Era digital dan Perubahan Proses Bisnis

“Bagaimana jika kita buat aplikasi saja pak!” Ucapan ini sering kali kita dengar diera digital ini, semua solusi berujung pada aplikasi, maklum era digital katanya. Ada satu tanda yang sering ekosistem kita rasakan ketika menggunakan perangkat digital adalah jauh harapan, mengapa beragam aplikasi ini justru membuat penghuni ekosistem jadi jenuh, kelelahan dan chaos.

Perubahan utama dari era digital yang perlu dipahami adalah proses bisnisnya, era VUCA (Volatile, Uncertainty, Complexity dan Ambigu) yang semakin BANI Brittle alias mudah pecah, Anxiety adalah keadaan yang mengkhawatirkan, N adalah Non-linear atau tidak lurus, dan I adalah Incomprehensible atau sulit dipahami.

Era dengan berbagai keterhubungannya ini mengakibatkan proses bisnisnya jauh berbeda. Disinilah setiap individu yang hidup dijaman ini perlu mendapatkan pemahaman untuk secara perlahan memahami proses bisnis barunya (transformasi). Digital jelas merubah berbagai pola kehidupan. Dunia bisnis banyak yang roboh akibat kesulitan memahami kondisi baru ini.

Kemudian, mengapa aplikasi tidak tepat dikatakan sebagai solusi? Solusi baru sejatinya adalah proses bisnis baru yang ditemukan, melibatkan keterlibatan pelaku sistem dan pelakunya untuk melakukan jalur dan cara-cara baru berinteraksi. Proses bisnis ini dibangun, dibangun dengan pertimbangan yang User Centric, berbasis kebahagiaan masing-masing pelaku dengan keunggulan dan perbedaaanya. Proses bisnis baru ini kemudian didigitalisasi salah satunya dengan perangkat bernama aplikasi.

Beragam hal menjadi chaos dan melelahkan karena di era digital ini sering kali kita merasa paling inovatif, lupa berempati ada pelaku ekosistem dan bagaimana mereka berinteraksi. Perilaku jump in to solution jadi pemandangan umum hingga niatan membangun solusi berujung chaos membuat stress pelakunya karena solusi justru dibuat nir-empathy.

Era digital dan perubahan proses bisnisnya, sesungguhnya bukan dimaknai tentang perangkat, tapi ini adalah bagaimana memanusiakan di era digital, membantu proses transfromasi di masyarakat untuk sukses diera digital dengan cara-cara yang arif, kolaboratif dan kreatif karena paham proses bisnis barunya.

Saatnya tarik garis waktunya kedepan & tantangan itu nyata!

Sehelai kertas buram saya corat-coret pagi tadi, bersama kawan-kawan belajar terkait zona nyaman & aman. Titik dimana sering kali kita merasa tanpa masalah, tantangan & merasa baik-baik saja. Apalagi jika kita berada pada sebuah titik dimana baru saja menerima rekognisi pencapaian tertentu yang kemudian membuat kita terjebak dengan keadaan yang tak memiliki urgensi masalah & tak ada yang perlu dilakukan. Tampaknya kita baik-baik saja.

Tantangan utama dalam menantang diri sendiri atau organisasi adalah mengamini kita punya masalah (baca; tantangan) karena sering kali memang kita kesulitan mendefinisikan apa masalah kita, apalagi jika berkaca bahwa organisasi kita selama ini baik-baik saja, aman-aman saja apalagi jika punya nama besar.

Mampu merumuskan Problem Statement kemudian memvalidasinya sesungguhnya adalah pintu masuk inovasi. Namun, bagaimana mungkin kita bisa melahirkan inovasi jika kita tak bisa mengenali tantangan, menganggap baik-baik saja tak bisa baca peluang?

Ada satu tips yang sering kali kami bahas, terkait bagaimana caranya kita tau tau bahwa ada tantangan dalam organisasi kita.
1. Buat titik yang menandakan keberadaan kita saat ini dan segala pencapaiannya. Anggap saja ini zona nyaman yang sering membuat kita bahagia.
2. Tarik garis lurus ke kanan, sepanjang waktu di masa depan. Misalkan 5 atau 10 tahun ke depan.
3. Imajinasikan, apa yang akan terjadi dimasa depan jika kita melakukan hal yang sama dari waktu ke waktu. Apakah kita akan pada kondisi yang sama. Ada di titik mana kita nanti, akankah garis ini tetap lurus, menurun atau melesat?

