Gagasan Terbaik

Bagi yang percaya proses & hakikat kaborasi untuk saling memperkaya ide, memperkuat mimpi masa depan, hal‑hal yang semula tak mungkin, menjadi sangat nyata mungkin untuk dibumikan sedikit demi menjadi kenyataan.⁣ Ada kalanya kita melupakan bahwa ada garis waktu yang tak kasatmata, tak terlihat namun menjadi variabel terpenting dalam membangunnya. ⁣


⁣Bekal ketekunan menelusuri waktu adalah variabel terpenting dalam merajut satu persatu mata rantai menjadi untaian proses yang berkait satu sama lain, hingga menjadi jembatan yang menghubungkan mimpi dengan perwujudan nyatanya.⁣ Bertemu kawan‑kawan inpiratif untuk saling melengkapi kepingan puzzlenya pada gambar besarnya masing‑masing.⁣ Jika dulu dinamakan Gotong Royong, sesungguhnya sungguh kata tsb masih sangat relevan saat ini dengan sebutan kolaborasi. ⁣

Jika sempat satu masa kita berlomba saling berkompetisi untuk menang, saatnya kita meluruskan kembali makna kolaborasi untuk saling berlomba mencari letak yang pas, menempatkan kepingan puzzle kita masing‑masing yakni berupa peranan dan kompetensi yang dimiliki, untuk saling mengisi gambar besar, lukisan yang dinamakan “kebermanfaatan”⁣. Dari sebuah riset yang dalam prosesnya bergulir menjadi pergerakan kolaborasi multidisipliner, membentuk ekosistem yang saling melengkapi, bersepakat untuk memperluas dampak, kamu mau bergabung?

Baurkan & Ramu

Menyamakan frekwensi yaa, beda dengan menyamakan pendapat, atau harus benar‑benar menjadi satu pandangan yang biasanya dilakukan dengan memilih.

Menyamakan frekwensi justru sebuah ritual dalam organisasi yang menjadi penting untuk melahirkan gagasan‑gagasan baru, tidak terjebak dengan hal‑hal lama atau gagasan dari orang‑orang HiPPO (Highest Paid Person in the Office) yang biasanya memiliki kedudukan tertinggi dan terbiasa membiasakan diri dan organisasinya untuk tergantung padanya.

Ketergantungan menentukan sesuatu pada satu titik di organisasi, justru akan menumpulkan inovasi dalam jangka panjang, mematikan banyak inisiatif dan terpuruk pada beban berat ketergantungan.

Menyamakan frekwensi adalah titik nol berpikir bersama, memberikan kesempatan untuk bersama‑sama berpikir bahwa kita perlu menyamakan konteks. Bukan berarti setiap gagasan pada proses selanjutnya akan dieliminir. Justru dalam menyamakan frekwensi kita didorong membuka wawasan lebih luas, memahami perspektif berbeda dan mendudukan masalah pada konteks yang benar. Menyamakan frekwensi biasanya menyamakan kerangka berpikir yang disepakati.

Aneka latar belakang dari gagasan‑gagasan yang berbeda, dalam ekseskusinya akan dipahami apakah artinya 1) gagasan‑gagasan berbeda itu saling melengkapi, 2) akankah menjadi salah satu bagian dari bagian yang lain, 3) apakah jika ditelusuri merupakan akibat dari sesuatu yang lebih besar, 4) apakah berakibat pada hal lain, apakah ada irisannya, 5) apakah saling berhubungan, 6) apakah berada pada kelompok yang sama, 7) apakah gagasan‑gagasa tsb dalam proses yang sequential, 8) apakah dapat dibagi menjadi dua bagian atau 9) bahkan apakah dapat ditempatkan diatas salah satunya?

Menyamakan frekwensi bisa juga dikatakan sebagai pondasi untuk meletupkan gagasan kreatif dan meroketkan inisiatif dari setiap anggota tim kita. Selamat menyamakan frekwensi!

4 Cara Berdamai dengan Situasi Problematik

Sejak Pandemik Covid-19, keadaan memang sangat menguras pemikiran, memacu banyak dinamika, akhirnya banyak juga meluncur kreatifitas yang dulu tak ditemukan dengan cara-cara yang biasa. Tekanan keadaan justru membuat orang berupaya semaksimal mungkin berdamai dengan situasi yang problematis.

Banyak hal menggaungkan mulailah beradaptasi, namun bagaimana jika kondisinya tak sesuai dengan harapan? Apa yang perlu dilakukan, berkolaborasikah? beradaptasikah? atau bahkan menyerahkah? Kemudian bagaimana caranya menemukan jalan-jalan kreatif untuk melompat bereksplorasi, atau perlukah kita tetap berjalan sendiri?

