Digaji untuk Mimpi, Dihabiskan untuk Deadline?

Digaji untuk Mimpi, Dihabiskan untuk Deadline?

Dalam diskusi santai bersama tim, muncul satu hal yang mengusik: sebagian besar tenaga dan waktu kita terserap untuk pekerjaan teknis yang hasilnya langsung terlihat. Proyek mendesak terasa lebih penting karena tekanan waktunya nyata dan imbalannya cepat dirasakan. Padahal, mereka juga digaji untuk mengerjakan hal-hal strategis—yang justru menentukan arah jangka panjang. Tapi karena hasilnya tidak instan, kerja strategis sering terlupakan begitu saja.

Masalahnya bukan soal kurang niat, tapi soal bagaimana manusia cenderung memilih yang terasa dekat. Dalam psikologi perilaku, ini dikenal sebagai Time Horizon Bias—kecenderungan fokus pada hasil jangka pendek, meskipun nilainya tak sebesar dampak jangka panjang. Akibatnya, kita terus sibuk mengejar yang cepat terlihat, tapi perlahan kehilangan arah. Tanpa sadar, tim bisa aktif bergerak, tapi tidak benar-benar maju.

Dari sisi motivasi, Expectancy Theory – Victor Vroom menjelaskan bahwa orang akan terdorong jika yakin usahanya menghasilkan sesuatu yang dihargai. Jika kerja strategis tidak dibicarakan, tidak diakui, atau tidak dihargai, wajar jika energi beralih ke pekerjaan yang lebih cepat terasa hasilnya. Apalagi bila sistem reward lebih menekankan proyek jangka pendek. Lama-kelamaan, cara kerja yang instan jadi kebiasaan: cepat selesai, cepat dibayar—tapi miskin arah.

Karena itu, visi tak cukup jadi pajangan di dinding atau slide pembuka di awal tahun. Visi perlu hadir dalam percakapan, proses, dan cara tim menilai kemajuan. Ia harus dihidupkan setiap hari—bukan sebagai jargon, tapi sebagai pengarah langkah. Ketika visi bisa dirasakan dan dihubungkan dengan pekerjaan harian, kerja strategis tidak lagi terasa jauh. Ia jadi sesuatu yang nyata, dikejar bersama, dan dirayakan bersama.

Tulisan ini bukan sekadar refleksi, tapi pengingat: membangun sesuatu yang bertahan lama butuh keberanian memberi ruang bagi hal-hal yang belum terlihat hasilnya. Di situlah esensi strategi—tak selalu mendesak, tapi sangat menentukan. Dan mungkin, di situlah pula kedewasaan organisasi diuji: apakah kita sekadar sibuk, atau benar-benar sedang menuju sesuatu yang bermakna✨

Pemimpin Tanpa Praktik = Retorika Kosong

Pemimpin Tanpa Praktik = Retorika Kosong

Di ruang kelas dan ruang rapat, kita kerap menjumpai mereka yang fasih berbicara soal nilai—tentang integritas, kejujuran, atau kepemimpinan berbasis nilai. Namun sering kali, kata-kata itu tidak sejalan dengan tindakan. Dalam teori Cognitive Dissonance (Festinger), ini menciptakan ketegangan batin: ketika apa yang diajarkan tidak dijalani, hati dan pikiran tidak lagi selaras. Dan dalam organisasi, disonansi ini bukan hanya melukai individu, tapi menular sebagai budaya yang kehilangan arah. Seperti kata Carl Jung -You are what you do, not what you say you’ll do-

Jürgen Habermas menyebut ini sebagai performative contradiction: berbicara soal kebenaran, tapi hidup dalam kebohongan kecil yang berulang. Dalam kepemimpinan, ini adalah ironi paling mematikan—sebab kepercayaan tim tidak tumbuh dari narasi, tapi dari keutuhan antara nilai dan aksi. Pemimpin yang kehilangan integritas bukan hanya kehilangan wibawa, tapi juga menciptakan ruang kosong di mana kejujuran hanya jadi jargon. ā€œThe true test of leadership is how well you function in a crisis—especially when no one is watching.ā€ -Brian Tracy-

