim yang efektif tidak akan menunda refleksi kritis, mereka justru mencapai efektifitas dengan meciptakan ruang-ruang kritik.

Verganti & Norman, 2019 menuliskan formula “Ya, tapi, dan.” Formula ini akan mengundang bergabungnya kritik terbaik dengan ide terbaik. Sebuah gagasan akan mendapatkan umpan balik yang konstruktif atas kekuranannya (“tetapi”), kemudian menyarankan cara yang mungkin untuk mengatasinya & menghasilkan Ide baru (ini adalah “dan”). Hal yang sama juga bisa dilakukan oleh penggagas hingga bisa mengembangkan hasil baru yang lebih baik.

Kritik itu sangat baik, jika dilakukan dengan semangat berdialog yang sehat. Tiap orang bisa ikut serta dengan ragam sudut pandangnya. Interaksi semestinya berlangsung konstruktif, dengan siklus dialog kritis yang dalam, mengarah pada ide terobosan koheren. Jangan anti juga dengan pengkritik apalagi melabelinya dengan “sugan teh pinter” 😀 hingga menutup ruang-ruang diskusi hangat & membangun!

Menjadi Organisasi yang Lebih Adaptif

Tahun 2023 dikabarkan kurang sedap, ramalannya tahun depan akan terjadi resesi ekonomi besar di dunia, termasuk Indonesia! Tak bisa dipungkiri berita ini sangat membuat kita berdebar, baru saja Covid mereda, tahun depan apa lagi? Namun yang terbaik adalah kita bersiap sungguh-sungguh menyiapkan bahwa kita bisa adaptif💪

Cara yang konvensional bertransformasi seringkali menemui kesulitan karena tak jua relevan & semakin tertinggal. Perlu cara transformatif, radikal yang memaksa perubahan hadir & melesat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi ditambah variable krisis masa di masa depan.

Saat ini banyak juga organisasi yang berhasil melakukan transformasi & ada benang merahnya. Jika terdapat kegagalan produk sebuah usaha, tidak melulu bermuara pada perbaikan produk, yang sering dilupakan adalah kita bisa rombak timnya, petakan kembali kemampuannya & telusuri lagi peluang-peluang barunya☝️

Jika produknya gagal, jangan dulu bubarkan timnya, tapi restrukturisasi timnya, buat squad-squad kecil / spin-off jadi unit-unit kecil jadi ekosistem yang berpadu berelaborasi satu sama lainnya. Saat ini organisasi tak semata-mata bertransformasi, tapi justru bagaimana untuk lebih banyak melakukan perubahan strukturalnya👊

Martec’s Law mengungkapkan peroses ini dilakukan dengan mereorganisasi bisnisnya. Hal revolusioner adalah dengan cara mereset ulang, spin-off / merelokasi sumberdaya untuk menghadirkan inovasi baru yang relevan dengan lompatan teknologi yang eksponensial🙌

Perubahan teknologi yang eksponensial jelas mengakibatkan perilaku konsumen yang sangat berbeda. Tak dipungkiri saat ini menyeimbangkan kemampuan kreativitas dengan teknologi✌️

3 Poin penting perubahan yang signifikan dalam perilaku konsumen antara lain (Gladly report, Stren, j. 2019)
👐Experience Matter More Than Channel
🫶Personalised dan personal,
🤝The Best Marketing is Service

Untuk mengakselerasi tiga pilar tsb ada hal penting jadi fundamental, yakni pola pikir & budaya organisasinya yang mudah beradaptasi jadi tombak utama perubahan. Menjadi organisasi yang lebih adaptif, agile melakukan praktek-manajemen yang ramping (lean) hingga koefisien perubahan organisasi melesat lebih cepat👏👏👏

Bagaimana Melatih Kesabaran Leadernya?

Pertanyaan menarik saya dapatkan dari beberapa sesi diskusi dan konten IG kemarin. “Bagaimana melatih kesabaran leadernya “

Seorang leader, founders atau inisiator biasanya memiliki imajinasi yang muncul dikepalanya. Mau kemana dan ditambatkan dimana kelak kapal ini? Bagaimana caranya dan harus seperti apa mengelolanya? Bagaimana kesabaran itu dibangun apalagi melihat tim tak sesuai dengan kehendak hati.

Pertanyaan-pertanyaan ini banyak muncul, apalagi terkait kesabaran. Pertanyaan ini muncul bisa jadi karena kita tak punya gambaran besar dari purpose, visi dan misi kita yang diturunkan menjadi ukuran-ukurannya. Menurunkan ukuran-ukurannya menjadi ukuran kuantitatif dan kualitatif yang dalam tahapan-tahapan waktunya.

Dalam manajemen modern ini diturunkan dalam pertemuan-pertemuan efektif rutin yang dapat dilakukan harian, mingguan, bulanan, tiga bulanan hingga tahunan. Pertemuan ini berisi sesi evaluasi dan retrospetif bukan saja tentang seberapa besar kita menghasilkan tapi disandingkan dengan seberapa dekat dengan deskripsi visi kita.

Kesabaran juga kadang terkuras karena kita memaksakan cara yang sama yang perlu dilakukan anggota tim, padahal bisa saja tim memiliki cara yang lebih baik dan relevan yang tinggal kita perlu orkestrasi. Kesabaran juga terkuras jika kita tak memberikan ruang dan waktu bagi anggota untuk belajar bertahap, menemaninya belajar dan kemudian melompat sebagai tim.

