
Pertemuan semalam dengan salah satu lulusan, Ia ungkapkan keinginannya untuk jadi konglomerat. Tapi ketika ditanya lebih dalam, ia bingung harus mulai dari mana. Ini sering terjadi: kita fokus pada akibat; hasil besar yang diinginkan, tapi lupa pada sebab yang harus dibangun sejak awal. Dalam merumuskan visi, baik sebagai individu maupun organisasi, penting untuk menyadari bahwa mimpi tanpa pemahaman sebab-akibat yang logis hanya akan jadi ilusi. Sebab adalah nilai, kebiasaan, dan keputusan kecil yang konsisten; akibat adalah hasil jangka panjang yang muncul darinya.

Obrolan lain muncul di rumah: mengapa jumlah Guru Besar di kampus meningkat, tapi beban biaya juga makin tinggi? Ini menyentuh beda antara output dan outcomes. Jumlah guru besar itu output; tampak, terukur. Tapi apakah kehadirannya memperkuat kontribusi kampus ke masyarakat? Itu outcomes. Tanpa orientasi pada dampak, output bisa jadi beban, bukan nilai. Sebaliknya, ada kampus yang menjadikannya sebagai penggerak kolaborasi dan inovasi. Maka, visi yang baik tak hanya soal hasil yang bisa dihitung, tapi perubahan yang bisa dirasakan.

Begitu juga dengan perbedaan antara tujuan dan indikator. Tujuan adalah arah besar yang dituju, sementara indikator memberi sinyal apakah kita sedang mendekatinya. Banyak visi terdengar indah, tapi tanpa indikator yang jelas, kita tak tahu apakah sudah maju atau justru jalan di tempat. Indikator memberi realitas pada ambisi, menjembatani mimpi dan tindakan nyata.

Visi yang kuat bukan sekadar kata-kata motivasional. Ia lahir dari pemahaman yang jernih: mana sebab, mana akibat; mana output, mana outcomes; mana tujuan, mana indikator. Di tengah derasnya narasi inspiratif, kemampuan membedakan dan merumuskan ini adalah fondasi utama agar kita tidak hanya sibuk, tapi benar-benar bergerak ke arah yang bermakna✨
No comment yet, add your voice below!