Lebih dari satu tahun pandemik bergejolak, Saat ini justru banyak pihak yang menggunakan strategi keduanya, memantapkan oragnisasinya untuk melangkah lebih jauh dalam berdamai dengan situasi problematiknya. Jika Ia bisa melakukannya sendiri dalam organisasinya, maka Ia akan melakukannya secara unilateral, melakukan perbaikan-perbaikan mandiri secara mandatory. Namun, jika Ia tak bisa maka ia perlu mengambil opsi kolaborasi, menyegerakan aksi-aksi bersama dengan pihak-pihak lain.

Jika kondisinya, sebuah organisasi tak mampu berubah, namun diperkirakan mampu bertahan dengan situasinya, maka pilihan organisasi untuk beradaptasi adalah opsinya. Namun jika tak juga mampu bertahan maka pilihan untuk Exit memang pilihan pahit namun dapat dilakukan.

Seperti banyak dilakukan banyak usaha di era Pandemik ini. Exit merupakan strategi yang pahit namun tak menutup kemungkinan Ia akan hadir lagi dengan sesuatu yang benar-benar baru, melompat dengan fundametal baru yang sesuai dengan kondisi saat ini. Menyerah bukan hal buruk kok, asal kita berani memulai hal baru lagi, bangun lagi & belajar lagi. Fail fast, learn fast!

Setiap langkah selalu membawa hal baru, apapun itu biasanya membawa banyak insight baru. Yang sering kali dialami adalah ragu-ragu mengambil keputusan, hingga tak jua melangkah. Jangan lupa juga bahwa pilihan itu banyak, tinggal berani mencobanya, tidak berhenti pada satu titik. Terlebih jika punya rujukan pengetahuan, banyak hal yang dapat kita perhitungkan resikonya, perbesar kemungkinan suksesnya bahkan melompat jauh lebih tinggi🚀🚀🚀

Gambar; PWC

Lanjut atau Pindah?

Hal penting sebelum kita beranjak ke solusi adalah memvalidasi masalah. Sering kali kita lompat ke solusi & mengabaikan proses validasi masalahnya. Meskipun suatu masalah tampaknya valid & masuk akal, menjadi penting untuk memeriksanya lagi terhadap beberapa kriteria pada pelanggan sesungguhnya: Apakah sudah didefinisikan dengan baik? Tujuan memvalidasi masalah adalah menguji lagi, Apakah dirumuskan denhgan tepat? Apakah itu benar‑benar ada Apakah orang‑orang memahaminya?⁣

Jika sebuah ide unik & orisinal, bukan berarti valid yaa. Pertanyaan yang biasanya diajukan untuk memvalidasinya adalah; Apakah itu layak? Apakah sesuai dengan konteksnya? Apakah orang‑orang mengerti bahwa ide Anda akan menyelesaikan masalah mereka? Apakah sesuai dengan masalahnya?⁣

Jika dalam proses memvalidasi ke dua ide tsb ada beraham kendala, coba selami keempat kuadaran dari Ákos Csertán (2017) ini. ⁣

  1. Go, kamu pilih opsi ini jika masalah & solusinya cocok. Dilanjutkan & menerapkannya. Selain itu, ini bisa berarti bahwa uji coba yang kita buat tidak cukup menyeluruh. Jika ini terjadi, kita perlu memastikan bahwa kita juga memeriksa hasil pengujian agar tidak menghasilkan hal‑hal yang bias.⁣
  2. Iterasi! Keadaan ini terjadi jika masalah sudah valid, tapi gagasananya ngga juga cocok menyelesaikan permasalahannya dengan baik. Jika hal ini terjadi maka lakukanlah proses ITERASI! Sebenarnya, hal inilah yang paling sering terjadi. Perlu kita ingat bahwa sangat jarang sekali kita akan menemukan ide terbaik pada percobaan pertama.⁣
  3. Pivot! Hal ini bisa dilakukan jika sebuah ide cocok dengan individunya, tapi masalahnya belum dapat divalidasi. Jika kita memilih opsi ini bisa jadi kita baru bisa menyelesaikan masalah yang tidak diinginkan. Jangan ragu‑ragu mengambil langkah ini!⁣
  4. Definisikan ulang! Nah ini bisa jadi hal menantang jika kita menemukan keduanya baik masalah maupun solusinya tidak dapat divalidasi. Balik lagi ke awal dan mulai lagi. Jika ini terjadi tetap bergembira yaa, karena justru dengan hal ini kita dapat menghemat sumber daya yang akan dihabiskan jika diteruskan karena akan berujung gagal.

    Mari kita coba!⁣

Seek, Sense & Share

Inovasi sangat erat kaitannya dengan kemampuan berjejaring, menemukan ekosistem yang sehat akan membantu kita berkaselerasi atas kebutuhan inovasi. Apalagi memasuki era ekonomi kolaborasi dimana tak mungkin lagi kita berjalan sendiri tanpa melengkapi satu sama lainnya.

Gagasan‑gagasan baru justru semakin deras mengalir dengan aneka kolaborasi. Membuat ide baru tercipta. Lalu, bagaimana membuat tim kerja kita memiliki kemampuan untuk berkembang menembus jejaring sosial yang lebih luas?