Menarik garis waktu ke masa depan dengan cara-cara yang kita lakukan saat ini akan membawa pada pemikiran “apakah cara ini akan relevan di masa datang & mendatangkan kemajuan?” Kondisi saat ini & menyandingkannya dengan waktu di masa datang akan menggambarkan kesenjangan sebagai “Problem Statement” yang kuat,

Kerap kali kita lupa menarik garis waktu, hingga lupa ada urgensi untuk melakukan intervensi agar bisa tetap relevan, membuat lompatan-lompatan baru & membawa dinamikanya tetap menjadi bagian eksplorasi yang membawa kebahagiaan.

Saatnya tarik garis waktunya kedepan & tantangan itu nyata!

Pemimpin dan Imajinasi

Bahan bakar seorang pemimpin sering kali diidentikkan dengan beragam kemampuannya atau bahkan dengan kekuatan sumberdayanya. Namun sesungguhnya bahan bakar utama pemimpin yang mengerakkannya pada kemajuan adalah kekuatan imajinasinya.

Berkaca dari pengalaman di negeri ini, disaat semakin dominannya pemimpin-pemimpin tanpa imajinasi, tak paham arah dan tujuan. Apalagi jika ditanya apakah mereka memahami bagaimana dan untuk apa sesungguhnya cita-cita pergerakannya dilakukan malah dijawab dengan menutup ruang dialog. Maka sesungguhnya kehadiran pemimpin-pemimpin muda menjadi harapan baru, tantantangannya adalah bagaimana merawatnya tak kemudian di satu titik mereka berbelok karena kepentingan, lupa cita-cita.

Pemimpin dengan imajinasi akan menujukan visinya pada sebuah kemajuan yang Ia kalibrasi cara mencapainya pada setiap waktunya. Proses ini akan membawanya pada kematangan penguasaan cara-cara inovatif yang Ia bisa ditempuhnya.

Menuangkan mimpi adalah tantangan berikutnya, karena Ia perlu terampil menyajikannya dalam rencana & aksi pergerakannya. Ia juga perlu belajar bagaimana merancang dan mengeksekusi tahapan-tahapan yang terukur. Dilanjutkan dengan mempersenjatainya dengan cara-cara lateral, menumbuhkan kesabaran membangun timnya dengan asupan-asupan gizi organisasi yang sehat dan mejadi sponsor bagi setiap perubahan yang punya value kuat.

Imajinasi seorang pemimpin tumbuh bukan karena given atau turunan keluarganya, namun dalam kesehariannya Ia berkesadaran penuh untuk belajar menumbuhkan kekuatannya dengan 1) mendekatkannya pada beragam literasi yang Ia baca, 2) terhubung dengan beragam panutan yang Ia contoh & menginspirasinya, 3) menguatkan nilai-nilai luhur yang Ia yakini, 4) melatih keterampilan professionalnya, 5) mematangkan kerendahan hatinya serta, 6) ekosistem yang tepat yang Ia pilih dalam proses akselerasinya.

Dikelilingi anak muda yang punya imajinasi kuat saat ini adalah sebuah kebahagiaan, walau diluar sana masih menantang bagaimana menebar imajinasi kemajuan ini tersebar secara luas. Memimpikan masa depan kita akan banyak ditumbuhi contoh-contoh pemimpin yang energinya terpancar kuat karena mimpi besarnya.

Pembelajaran terbaik menjadi pemimpin adalah menjadi pemimpin sekaligus sponsor perubahan

Pertemuan sore kemarin belajar langsung dari mentor terbaik saya, yang selama kurang lebih satu dekade ini menjadi panutan dengan beragam contoh baik kepemimpinannya.

Pembelajaran terbaik menjadi pemimpin adalah menjadi pemimpin sekaligus sponsor perubahan, memberikan waktu agar timnya belajar dan berproses, memberikan kesempatan menggagas ide dan memvalidasinya, merangsang timnya untuk menjadi peka pada sekeliling dan mencipta ragam imajinasi agar senantiasa bergerak ke depan namun tak lupa asal akar dan asal muasal.