Biar lebih sabar coba 10 tips ala DIP ini;
1)Frekwentifkan untuk menyampaikan gambaran imajinasi tujuannya, 2) Tetapkan ukurannya, 3)Jelaskan tahapan langkahnya, 4) Berikan ruang dan warktu belajar, 5) orkestrasi inisitifnya, 6) Fokus pada hasil yang penting, 7)Akselerasi hasil penyerlasarannya, 8) Sepanjang jalan pastikan Claritynya 9) Ingat lagi BIG WHYnya , dan 10) rayakan keberhasilan sekaligus kegagalannya

Salah satu kerangka kerja penting yang bisa bikin tim kita melangkah menuju tujuan, terukur keberhasilannya, terbuka akan inovasi dan menajdi wadah belajar adalah Objective Key Results (OKRs). Nah kebetulan hari ini akun IG @thelocalenablers ngebahas lagi tentang OKR. merapat kesana yaa!

The Team Lead Model Part 1

Meja bergagasan kami memang selalu mengundang gelak tawa dan ide-ide yang membuat percakapan terhenti sejenak, berpikir dan meledakkan tawa. Dalam perbincangan kemarin saya kemukakan, “Pekerjaan itu yang penting selesai, bukan yang penting dikerjakan”.

Perlu waktu sebentar kawan-kawan berpikir memaknainya, hal ini disampaikan dalam konteks sesungguhnya kita bisa meningkatkan kapasitas individu dan tim dengan mengetahui beragam metode kerja dengan tujuan membuat pergerakan menyelesaikannya dengan baik.

Membangun tim, percaya untuk mendelegasikan, mau membangun kepercayaan & mendampinginya adalah kunci bagaimana kita dapat memperbesar skalabilitas kerja dan percepatannya. Proses ini justru akan menguntungkan organisasi.

Sebuah percakapan bersama para mentee mengingatkan lagi tentang pentingnya proses nurturing. Membangun kekuatan tim yang terdiri dari individu-individu yang dibersamai dengan memberinya panggung-panggung belajar, akses-akses istimewa pada sumber-sumber daya & jadi sponsor bagi proses pengembangan dirinya. Menjadi wadah dalam proses transfer nilai, keterampilan, kapabiltas, jejaring hingga Ia menjadi individu-individu yang tumbuh dan berkembang.

Kerap seseorang yang memiliki tingkatan lebih baik pada saat ini, lupa bahwa dirinya pun dulu berkembang, lebih lupa lagi bahwa proses ini pun perlu diberikan seluas-luasnya bagi tim dan sekelilingnya hingga Ia tumbuh jadi individu yang kaya dampak karena Ia bisa mengelola dengan baik dalam menumbuhkan kapasitas diri & timnya.

Hal terpenting adalah bagaimana kita sampai tujuan dengan sukses. Tau cara efektif & jadi wadah belajar setiap insan yang terlibat didalamya. Inklusif. Memberikan kesempatan, mempercayai tim, mendelegasikan sekaligus mengawalnya adalah proses paling efektif dalam nurturing.

Memberikan tim keleluasaan berinovasi mencari cara paling inovatif dan meramunya bersama. Terlihat mudah, namun sesungguhnya disinilah seorang leader diuji kesabarannya. Ada proses panjang menuju kapasitas baik, investasi di Human Capital dilakukan di organisasi pembelajar memastikan probaliltas sebuah organisasi semakin besar dalam berinovasi & kepastian keberlanjutannya.

Pembelajaran terbaik menjadi pemimpin adalah menjadi pemimpin sekaligus sponsor perubahan

Pertemuan sore kemarin belajar langsung dari mentor terbaik saya, yang selama kurang lebih satu dekade ini menjadi panutan dengan beragam contoh baik kepemimpinannya.

Pembelajaran terbaik menjadi pemimpin adalah menjadi pemimpin sekaligus sponsor perubahan, memberikan waktu agar timnya belajar dan berproses, memberikan kesempatan menggagas ide dan memvalidasinya, merangsang timnya untuk menjadi peka pada sekeliling dan mencipta ragam imajinasi agar senantiasa bergerak ke depan namun tak lupa asal akar dan asal muasal.

Support
Ekosistem tumbuh sehat, berani bereksplorasi dengan memberinya dukungan membantunya berprogres dan bergerak kedepan.

Inovasi dan Ekspansi
Ekosistem diprovokasi untuk selalu berhadapan dengan kebaruan, ditantang berinovasi dan mengekspansi dengan berani hal-hal baru. Tujuan sesungguhnya adalah membuahkan inovasi, membuahkan jawaban-jawaban atas setiap tantangan yang hadir dengan cara yang lebih baik.

Re-Resonate
Pemimpin senantiasa hadir juga untuk mengingatkan, melakukan kalibrasi dan iterasi ulang dan menyelaraskan beragam inisiatif yang tumbuh didalam timnya. Ia melakukan proses orkestrasi dengan cara memberinya wadah belajar, menyinergikan serta mengakselerasinya.

Follow
Pemimpin selalu hadir, connected, membagi hal-hal baik dan membangun setiap anggotanya untuk berkontribusi pada bagian-bagiannya, memastikan bahwa perjalanan selalu menjadi lebih dekat dengan imajinasi.

Connect
Keterhubungan dibangun dengan melatih tim untuk bertransformasi dari “individual sef-interest ke “team conciousness” kesadaran berkelompok dan dari kompetisi bergerak ke kolaborasi hingga mencipta ekosistem kokreasi dengan cara kolateral yang maksimal.

Membawa ekosistem pada common bonds dimana ruang karyanya berisi saling terhubung dan mencipta dampak yang lebih besar serta terjaga kesinambungannya.

“Coming together is a beginning, staying together is progress, and working together is success.” – Henry Ford.