Menulis Kalimat Perencanaan Yang Menggerakan Perubahan

Udah yakin bisa bikin kalimat kebijakan dan program? Karena dampaknya akan sangat besar!

Di balik setiap kebijakan publik yang berhasil, selalu ada perumusan strategi yang jernih, tepat sasaran, dan menyentuh akar persoalan. Bukan cuma soal seberapa besar anggaran yang dikelola, tapi bagaimana kebijakan itu ditulis dan dimaknai. 🔆

Sebagai pemangku kebijakan, kemampuan menuliskan arah kebijakan dan program pembangunan adalah keterampilan esensial—karena dari sanalah visi perubahan diterjemahkan ke dalam aksi nyata yang bisa dipahami, diukur, dan dirasakan dampaknya oleh masyarakat.

Bukan cuma perlu terampil mengelola anggaran, tapi justru sebelumnya dimulai dari hal yang paling mendasar: cara menyusun kalimat kebijakan dan program yang benar. ✨

Kesalahan menulis arah kebijakan bisa berdampak fatal—baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi pembangunan.

Kalimat yang kabur, tidak fokus, atau sekadar menyebutkan rutinitas tanpa orientasi hasil, membuat program kehilangan arah dan hanya menjadi formalitas. Padahal, arah kebijakan harus mampu menjawab “apa yang berubah” dan “siapa yang terdampak,” bukan hanya “apa yang dilakukan.”✨

Menulis kebijakan dan program bukan sekadar mengisi dokumen perencanaan. Itu adalah proses artikulasi visi pembangunan ke dalam bentuk yang strategis, operasional, dan kolaboratif. ✨

Kalimat kebijakan harus bisa mengintegrasikan tujuan pembangunan jangka panjang, merespons isu-isu strategis, dan menyinergikan berbagai pemangku kepentingan. ✨

Di sinilah pentingnya pendekatan teknokratik yang disandingkan dengan sensitivitas sosial—agar arah kebijakan tidak hanya kuat secara logika, tetapi juga menyentuh kebutuhan warga.✨

Sudah saatnya kita naik kelas dalam perencanaan: dari sekadar menyusun program ke arah membangun ekosistem perubahan. Perlu ada kesadaran bahwa setiap kata yang tertulis dalam arah kebijakan adalah kompas perubahan. Maka, mari kita perkuat kapasitas ini—agar kita tidak hanya menjadi pengelola anggaran yang andal, tapi juga pemimpin perubahan yang mampu merumuskan masa depan kota dan warganya secara tajam, inklusif, dan berdaya.🎉

Teori Perubahan atau Theory of Change

“Apa yang salah ya? Kenapa perubahan yang diharapkan tidak terlihat?” 😓

Jika Anda sering mengalami hal ini, saatnya UBAH STRATEGI dengan Theory of Change!

📘 E-Book Theory of Change ini akan membantu Anda:
✅ Memetakan perubahan yang ingin dicapai dengan lebih jelas
✅ Menyusun program yang fokus, relevan, dan berdampak jangka panjang
✅ Menghindari aktivitas yang sekadar ramai tapi tak berujung hasil
✅ Mengelola risiko & hambatan dengan lebih sistematis

🔥 Jangan biarkan program Anda hanya menjadi angka di laporan.
Bangun perubahan yang benar-benar NYATA dan TERUKUR.

📌 Download eBook-nya sekarang di:
ebook.designthinkingacademy.id
atau
cek tautannya di bio kami

INTIMATE CLASS WITH DIP – TRANSFORMATIVE INSIGHTS

INTIMATE CLASS WITH DIP – TRANSFORMATIVE INSIGHTS

7 Topik Kunci | 4 Kota | Kelas Eksklusif | Kuota Terbatas

Siap membangun bisnis yang lebih kuat, tim yang lebih agile, dan strategi pendidikan yang lebih inovatif? Intimate Class with DIP menghadirkan Transformative Insights, kelas intensif yang memberikan wawasan strategis, pendekatan praktis, dan solusi langsung yang bisa diterapkan di dunia bisnis dan pendidikan.

📅 Jadwal & Topik Kelas:
📍 Bandung | 12 April 2025 – Business Ecosystem
📍 Jakarta | 26 April 2025 – Change Management
📍 Surabaya | 10 Mei 2025 – Outcome Based Education
📍 Jakarta | 24 Mei 2025 – Agile Teams
📍 Yogyakarta | 21 Juni 2025 – Transformative Education
📍 Jakarta | 5 Juli 2025 – Sustainability Management
📍 Jakarta | 19 Juli 2025 – Innovation & Agility in Education

Kenapa Harus Ikut?
✅ Kelas terbatas untuk pengalaman belajar yang lebih eksklusif dan intensif
✅ Topik yang dirancang khusus untuk menghadapi tantangan bisnis dan pendidikan saat ini
✅ Belajar langsung dengan DIP melalui diskusi interaktif dan studi kasus nyata
✅ Metode inovatif berbasis Design Thinking & Agile Strategy untuk hasil yang lebih efektif

Hanya tersedia untuk peserta terbatas. Daftar sekarang sebelum kuota habis.

s.id/DIPClass
atau
Klik tautannya di bio kami.