Dalam pendidikan, Paulo Freire menegaskan bahwa pembelajaran sejati terjadi bukan hanya lewat ucapan, tapi melalui praxis: integrasi refleksi dan aksi. Di sinilah letak hidden curriculum—murid lebih cepat meniru apa yang guru lakukan daripada apa yang ia ucapkan. Lawrence Kohlberg pun mengingatkan, ā€œMoral reasoning is not moral behavior.ā€ Memahami nilai tak cukup; tanpanya, guru atau pemimpin hanya mengulang doktrin yang kehilangan ruh.

Tradisi Islam memperkuat pesan ini dengan tajam: ilmu tanpa amal adalah bentuk kemunafikan. ā€œPerumpamaan orang yang mengajarkan kebaikan namun melupakannya untuk dirinya sendiri adalah seperti pelita yang menerangi orang lain, namun membakar dirinya sendiri.ā€

Dalam pendidikan dan kepemimpinan, keteladanan bukan tambahan—ia inti dari transformasi. Sebab sejatinya, nilai tak perlu diteriakkan jika ia telah diwujudkan dalam laku.✨

Menulis Kalimat Perencanaan Yang Menggerakan Perubahan

Udah yakin bisa bikin kalimat kebijakan dan program? Karena dampaknya akan sangat besar!

Di balik setiap kebijakan publik yang berhasil, selalu ada perumusan strategi yang jernih, tepat sasaran, dan menyentuh akar persoalan. Bukan cuma soal seberapa besar anggaran yang dikelola, tapi bagaimana kebijakan itu ditulis dan dimaknai. šŸ”†

Sebagai pemangku kebijakan, kemampuan menuliskan arah kebijakan dan program pembangunan adalah keterampilan esensial—karena dari sanalah visi perubahan diterjemahkan ke dalam aksi nyata yang bisa dipahami, diukur, dan dirasakan dampaknya oleh masyarakat.

Bukan cuma perlu terampil mengelola anggaran, tapi justru sebelumnya dimulai dari hal yang paling mendasar: cara menyusun kalimat kebijakan dan program yang benar. ✨

Kesalahan menulis arah kebijakan bisa berdampak fatal—baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi pembangunan.

Kalimat yang kabur, tidak fokus, atau sekadar menyebutkan rutinitas tanpa orientasi hasil, membuat program kehilangan arah dan hanya menjadi formalitas. Padahal, arah kebijakan harus mampu menjawab ā€œapa yang berubahā€ dan ā€œsiapa yang terdampak,ā€ bukan hanya ā€œapa yang dilakukan.ā€āœØ

Menulis kebijakan dan program bukan sekadar mengisi dokumen perencanaan. Itu adalah proses artikulasi visi pembangunan ke dalam bentuk yang strategis, operasional, dan kolaboratif. ✨

Kalimat kebijakan harus bisa mengintegrasikan tujuan pembangunan jangka panjang, merespons isu-isu strategis, dan menyinergikan berbagai pemangku kepentingan. ✨

Di sinilah pentingnya pendekatan teknokratik yang disandingkan dengan sensitivitas sosial—agar arah kebijakan tidak hanya kuat secara logika, tetapi juga menyentuh kebutuhan warga.✨

Sudah saatnya kita naik kelas dalam perencanaan: dari sekadar menyusun program ke arah membangun ekosistem perubahan. Perlu ada kesadaran bahwa setiap kata yang tertulis dalam arah kebijakan adalah kompas perubahan. Maka, mari kita perkuat kapasitas ini—agar kita tidak hanya menjadi pengelola anggaran yang andal, tapi juga pemimpin perubahan yang mampu merumuskan masa depan kota dan warganya secara tajam, inklusif, dan berdaya.šŸŽ‰

Teori Perubahan atau Theory of Change

ā€œApa yang salah ya? Kenapa perubahan yang diharapkan tidak terlihat?ā€ šŸ˜“

Jika Anda sering mengalami hal ini, saatnya UBAH STRATEGI dengan Theory of Change!