Support
Ekosistem tumbuh sehat, berani bereksplorasi dengan memberinya dukungan membantunya berprogres dan bergerak kedepan.

Inovasi dan Ekspansi
Ekosistem diprovokasi untuk selalu berhadapan dengan kebaruan, ditantang berinovasi dan mengekspansi dengan berani hal-hal baru. Tujuan sesungguhnya adalah membuahkan inovasi, membuahkan jawaban-jawaban atas setiap tantangan yang hadir dengan cara yang lebih baik.

Re-Resonate
Pemimpin senantiasa hadir juga untuk mengingatkan, melakukan kalibrasi dan iterasi ulang dan menyelaraskan beragam inisiatif yang tumbuh didalam timnya. Ia melakukan proses orkestrasi dengan cara memberinya wadah belajar, menyinergikan serta mengakselerasinya.

Follow
Pemimpin selalu hadir, connected, membagi hal-hal baik dan membangun setiap anggotanya untuk berkontribusi pada bagian-bagiannya, memastikan bahwa perjalanan selalu menjadi lebih dekat dengan imajinasi.

Connect
Keterhubungan dibangun dengan melatih tim untuk bertransformasi dari “individual sef-interest ke “team conciousness” kesadaran berkelompok dan dari kompetisi bergerak ke kolaborasi hingga mencipta ekosistem kokreasi dengan cara kolateral yang maksimal.

Membawa ekosistem pada common bonds dimana ruang karyanya berisi saling terhubung dan mencipta dampak yang lebih besar serta terjaga kesinambungannya.

“Coming together is a beginning, staying together is progress, and working together is success.” – Henry Ford.

Selamat mempercepat proses perubahan!

Bulan ini adalah bulan ke-9 setelah ekosistem kami melakukan reset total. Melakukan reorganisasi, spinn-off dan bahkan menutup unit-unit yang tak lagi bisa dipertahankan, apalagi setelah terhantam pandemik panjang kemarin. Sepanjang pandemik, perkembangan teknologi terasa menjadi sangat eksponensial, dipaksa berkembang dalam keterbatasan organisasi. “Melakukan spin-off bahkan mematikan unit-unit bisnis benar ngga ya?” pertanyaan yang meragukan kala itu.

Namun keadaan memaksakan perubahan tak terelakkan, apalagi faktanya memang perkembangan teknologi berubah secara eksponensial, tetapi organisasi berubah secara logaritmik bahkan sulit sekali beranjak.

Ternyata, teori ini dijelaskan dalam Hukum Martec! (Gb A) yang menjelaskan mengapa organisasi manusia justru tidak bisa berubah secepat teknologinya. Perubahan perilaku dan budaya jelas membutuhkan waktu.

Jadi bagaimana caranya agar perubahan juga bisa terjadi cepat pada organisasi, individu, kelompok, proses & teknologi yang dapat diserap oleh organisasi secara produktif sekaligus? setidaknya terwujud tanpa memicu gangguan yang besar.

Tantangan organisasi yang berasa lamban karena manusia dan organisasinya berubah pada tingkat logaritmik, jauh lebih lambat daripada perubahan teknologi yang eksponensial. Pertanyaannya adalah “bagaimana kita mengelola organisasi yang relatif lambat berubah dalam lingkungan teknologi yang berubah dengan cepat?”

Sejak era pandemik, gejala ini semakin menjadi. Teknologi sangat cepat mendisrupi organisasi. Bahkan beberapa organisasi jatuh, tapi beberapa diantaranya justru melesat jauh menjadi maju. Era ini adalah era belajar banyak, pada ekosistem tempat kami tumbuh kami belajar bahwa sebuah organisasi dapat di reset dengan melakukan reorganisasi, spinn-off dan atau ditutup serta merelokasi sumberdayanya pada organisasi-organisasi modern yang ramah teknologi (Gb. B).

Mau tidak mau, organisasi memang perlu me-reset jika ingin bertahan, manajemen perlu secara strategis mentransformasikan organisasi yang lebih agile dengan praktek-praktek agile & lean management, hingga kecepatan perubahan organisasi bisa meningkat (Gb. C).

Selamat mempercepat proses perubahan!

