
Kamu Sibuk Tumbuh, Tapi Siapa yang Kamu Bantu Tumbuh?
Kita sering terlalu sibuk membuktikan siapa diri kita, sampai lupa bertanya: siapa yang kita bantu? āSaya punya ini buat kamuā terdengar baik, tapi tetap saja tentang saya. Tentang apa yang saya miliki. Coba balik kalimatnya : āApa yang bisa saya bantu untuk kamu?ā Seketika pusatnya bergeser.
Dari ego ke empati. Dari klaim ke kontribusi. Mezirow menyebut ini transformative learningāmomen saat perspektif pecah dan lahir cara pandang baru yang lebih manusiawi.
Saat bicara usaha, kita sering tanya: āGimana cara ngembangin usaha kita?ā Tapi siapa peduli kalau usahamu besar, tapi tak ada yang terbantu? Ubah pertanyaannya: āBagaimana usaha ini bisa membantu orang yang benar-benar membutuhkan?ā Inilah inti human-centered innovationāinovasi yang lahir dari empati, bukan ambisi. Usaha bukan soal jualan lebih banyak, tapi menyelesaikan masalah lebih dalam. Bukan soal jadi hebat, tapi jadi berarti.
Niat membantu pun bisa keliru arah. Contoh āKami ingin bantu Warung Tegalā, tapi siapa sebenarnya yang dibantu? Warungnya? Atau orang di baliknya? Saat kita bilang āKami ingin bantu pemilik Warung Tegal,ā fokusnya bergeser. Bukan lagi tentang tempat, tapi tentang orang. Tentang wajah, nama, & cerita. Di situlah servant leadership bekerja: memimpin bukan untuk terlihat, tapi untuk menguatkan.
Mindset ini bukan sekadar idealisme. Ini fondasi strategi yang kuat. Di dunia yang riuh, yang paling didengar justru yang paling tulus. Kalau usaha dibangun dari ego, orang mungkin datang sekali lalu pergi. Tapi jika dibangun dari peduli, mereka tinggal dan tumbuh bersama. Value proposition design mengingatkan: orang tak beli produk, mereka beli solusi untuk luka mereka. Dan hanya yang benar-benar mau mendengar yang bisa memberi itu.
Kalau ingin berubah, jangan buru-buru ubah rencana. Ubah dulu pertanyaannya. Dari āApa yang dunia harus tahu tentang saya?ā jadi āApa yang saya perlu tahu tentang dunia?ā Dari āKenapa belum ada yang bantu saya?ā jadi āSiapa yang belum saya bantu?ā Mungkin bukan alatmu yang kurang. Tapi caramu melihat yang masih sempit. Dan kadang, perubahan besar dimulai dari membalik satu kalimat, membuka mata hatiāØ
No comment yet, add your voice below!