šŸ“˜ E-Book Theory of Change ini akan membantu Anda:
āœ… Memetakan perubahan yang ingin dicapai dengan lebih jelas
āœ… Menyusun program yang fokus, relevan, dan berdampak jangka panjang
āœ… Menghindari aktivitas yang sekadar ramai tapi tak berujung hasil
āœ… Mengelola risiko & hambatan dengan lebih sistematis

šŸ”„ Jangan biarkan program Anda hanya menjadi angka di laporan.
Bangun perubahan yang benar-benar NYATA dan TERUKUR.

šŸ“Œ Download eBook-nya sekarang di:
ebook.designthinkingacademy.id
atau
cek tautannya di bio kami

INTIMATE CLASS WITH DIP – TRANSFORMATIVE INSIGHTS

INTIMATE CLASS WITH DIP – TRANSFORMATIVE INSIGHTS

7 Topik Kunci | 4 Kota | Kelas Eksklusif | Kuota Terbatas

Siap membangun bisnis yang lebih kuat, tim yang lebih agile, dan strategi pendidikan yang lebih inovatif? Intimate Class with DIP menghadirkan Transformative Insights, kelas intensif yang memberikan wawasan strategis, pendekatan praktis, dan solusi langsung yang bisa diterapkan di dunia bisnis dan pendidikan.

šŸ“… Jadwal & Topik Kelas:
šŸ“ Bandung | 12 April 2025 – Business Ecosystem
šŸ“ Jakarta | 26 April 2025 – Change Management
šŸ“ Surabaya | 10 Mei 2025 – Outcome Based Education
šŸ“ Jakarta | 24 Mei 2025 – Agile Teams
šŸ“ Yogyakarta | 21 Juni 2025 – Transformative Education
šŸ“ Jakarta | 5 Juli 2025 – Sustainability Management
šŸ“ Jakarta | 19 Juli 2025 – Innovation & Agility in Education

Kenapa Harus Ikut?
āœ… Kelas terbatas untuk pengalaman belajar yang lebih eksklusif dan intensif
āœ… Topik yang dirancang khusus untuk menghadapi tantangan bisnis dan pendidikan saat ini
āœ… Belajar langsung dengan DIP melalui diskusi interaktif dan studi kasus nyata
āœ… Metode inovatif berbasis Design Thinking & Agile Strategy untuk hasil yang lebih efektif

Hanya tersedia untuk peserta terbatas. Daftar sekarang sebelum kuota habis.

s.id/DIPClass
atau
Klik tautannya di bio kami.

šŸ“ž +62 811 2232 004

ADKAR

Mengelola Perubahan Itu Tidak Mudah

Banyak organisasi terjebak dalam perubahan yang hanya bersifat sementara.
āŒ Strategi diterapkan, tapi gagal bertahan.
āŒ Resistensi muncul di setiap lini.
āŒ Perubahan tidak memberikan dampak jangka panjang.

Apa yang Salah?
Seringkali, kegagalan bukan karena ide atau tujuan yang lemah, tapi karena strategi perubahan yang tidak terstruktur dan tidak berorientasi pada manusia.

Framework ADKAR hadir sebagai pendekatan strategis untuk memastikan perubahan:
āœ… Lebih Mudah Diterima dan Dijalankan di seluruh organisasi.
āœ… Mengurangi Resistensi dan meningkatkan keterlibatan tim.
āœ… Berlangsung Lebih Lama dan menciptakan dampak yang berkelanjutan.

šŸ”— Pelajari lebih lanjut dalam eBook ADKAR dari The Local Enablers dan mulai bangun transformasi yang bertahan lama di organisasi Anda.