📞 +62 811 2232 004

ADKAR

Mengelola Perubahan Itu Tidak Mudah

Banyak organisasi terjebak dalam perubahan yang hanya bersifat sementara.
❌ Strategi diterapkan, tapi gagal bertahan.
❌ Resistensi muncul di setiap lini.
❌ Perubahan tidak memberikan dampak jangka panjang.

Apa yang Salah?
Seringkali, kegagalan bukan karena ide atau tujuan yang lemah, tapi karena strategi perubahan yang tidak terstruktur dan tidak berorientasi pada manusia.

Framework ADKAR hadir sebagai pendekatan strategis untuk memastikan perubahan:
✅ Lebih Mudah Diterima dan Dijalankan di seluruh organisasi.
✅ Mengurangi Resistensi dan meningkatkan keterlibatan tim.
✅ Berlangsung Lebih Lama dan menciptakan dampak yang berkelanjutan.

🔗 Pelajari lebih lanjut dalam eBook ADKAR dari The Local Enablers dan mulai bangun transformasi yang bertahan lama di organisasi Anda.

📥 Download sekarang melalui:
ebook.designthinkingacademy.id
atau
klik tautannya di bio kami!

Design Thinking Mencakup Apa Aja?

Pernah nggak merasa bahwa Design Thinking sering kali diajarkan sebagai proses tahap demi tahap yang kaku? Padahal, bukankah inovasi di dunia nyata justru penuh dengan eksperimen, iterasi, dan sering kali messy?

Kalo gitu, apakah kita perlu melihat Design Thinking bukan hanya sebagai framework, tapi sebagai mindset yang lebih adaptif dan kontekstual?

Kritik terhadap pendekatan linear dalam Design Thinking memang relevan, terutama ketika banyak orang hanya mengenal framework-nya sebagai proses tahap demi tahap yang kaku. Padahal, inti dari Design Thinking bukan hanya pada tahapan eksplisit seperti Empathize, Define, Ideate, Prototype, Test, tetapi lebih pada mindset yang adaptif, iteratif, dan berbasis eksplorasi.

Pendekatan yang biasa kami lakukan di @thelocalenablers ketimbang frameworknya justru lebih menekankan pemahaman akan non-linearity yang akan sangat menarik karena lebih sesuai dengan realitas inovasi. Proses inovasi memang sering kali tidak berjalan rapi atau mengikuti urutan tertentu. Justru, keberhasilan inovasi lebih banyak terjadi dalam lingkungan yang dinamis, penuh eksperimen, dan sering kali “messy.”

Poin tentang outcomes dan impact juga penting. Terlalu banyak yang fokus pada bagaimana menerapkan framework tanpa benar-benar memahami bagaimana ia menciptakan budaya inovasi. Padahal, yang lebih esensial adalah bagaimana mindset inovatif itu bisa diterapkan dalam berbagai konteks, mendorong agility, serta menghasilkan dampak nyata bagi organisasi atau ekosistem.

Kalau ada rencana untuk mendalami atau mendokumentasikan pendekatan ini lebih lanjut—mungkin dalam bentuk tulisan, workshop, atau konten digital—itu bisa jadi kontribusi penting dalam diskursus inovasi, terutama dalam mengedukasi bahwa Design Thinking bukan sekadar framework, tapi a way of thinking and doing innovation.🎉✨

Sertifikasi Design Thinking

🚀 Ciptakan Kebijakan Publik yang Lebih Inovatif, Kolaboratif, dan Berpusat pada Masyarakat! 🌍✨”

Apakah kebijakan publik saat ini sudah benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat? 🤔 Dengan Design Thinking, kita bisa merancang kebijakan yang lebih human-centered, berbasis data, serta melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk solusi yang lebih inovatif dan berkelanjutan!

📍 Makassar | 19-20 Maret 2025
🎯 Untuk akademisi, pembuat kebijakan, birokrat, serta aktivis & LSM yang ingin menghadirkan perubahan nyata!

🔥 Daftar sekarang dan jadi bagian dari transformasi kebijakan publik! 🚀

Leader Ngga Punya Midsheet Design Thinking Nih

Dalam banyak sesi pelatihan Design Thinking, sering kali muncul pernyataan seperti, “Harusnya pimpinan saya yang ikut, karena beliau yang punya kewenangan!” Pernyataan ini mencerminkan anggapan bahwa kepemimpinan hanya terkait dengan jabatan tertentu. Padahal, kepemimpinan bukan sekadar soal hierarki, melainkan tentang bagaimana setiap individu mampu mengambil inisiatif, berempati, dan menggerakkan perubahan—itulah mengapa setiap orang adalah pemimpin.

