
Sawit memang menggerakkan ekonomi, Ia menghasilkan uang, devisa, dan angka-angka yang mudah dipresentasikan. Tetapi ketika hutan disamakan dengan sawit hanya karena sama-sama hijau dan menyerap karbon, di situlah persoalannya bukan lagi soal kebijakan, melainkan soal cara berpikir. Sawit adalah alat ekonomi; hutan bukan. Menyederhanakan hutan menjadi sekadar variabel ekonomi adalah kesalahan mendasar yang menunjukkan betapa mudahnya kita menukar sistem kehidupan dengan logika spreadsheet.
Hutan adalah fondasi kesejahteraan hidup manusia, bukan aset yang bisa dikompensasi dengan rupiah. Dari hutan mengalir air yang kita minum, udara yang kita hirup, pangan yang menopang hidup, dan perlindungan dari bencana yang makin sering terjadi. Semua itu tidak pernah sepenuhnya masuk ke laporan keuangan negara, tetapi justru tanpanya tidak ada ekonomi yang bisa bertahan. Mengatakan “jangan takut deforestasi” sama artinya dengan berkata: jangan takut kehilangan masa depan, padahal yang akan menanggung akibatnya bukan pembuat kebijakan hari ini, melainkan rakyat dan generasi yang belum lahir.
Masalah kita bukan kurang sawit, bukan kurang investasi, melainkan terlalu percaya bahwa uang bisa menggantikan segalanya. Ekonomi seharusnya melayani kesejahteraan, bukan mendefinisikannya. Jika hutan terus dikorbankan demi pertumbuhan, maka negara sedang membangun kemajuan di atas fondasi yang rapuh. Dan ketika fondasi itu runtuh, banjir datang, krisis air meluas, kehidupan masyarakat hancur, tidak ada devisa, tidak ada angka pertumbuhan, yang bisa menjelaskannya sebagai keberhasilan🌳🌴🌳🌳
“A nation doesn’t fail because it lacks palm oil, but because it destroys the foundations of its own welfare”
Ilustrasi dan data dari @geoaccess




No comment yet, add your voice below!