šŸ“„ Download sekarang melalui:
ebook.designthinkingacademy.id
atau
klik tautannya di bio kami!

Design Thinking Mencakup Apa Aja?

Pernah nggak merasa bahwa Design Thinking sering kali diajarkan sebagai proses tahap demi tahap yang kaku? Padahal, bukankah inovasi di dunia nyata justru penuh dengan eksperimen, iterasi, dan sering kali messy?

Kalo gitu, apakah kita perlu melihat Design Thinking bukan hanya sebagai framework, tapi sebagai mindset yang lebih adaptif dan kontekstual?

Kritik terhadap pendekatan linear dalam Design Thinking memang relevan, terutama ketika banyak orang hanya mengenal framework-nya sebagai proses tahap demi tahap yang kaku. Padahal, inti dari Design Thinking bukan hanya pada tahapan eksplisit seperti Empathize, Define, Ideate, Prototype, Test, tetapi lebih pada mindset yang adaptif, iteratif, dan berbasis eksplorasi.

Pendekatan yang biasa kami lakukan di @thelocalenablers ketimbang frameworknya justru lebih menekankan pemahaman akan non-linearity yang akan sangat menarik karena lebih sesuai dengan realitas inovasi. Proses inovasi memang sering kali tidak berjalan rapi atau mengikuti urutan tertentu. Justru, keberhasilan inovasi lebih banyak terjadi dalam lingkungan yang dinamis, penuh eksperimen, dan sering kali ā€œmessy.ā€

Poin tentang outcomes dan impact juga penting. Terlalu banyak yang fokus pada bagaimana menerapkan framework tanpa benar-benar memahami bagaimana ia menciptakan budaya inovasi. Padahal, yang lebih esensial adalah bagaimana mindset inovatif itu bisa diterapkan dalam berbagai konteks, mendorong agility, serta menghasilkan dampak nyata bagi organisasi atau ekosistem.

Kalau ada rencana untuk mendalami atau mendokumentasikan pendekatan ini lebih lanjut—mungkin dalam bentuk tulisan, workshop, atau konten digital—itu bisa jadi kontribusi penting dalam diskursus inovasi, terutama dalam mengedukasi bahwa Design Thinking bukan sekadar framework, tapi a way of thinking and doing innovation.šŸŽ‰āœØ

Sertifikasi Design Thinking

šŸš€ Ciptakan Kebijakan Publik yang Lebih Inovatif, Kolaboratif, dan Berpusat pada Masyarakat! šŸŒāœØ”

Apakah kebijakan publik saat ini sudah benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat? šŸ¤” Dengan Design Thinking, kita bisa merancang kebijakan yang lebih human-centered, berbasis data, serta melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk solusi yang lebih inovatif dan berkelanjutan!

šŸ“ Makassar | 19-20 Maret 2025
šŸŽÆ Untuk akademisi, pembuat kebijakan, birokrat, serta aktivis & LSM yang ingin menghadirkan perubahan nyata!

šŸ”„ Daftar sekarang dan jadi bagian dari transformasi kebijakan publik! šŸš€

Radical Colaboration

Di era persaingan ketat dan perubahan cepat, produk saja tidak cukup. Konsumen kini mencari pengalaman dan keterhubungan emosional dengan brand yang mereka pilih. Kolaborasi radikal menjadi strategi efektif untuk menciptakan ekosistem yang menyatukan komunitas, nilai, dan identitas yang berbeda, sekaligus memperkuat posisi brand di benak pelanggan✨

Kolaborasi Tahilalats x One Piece x Kopi Kenangan membuktikan hal ini. Tahilalats dengan humor lokal yang relatable, One Piece dengan fanbase global yang loyal, dan Kopi Kenangan sebagai bagian dari gaya hidup urban, bersatu menciptakan pengalaman yang lebih dari sekadar produk. Ini bukan hanya soal minuman atau merchandise, tetapi juga cara menghadirkan storytelling yang menghubungkan berbagai komunitas dan menciptakan rasa memiliki bagi audiensnya.šŸ”†

