Sering kali kita terjebak deretan angka pendapatan yang dikejar, dicapai hingga lelah tak berujung. “Visioning” tentu penting ketika memulai usaha, menentukan keadaan dimasa datang, lalu apa bedanya dengan purpose?🧐
Kita banyak skip terkait purpose, tak diajarkan di ruang-ruang kelas & atau belum banyak juga yang memulainya, banyak skeptisisme menghantui. “Bener nih mendahulukan purpose ketimbang profit? kita kan perlu uang!” 😎Pertanyaan ini memang sering terlontar, tapi tak apa, seiring kedewasaan individu & terbukanya wawasan akan mulai paham bahwa membawa manfaat bagi banyak pihak adalah sumber energi & kebahagiaan.
Ini bedanya;🎯
Purpose; Why your company exists
Vision; What you aim to achieve
Mission; How you plan to achieve your vision
Values; What you stand for & how you behave
Positioning; How you are different from the competition
Beberapa kali mengajak kawan2 untuk pivot dari profit ke purpose, membawa pada literatur baru dari IDEO & ini keren! Sebelumnya kami berpedoman bahwa purpose dimulai dengan Strong Why diikuti dengan How, atau sebaliknya seperti ekosistem @thelocalenablers yang kami tuliskan purpose-nya sebagai “Creating Value, Accelerating Impact”
Usaha besar banyak yang sudah berubah, sebut saja Nike, Google, Pampers, AirBnB & Dove. Dalam rujukan ini kita bisa mulai memilih sebuah pernyataan “We exists to….” & menyandingkannya dengan “How”-nya, kita coba bareng ya..
A.Enable Potential,
A1.Empowering Growth
A2. Championing Education
A3. Pioneering Transformation
B. Reduce Friction
B1. Creating Relief
B2. Giving Control
B3. Unlocking Freedong
C. Foster Prosperity,
C1. Providing Security
C2. Lending Support
C3. Offering Nourishment
D.Encourage Exploration
D1. Cultivating Connections
D2. Insipring Curiosity
D3. Celebrating Creativity
E.Kindle Happiness
E1.Nurturing Inclusion
E2.Spreading Joy
E3.Instilling
Peta ini cukup mudah, coba tulis purpose statement dengan menggabungkan Why & satu How-nya ya! 🚀🚀 #agilitytransformation
Bandung Bee Sanctuary
Duduk di pojok kebun lebah, memandangi bunga warna warni hasil semai sejak awal tahun. Sebuah topik menguat ketika kami merasa WFH juga begitu banyak membawa kebaikan, namun tak terasa dinamika organisasi yang tak saling sapa sejak lama juga berujung pada mulai longgarnya ikatan kami sebagai keluarga.
Sore ini juga kami mencoba merancang kemenangan, mendiskusikan bagaimana caranya? Kemudian timbul pertanyaan lain, “Mengapa perlu menjadi pemenang?, “Menang untuk apa?”, “Definisi kemenangan itu apa?” Diskusi yang menarik, tak terasa 2,5 jam berlalu. Kami mulai memeta‑metakan kembali siapa berperan apa, bagaimana kita bisa melihat sekeliling. Menaklukan egosentris kelompok agar mau bertanya “Siapa yang dapat memperkaya pergerakan kita kala kita merasa kita bisa melakukannya sendiri? Sudah bisa dilakukan sendiri, mengapa perlu mengajak pihak lain?”, mengapa harus tetap berkolaborasi?
Mungkin sebagian mulai lupa atas apa mimpi yang sempat tertuliskan atau pada semangat kolaborasi yang sempat dibangun. Menjadi biasa bekerja sendiri, mulai lupa melihat sekeliling, mulai terasa terbiasa mandiri ternyata juga menumbuhkan bibit‑bibit ketidakpekaan untuk melihat sekeliling bahwa ada yang tercecer. Padahal era ini adalah era kolaborasi, bukan lagi kompetisi yang lazim meninggalkan keterceceran.
John Duval menuliskan “Collaboration in the workplace brings people with different backgrounds, skills, expertise, and perspectives together to brainstorm ideas, overcome obstacles, and utilize creative problem solving for the betterment of the company” Semua tim paham ini, hanya memang menginternalisasinya menjadi bagian paling menantang dalam jiwa & skills keseharian.
Penutup pertemuan sore ini, mengingatkan lagi untuk melatih tegur sapa, menawarkan bantuan, membangun pembicaraan & menemukan irisan bersama hingga yakinkan bahwa kemenangan itu adalah kala kita dapat berjalan bersama, tak satupun tertinggal.
“two heads are better than one”