Design Thinking bukan hanya alat inovasi, tetapi juga pendekatan kepemimpinan. Dengan prinsip dasarnya yang berfokus pada empati, kolaborasi, dan eksperimen, Design Thinking membentuk pemimpin yang lebih terbuka, adaptif, dan berorientasi pada solusi yang berdampak. Kepemimpinan dalam konteks ini tidak ditentukan oleh posisi, tetapi oleh cara seseorang berpikir, bertindak, dan mempengaruhi lingkungan di sekitarnya.

Bagi mereka yang saat ini berada dalam tim, kepemimpinan berarti memiliki kemampuan menerjemahkan kebijakan pimpinan ke dalam implementasi yang lebih relevan dan efektif. Dengan memahami prinsip Design Thinking, anggota tim tidak hanya menunggu arahan dari atas, tetapi juga proaktif dalam menjembatani visi strategis dengan realitas di lapangan. Mereka memastikan bahwa kebijakan yang dibuat tidak hanya dieksekusi, tetapi juga diperkaya dengan pendekatan yang berpusat pada kebutuhan pengguna atau pelanggan.

Pendekatan ini membentuk budaya everyday leaders—orang-orang yang tidak menunggu gelar atau jabatan untuk memimpin, tetapi berani mengambil peran dalam menciptakan perubahan, sekecil apa pun kontribusinya. Ketika pola pikir ini berkembang di seluruh organisasi, inovasi tidak lagi bergantung pada individu di puncak hierarki, melainkan menjadi energi kolektif yang mendorong pertumbuhan berkelanjutan.

Maka, pertanyaan yang lebih relevan bukanlah, “Siapa yang seharusnya mengikuti pelatihan ini?” melainkan, “Bagaimana setiap individu dapat menerapkan pendekatan ini untuk memimpin perubahan dari posisinya masing-masing?”

Karena pada akhirnya, kepemimpinan bukan tentang jabatan, tetapi tentang keberanian bertindak dan menciptakan dampak.

Design Thinking Pintu Masuk Inovasi, Kenapa?

Design Thinking sering disalahpahami sebagai sekadar metode kreatif yang identik dengan penggunaan post-it atau hanya sebatas proses desain visual. Padahal, Design Thinking adalah pendekatan holistik yang melibatkan berbagai disiplin ilmu untuk menciptakan solusi yang tidak hanya berfungsi dengan baik, tetapi juga memberikan nilai bagi manusia dan menghasilkan keuntungan bagi bisnis🥳

Inti dari Design Thinking adalah menempatkan manusia sebagai pusat dari setiap proses inovasi. Produk yang baik tidak cukup hanya berfungsi secara teknis; produk tersebut harus mampu menyelesaikan masalah nyata yang dihadapi pengguna. Ketika sebuah produk memberikan nilai yang bermakna bagi manusia, hal ini akan mendorong keinginan untuk menggunakan atau memilikinya. Nilai inilah yang kemudian menjadi jembatan untuk menciptakan pendapatan bagi bisnis🤩

Namun, Design Thinking bukan berarti mengesampingkan aspek bisnis atau teknologi. Sebaliknya, pendekatan ini mengintegrasikan kebutuhan manusia dengan kelayakan teknis dan keberlanjutan bisnis. Produk yang hanya mengutamakan fungsi teknis tanpa mempertimbangkan pengalaman pengguna cenderung gagal di pasar. Di sisi lain, produk yang menarik secara estetika tetapi tidak fungsional juga tidak akan bertahan lama🧐

Design Thinking muncul sebagai respons terhadap dominasi pendekatan berbasis bisnis dan teknologi dalam pengembangan produk. Pendekatan ini tidak berusaha menggantikan logika bisnis atau teknologi, melainkan memperkaya proses inovasi dengan pemahaman mendalam tentang manusia sebagai pengguna. Dengan memahami konteks dan kebutuhan manusia secara menyeluruh, Design Thinking membantu menentukan masalah yang tepat untuk dipecahkan, metrik keberhasilan yang relevan, dan peluang bisnis yang muncul dari solusi tersebut😎

Dengan pemahaman yang benar, Design Thinking bukan hanya alat kreatif, tetapi juga strategi penting untuk menciptakan inovasi yang berdampak, relevan, dan berkelanjutan dalam jangka panjang🎉🎉

Design Thingking Untuk Apa?

Design Thinking bukan sekadar metode dengan tahapan sistematis—Empathize, Define, Ideate, Prototype, dan Test. Lebih dari itu, ia adalah cara berpikir yang menekankan eksplorasi dan empati. Dengan pendekatan ini, kita tidak hanya mencari solusi teknis, tetapi juga memahami tantangan dengan lebih kreatif dan manusiawi.