Konsumen saat ini ingin lebih dari sekadar membeli—mereka ingin berbagi, merasa terhubung, dan menjadikan produk sebagai bagian dari identitas mereka. Merchandise eksklusif dari kolaborasi ini bukan sekadar barang koleksi, tetapi simbol keterikatan komunitas yang memperkuat hubungan brand dan pelanggan. Detail seperti tutup tumbler berbentuk topi jerami Luffy menciptakan pengalaman yang lebih personal dan emosional.šŸ™Œ

Di era digital, konsumen adalah marketer terbaik. Produk yang menarik perhatian akan secara alami tersebar di media sosial, menciptakan efek viral tanpa biaya besar. Kolaborasi ini membuktikan bahwa pemasaran berbasis komunitas lebih efektif dibandingkan promosi konvensionalšŸ‘€

Pada akhirnya, brand yang bertahan bukan hanya yang menawarkan produk terbaik, tetapi yang membangun cerita dan pengalaman yang melekat dalam keseharian konsumennya. Kolaborasi radikal bukan sekadar tren, tetapi strategi masa depan untuk menjadikan brand lebih bermakna, relevan, dan selalu hadir di kehidupan pelangganšŸ’™

Purpose Driven Innovation

ā€œMas, ini hand ilustration volunteer, merchandise nya dijual juga buat projek2 kebaikanā€ seorang sahabat memberikannya sebagai hadiah✨ istimewa sekali!

Kreativitas & ketaqwaan sering kali dianggap sebagai dua dunia yang berbeda—yang satu tentang kebebasan berekspresi, yang lain tentang ketundukan dan kesadaran spiritual. Namun, ketika keduanya bertemu, lahirlah sesuatu yang lebih bermakna: inovasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga selaras dengan nilai-nilai kebaikan, keberkahan, dan kemaslahatan.

Inovasi bukan cuma menciptakan sesuatu yang baru, tetapi juga memastikan bahwa yang diciptakan punya dampak positif & berkah buat banyak orang✨

Kreativitas yang berpijak pada nilai moral & etika tentu akan melahirkan solusi yang lebih dari sekadar produk atau layanan, tetapi juga jadi jawaban atas kebutuhan yang lebih besar—baik bagi manusia maupun lingkungan.

Dalam dunia bisnis, pendekatan ini melahirkan usaha yang ngga sekadar mengejar keuntungan materi, tetapi juga keberkahan. Sebuah usaha yang dijalankan dengan niat baik, integritas & kesadaran akan manfaatnya bagi banyak orang akan lebih kokoh, lebih bermakna & punya berdampak luas.

Dalam desain dan inovasi, pendekatan yang berpusat pada manusia jadi kunci untuk menciptakan solusi yang lebih bernilai.

Inovasi ngga lagi sekadar eksplorasi ide, tetapi juga bagian dari perjalanan spiritual—menghubungkan manusia dengan nilai-nilai kebaikan, keadilan, dan kepedulian.

Kreativitas sering dikaitkan dengan kecerdasan intelektual, tetapi tanpa kebijaksanaan spiritual, ia bisa kehilangan arah. Ketajaman berpikir harus berjalan berdampingan dengan ketajaman hati nurani. Kreativitas yang dipandu oleh nilai-nilai ketaqwaan akan melahirkan keputusan yang lebih bijak, lebih manusiawi punya maknas dalam jangka panjang.

Ketika kreativitas bertemu dengan ketaqwaan, inovasi ga lagi sekadar tentang menemukan cara baru, tetapi juga tentang menghadirkan makna yang lebih dalam. Ia jadi ruang refleksi, jalan berbagi, dan sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Karyanya bisa menggerakkan hati, menumbuhkan kesadaran & membawa kebaikan yang terus mengalir. Aamiin