Innovation by Design

Ketika kreatifitas sulit bergeser jadi sebuah inovasi bisa jadi terdapat banyak aspek yang luput dari perhatian bahwa setelah kreatititas ada langkah lanjutan untuk memastikannya menjadi inovasi.

Sebuah inovasi memang perlu ditumbuhkan, kami menyebutnya sebagai Innovation by Design. Hal ini juga terkait kultur yang perlu dibangun, menghantarkan kreatifitas sampai hingga terwujdnya inovasi. Ada tiga tahap penting menggeser kreativitas menjadi inovasi, coba analisis ada gap dimanakah pergerakan kita hingga sulit menjadikan inovasi berkelanjutan?

Zana 1. Tempat Kerja
Mengapa perlu by design & apa kaitannya dengan kultur? Banyak Inovasi tidak dimulai karena justru wokspacenya tidak kreatif. Inovasi biasanya dimulai dari ruang tempat kita berkarya, apakah ruang-ruangnya berisi ambience krerativitas? Diamana inisiatif bisa tumbuh subur. Maka diruang-ruang itulah keterampilan kreatif, motivasi, mood, mindfulness, lingkungan & kompetensi bisa membuncah bebas. Apakah zona 1 ini sudah ada ditempat kamu bekerja?

Zona 2. Merawat.
Kreativitas perlu dirawat dalam perjalanannya agar kemudian menjadi kenyataan, terbangun monetisasinya.& terserap pasar. Nah pada zona ini kita perlu terampil menguatkan Why-nya, ritual & toolsnya. Memastikan proses validasinya dengan kerangka Design Thinkng, menguji pasarnya dengan Lean Startup, membumikannya dengan Design Sprint & memastikan gagasan tervalidasi dengan beragam iterasinya.

Zona 3. Mengembangkan
Gagasan yang berhasil divalidasi baik masalah & pasarnya tak berhenti disitu, karena dalam pengembangannya ada fase lain seperti founders-fit, market-fit & business model fit. Ini jadi tantangan selanjutnya bagaiman membuat gagasana berwujud, menjadi solusi, terserap pasar & memastikan kemandirian dan keberlanjutannya. Memonetisasinya & menjadikannya inovasi berkelanjutan.

Organisasi kita bisa saja organisasi yang kreatif tetapi tak sanggup memonetize di ujung karena Ia tak mampu merawatnya, tak adaptif & mengawalnya jadi inovasi. Begitu pula kebalikannya, bisa jadi kita menghasilkan inovasi, tapi bukan berasal dari kultur & skills yang dibangun, hingga inovasinya berasal dari satu pihak saja kemudian terancam keberlanjutannya.

Bagaimana, siap Going The Extra Miles?

Going extra miles. Bekerja di zona aman, tidak banyak dinamika, nyaman dan sentosa banyak jadi idaman karena tak banyak peluang terjadinya chaos. Namun dalam jangka panjang sering kali menjadi tantangan karena ternyata berada di zona nyaman lama kelamaan menjadikan kita menjauh dari eksplorasi, jauh dari momentum yang seharusnya terbangun dan melompatkan organisasi jadi lebih baik.

Going To The Extra Miles artinya melakukan sesuatu yang lebih, biasanya bentuk eksploratif demi tercapainya sebuah tujuan. Sering kali hal ini diluar jobdesc-nya tapi tentu ini akan membawa kita pada kondisi yang lebih baik, berhasil melakukan hal yang “lebih”, bukan karena cari muka ya! Agak sulit mengukur ini dengan KPI karena proses kualitatifnya tak tercatat dalam target. Hasilnya pun lebih sering berupa outcomes dari pada output yang seringkali organisasi tradisional lakukan.

Going the extra miles akan memacu kita untuk melakukan tanggung jawab & memompa kapasitas diri lebih besar lagi. Melakukannya secara konsisten akan menumbuhkan budaya baru, akan tercipta lingkungan kerja yang isinya bisa jadi saling dukung.

Dalam bidang psikologi & manajemen, ini disebut sebagai organizational citizenship behaviour (OCB), perilaku ini sangat menguntungkan dua pihak, baik individunya ataupun perusahaan. Individu yang go the extra mile cenderung mendapatkan outcomes yang lebih baik performanya dengan usaha lebih dalam bekerja sehingga Ia bisa melaju lebih depan daripada yang lain.

