
Kenapa harus kerja 100%? 20% aja!
Banyak orang bangga bekerja keras seolah 100% itu tanda kesungguhan. Tapi apakah kerja keras otomatis berbanding lurus dengan keberhasilan? Faktanya, banyak yang bekerja sepanjang hari tapi tetap stagnan, bahkan jatuh pada kelelahan mental. WHO (2019) sudah mengklasifikasikan burnout sebagai masalah serius: kelelahan kronis, sinisme, dan turunnya efektivitas. Artinya, kerja keras tanpa arah bisa kontraproduktif.
Prinsip Pareto mengingatkan: tidak semua usaha punya dampak yang sama. Sering kali hanya sebagian kecil aktivitas yang menghasilkan sebagian besar hasil. Peter Drucker menekankan, efficiency is doing things right; effectiveness is doing the right things. Masalahnya, banyak individu dan organisasi justru tenggelam dalam “80% aktivitas” yang sibuk tapi minim kontribusi. Jadi, persoalannya bukan kurang kerja keras, melainkan salah fokus mengalokasikan energi.
Namun realitasnya, tidak semua orang punya keleluasaan untuk memilih aktivitas paling berdampak. Banyak pekerja, yang oleh Guy Standing (2011) disebut precariat, tidak punya pilihan selain bekerja keras penuh untuk sekadar bertahan. Ini menunjukkan bahwa “kerja cerdas” tidak bisa hanya dilihat sebagai mindset individu, tapi juga soal akses dan struktur sosial yang memberi ruang bagi pilihan. Tanpa ekosistem yang adil, anjuran “fokus pada 20% yang penting” sulit diwujudkan.
Karena itu, perubahan perlu dilakukan di dua tingkat: individu dan organisasi. Budaya kerja yang hanya menilai jam panjang atau tumpukan laporan harus ditinggalkan. Stephen Covey (1989) mengingatkan pentingnya begin with the end in mind: bekerja dengan tujuan yang jelas, bukan sekadar sibuk. Jika individu mampu menjaga energi dan organisasi menata ulang fokusnya, kerja keras bisa berubah menjadi kerja cerdas, bukan cuma produktif, tapi juga berdampak pada keberlanjutannya✨
Bareng @thelocalenablers kami kerap mengingatkan yok kita kerja keras 20% yang fokus bisa memberi 80% hasil, sementara 80% energi lainnya adalah hak kita untuk belajar, bereksplorasi, merawat keluarga, dan membangun makna hidup, mengembangkan kapasitas🚀





No comment yet, add your voice below!