Mindset ini mengajarkan bahwa inovasi bukan cuma tentang menciptakan produk baru, tetapi juga bagaimana kita melihat dunia dengan perspektif yang lebih luas. Empati menjadi landasan utama, memungkinkan kita memahami kebutuhan manusia dan lingkungan sekitar. Ketidakpastian bukan hambatan, melainkan bagian dari proses menuju inovasi yang lebih baik. Berpikir non-linear juga penting, karena solusi terbaik sering kali muncul dari pendekatan yang tidak terduga.

🎯 Inovasi yang Berakar pada Purpose
Banyak inovasi gagal karena terlalu fokus pada teknologi atau keuntungan tanpa memahami esensi masalah. Design Thinking menekankan pentingnya memahami “mengapa” sebelum mencari solusi, sehingga inovasi memiliki dampak nyata dan relevan. Dalam pendidikan, misalnya, inovasi bukan sekadar menciptakan aplikasi canggih, tetapi juga memastikan metode yang lebih inklusif dan efektif.

⭐️ Visi sebagai Bahan Bakar Inovasi
Perubahan besar selalu dimulai dari mimpi dan imajinasi. Design Thinking mengajarkan bahwa mimpi adalah energi yang mendorong eksplorasi solusi baru. Para inovator seperti Elon Musk dan Steve Jobs tidak hanya mengandalkan keahlian teknis, tetapi juga keberanian untuk bermimpi besar dan menantang batasan.

⏰ Fleksibilitas dalam Menghadapi Perubahan
Banyak orang takut akan perubahan, tetapi dalam Design Thinking, perubahan adalah peluang. Eksperimen dan kegagalan adalah bagian dari inovasi. Dengan terus beradaptasi dan beriterasi berdasarkan umpan balik, solusi yang lebih baik dapat tercipta. Kolaborasi juga penting, karena perspektif yang beragam menghasilkan inovasi yang lebih kaya dan efektif.

Innovation is not just about creating something new, but about understanding, adapting, and daring to dream for meaningful change.🎉

Era AI; Apa Yang Perlu Dilatih Untuk Bergeser Mindsetnya?

Menghindari ketergantungan pada AI dalam Design Thinking sebagai mindset dapat dimengerti karena esensinya yang sangat manusia-sentris. Design Thinking punya fokus pada empati, kreativitas, dan kolaborasi untuk menciptakan solusi inovatif yang relevan dan bermakna. Kenapa pada tahap tertentu lebih baik tidak terlalu bergantung pada AI? ✨

1. Empati Sebagai Fondasi✨
Design Thinking dimulai dengan empati, yaitu memahami emosi, kebutuhan, dan masalah nyata pengguna melalui interaksi langsung, observasi, dan percakapan mendalam. AI mungkin dapat menganalisis data, tetapi tidak dapat menggantikan koneksi emosional atau intuisi yang diperoleh dari interaksi manusia langsung.

2. Kreativitas dan Ideasi Tanpa Batas✨
AI bekerja berdasarkan data historis, sedangkan Design Thinking mendorong solusi inovatif yang sering kali tidak terduga. Ketergantungan pada AI berisiko membatasi kreativitas dengan berfokus pada pola yang sudah ada.

3. Iterasi dan Pembelajaran Reflektif✨
Iterasi melalui prototipe adalah bagian penting dari Design Thinking. Proses ini melibatkan keberanian untuk gagal dan belajar dari kesalahan. AI mungkin memberikan jawaban cepat, tetapi tidak menyediakan ruang untuk eksplorasi dan refleksi yang memperkaya wawasan.

4. Kolaborasi dan Pemahaman Kolektif✨
Proses kolaboratif dalam Design Thinking melibatkan diskusi dan pemikiran bersama yang dinamis.. AI tidak dapat menggantikan dinamika manusia yang berbasis empati dan perspektif beragam.

5. Menghindari Bias Kognitif dalam AI✨
AI sering kali membawa bias tersembunyi yang berasal dari data atau algoritma. Manusia memiliki kemampuan unik untuk menilai konteks dan memastikan solusi yang inklusif.

6. Mindset Lebih Penting daripada Alat✨
Design Thinking adalah pola pikir kreatif dan inklusif yang menempatkan manusia sebagai pusat inovasi. Terlalu bergantung pada AI dapat mengaburkan nilai inti ini.✨

Jadi, AI bisa banget jadi alat pendukung untuk analisis data dan efisiensi, tetapi inovasi sejati tetap berakar pada empati, kreativitas, dan kolaborasi manusia. Pada akhirnya, inovasi terbaik adalah yang berdampak besar bagi kemanusiaan.✨