Bagaimana kita bersedia untuk melakukan hal-hal di arena baru yang konsekuensinya bisa mengeluarkan upaya lebih untuk bisa melaksanakannya yang “tidak biasa”

Tak banyak orang yang mau masuk ke wilayah ini, karena banyak tantangan & kemungkinan salah & risko yang tak bisa diantisipasi. Apalagi dengan bayangan akan banyak waktu, tenaga & biaya yang akan timbul.

Namun ketika kita berkata terkait hasil, maka tentu hasilnya akan sangat optimal dan berlipat dari sebelumnya. Akan banyak menemukan blind-area yang menantang, tapi memang banyak peluang yang bisa terbentuk. Gimana, siap Going The Extra Miles?

Mengapa Penting Memahami Design Thinking (DT) ?

Mengapa penting memahami Design Thinking (DT) ? Bagi kami framework ini membawa banyak kemajuan yang signifikan bagi cara pandang, budaya kerja & pola pikir yang membuat setiap individunya punya kapasitas kreativitas yang lebih tinggi, adaptif terhadap perubahan dan kemampuan berpikir kritsinya yang semakin baik.

Kemampuan empati yang diasah dalam kesehariannya mencipta ekosistem yang semakin matang dan membahagiakan. DT sesungguhnya bukan semata-mata framework, tapi ini adalah mindset penting yang mengawali inovasi.

Jika dikatakan mengapa penting kemudian banyak juga pihak yang masih ragu akan pentingnya memahami barang ini, coba kita lihat fakta dan data. Siapakah yang menggunakan pendekatan ini dan berhasil mencipta beragam inovasi bagi kemajuan masyarakatnya?

Singapura, contoh terkenal tentang bagaimana kepemimpinan yang kuat dan pemikiran inovatif telah mendorong pertumbuhan ekonominya. Dengan menekankan & mengadopsi pendekatan yang “citizen-centric”, pemerintahnya menerapkan pendekatan desain dalam upayanya untuk meningkatkan kehidupan masyarakatnya.

Negara yang berawal dari serba keterbatasan, sejak tahun 2008, pemerintah Singapura datang ke IDEO, perusahan konsultan inovasi yang terkenal dengan pendekatan IDEO Design Thinking untuk menjadikan negaranya dengan pemerintahan yang Human-centered.

Beragam pendekatan DT kemudian diterapkan diberbagai bidang seperti pelayanan kesehatan  yang “patient-centric” untuk menekan subsidi kesehatan dengan membuat sistem prediksi biaya kesehatan& asuransinya yang menguntungkan bagi warganya. Juga pada bidang lainnya seperti di bidang ketenagakerjaan, SDM agar orang Singapura mau memiliki anak lebih banyak, perumahan, sistem hukum, pendidikan, kebun binatang, bandara bahkan tentara yang memiliki 1000 insinyur yang memahmai Design Thinking dengan baik.

Bukan cuma pemerintah, perusahaan swasta di Singapura menggunakan Design Thinking untuk mengerjakan strategi bisnisnya & mengembangkan organisasinya dengan pesat. Jadi tak heran bahwa negara kecil ini kemudian punya Creative Confidence yang sangat besar, secara konsisten mengembangkan Creative Musclenya & membuat the Red Dot ini cepat sekali berinovasi.

Merawat Organisasi dengan Kepemimpinan Kolektif

Merawat organisasi dengan kepemimpinan kolektif. Menjadi tantantan memang dalam merawat sebuah organisasi yang sehat menjadi ruang inovasi bagi setiap insannya.

Ada beberapa hal yang menjadi variabel apakah organisasi kita sudah cukup ideal menjadi wadah bagi tumbuhnya Collective Leadership. Ruang-ruang invasi ditumbuhkan dengan memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk tumbuh dan menumbuhkan hal-hal berikut, oh ya coba kamu berikan nilai 1-5 pada setiap poinnya, dan lakukan proses retrospektif setelahnya bersama tim kamu pada bagian mana yang perlu diperbaiki.

1.KEBERSAMAAN
-Berkontribusi
-Saling mendukung
-Berlatih kontekstualitas

2.KECERDASAN BERSAMA
-pembelajaran iteratif
-keragaman
-dialog berkualitas

3.KEMANUSIAAN
-Empati
-Keseimbangan
-Mindfulness

4.INOVASI
-Agility / ketangkasan
-Keunggulan
-Kreativitas

5.KETERIKATAN
-Aksi kolektif
-Keterhubungan
-Aksi bersama

6.PELUANG MASA DEPAN
-Ketegasan
-Pemberdayaan
-Berorientasi masa depan

Kepemimpinan di era kompleksitas ini, ada pergeseran yakni “a shift from thinking of a leader as a ‘hero’ to thinking of a leader as a ‘host’” Ketika seorang pemimpin adalah ‘pahlawan’, dia diharapkan memiliki semua jawaban, menyelesaikan semua masalah, dan memperbaiki segalanya untuk orang lain. ‘Pahlawan’ itu dinamis, karismatik, dan brilian. Tantangan dengan dengan pola pikir ini adalah bahwa model perintah & kontrol sering menggunakan solusi cepat yang dibuat oleh segelintir orang yang berkuasa & seringkali solusi ini tidak cocok untuk masalah kompleks yang dihadapi sekarang

Alih-alih menjadi ‘pahlawan’ kita membutuhkan pemimpin sebagai ‘tuan rumah’ yang memiliki keterampilan mempromosikan pembelajaran bersama, pengambilan keputusan kelompok yang efektif, refleksi, visi dan penetapan tujuan & akuntabilitas bersama.

Bagaimana tim bergerak menuju pendekatan kepemimpinan kolektif akan berbeda untuk setiap organisasi, tergantung pada seberapa mengakarnya pendekatan tradisional, seperti yang tercermin dalam struktur, prosedur pelaporan, praktik pengambilan keputusan & banyak lagi.

Saatnnya kita bisa bergerak menuju pola pikir kepemimpinan kolektif, kapan nih kita diskusi dan berbersamai shifting organisasimu?

Collective Leadership

Perbincangan menarik di sebuah tim yang membandingkan tim lain terkait leadershipnya. Ia berkata “Tim disana leadershipnya kuat, anggota timnya punya petunjuk & menurutinya, timmnya selalu tertib & berjalan sesuai kehendak pemimpinnya” Kemudian saya menjawab, “jika kamu berada di tim tsb, apakah kira-kira kamu berkenan mengikuti arahan leadernya hingga detail?”

Perbincangan ini mengarah pada pertanyaan, mana yang lebih baik? Keduanya baik, kita tak bisa memaksakan kultur yang sama pada organisasi yang beda, terlebih sejarah & kulturnya beda. Yang terbaik adalah dimana organisasi berjalan bahagia menuju visinya. Disinilah kita bisa memaknai mana organisasi yang memang baik menggunakan Traditional Leadership atau Collective Leadership.

Collective Leadership, ketika sekelompok individu bekerja bersama & berbagi tujuan. Anggota di dalamnya secara internal & eksternal termotivasi bekerja bersama menuju visi bersama dalam sebuah kelompok menggunakan talenta-talenta uniknya dengan beragam keterampilannya untuk saling berkontribusi bagi kesuksesannya. Kepempimpinan kolektif merekognisi bahwa kesuksesan yang langgeng tidak mungkin terjadi tanpa perspektif & kontribusi yang beragam.

Sebuah proses yang tergantung pada keterhubungan antarbagian yang saling bekerja sama.Bagaimana kelompok bisa bekerja bersama dengan keunikan tiap oranglah yang membedakannya dari kepemimpinan tradisional.

Ada pembagian tanggung jawab, pengambilan keputusan, akuntabilitas & ikatan otentik. Semua dilibatkan dalam mencipta visi & berkomitmen bekerja untuk mencapai visinya. Asumsinya bahwa tiap orang dapat & perlu memimpin. Hanya saja, jika kamu memilih tipe ini maka perlu kondisi khusus untuk memastikan keberhasilan secara keseluruhan, yakni membangun kepercayaan, shared power, komunikasi transparan, efektif, akuntabilitas & pembelajaran bersama. Hal ini didasarkan pada pengakuan bahwa tanpa karunia, bakat, perspektif & upaya banyak pihak, perubahan berkelanjutan akan sulit dicapai.

-A key aspect of collective leadership is that the success depends on the leadership within the entire group rather than the skills of one person- -Follett-