Ilustrasi Jarche ini cukup jelas menggambarkan bahwa kita memulainya dengan tim kerja yang baik. Biasanya tim kerja sangat terstruktur bahkan hierarkis, didalamnya terdapat kerjasama & bergerak menuju tujuan organisasinya (Goal‑oriented).

Setiap organisasi ini memerlukan ruang untuk membagikan pengalamannya, menyebarkan reputasi positifnya pada komunitas yang lebih besar. Komunitas ini adalah tempat yang aman untuk menguji ide‑ide baru, mengintegrasikan pembelajaran baru dari sesama organisasi dan anggotanya dengan pekerjaan hariannya.

Dari komunitas kemudian berkembang ke Jejaring Sosial. Jejaring ini berfungsi untuk berbagi pengetahuan. Walau lebih longgar ikatannya dibandingkan dengan komunitas, namun media ini justru menjadi media terbaik dalam menebarkan kesadaran baru atas pengetahuan baru yang ada.

Kenaikan level ini kemudian menyebabkan semakin banyak pihak mencari pengetahuan baru dengan mencari komunitasnya dan bergabung, istilahnya “seek knowledge”. Hingga pada komunitas tsb Ia mulai mendapatkan implicit knowledge yang Ia rasakan masuk akal dan mulai Ia gunakan pada usaha dan organisasinya.

Hubungan saling menguntungkan antara organisasi yang “goal‑oriented” dengan ekosistem yang “opportunity‑driven & cooperative” adalalah hubungan timbal balik yang tak terelakkan lagi sangat penting.

Dalam bahasa sehari‑harinya, jangan lupakan silaturahmi, bergabunglah dengan komunitas‑komunitas lain, melebur dengan Social Network nya, niscaya gagasan‑gagasan baru untuk tetap adaptif itu selalu ada, yang bonusnya adalah lompatan‑lompatan baru yang semakin tinggi.

Selamat berjejaring!

Cara cepat mendatangkan penghasilan

“Gimana mendatangkan penghasilan yang lebih beragam pak?” Pertanyaan sesi sore tadi. “Merancang Revenue Model memang menantang! Rumit sih😂😂

Rumit bukan berarti makin sulit ya! tapi merepresentasikan kebutuhan kreativitas yang semakin luas. Tantangan dimana kita tidak saja melahirkan sebuah produk yang laku, namun juga bisnis model yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Ini yang mungkin belum terbayangkan pada generasi di masa lampau.⁣


Ada 4 kategori dalam hierarki keputusan bagaimana mewujudkan model pendapatan yakni; Jika produk kamu (a) gratis untuk pengguna, maka kita perlu (b) pihak ketiga yang membayar tagihannya⁣

Jika sebagian besar model bisnisnya
(c) menjual langsung produk karena kekluatan Value Proposition maka perlu
(d) taktik penetapan harga bagi pelanggan mendapatkan nilai yang ditawarkan. Kamu bisa pertimbangkan ini;⁣

a. Free for The User
1) Partnership,
2) Freemium,
3) Pay-what-you-want
4) Setting standards⁣

b. Third Party Pays The Bills⁣
5) Advertising,
6) Affiliate/Referral,
7) Data selling,
8) Matchmaking,
9) Marketplace,
10) Negative Working Capital Requirement⁣

c. Value Proposition⁣
11) Loss/Aversion,
12) Exclusivity/Limited Availability,
13) Acquisition convenience,
14) Client (of clients) satisfaction,
15) Employee satisfaction,
16) Certainty (= lower risk),
17) Flexibility (= lower fixed cost),
18) Vanity/reputation,
19) OPEX savings,
20) Circular Economy,
21) Transparency⁣

d. Pricing Tactic
22) Flat rate,
23) Subscription,
24) Leasing,
25) Pay-per-use,
26) Dynamic pricing,
27) Pre-sales,
28) Upselling,
29) Razor blade,
30) Co-investment⁣

Dengan kreatifitas menjadikan sebuah model bisnis menjadi sebuah inovasi yang amat kuat, hal ini berawal dari sebuah imajinasi, gagasan yang secara iteratif dapat diperbaharui menyesuaikan dengan perkembangan jaman.⁣

Kreativitas dalam merumuskan model bisnis, salah satu turunannya adalah bagaimana kita dapat mengolah begitu banyak sumber pendapatan seiring kreatifitasnya yang semakin baik. Istilahnya “Make money by making the right choices”. Beberapa pengalaman menujukkan bahwa menghasilkan pendapatan dapat dengan banyak cara menurut model bisnisnya.⁣ kamu yang manakah?⁣

Divergent?!?

“Dimana sekali banyak sumber daya, yang dilihat cuma kurangnya” sepenggal percakapan malam tadi.

Kreativitas itu justru hadir dalam beragam keterbatasan, jika semuanya tercukupi tak akan ada kreativitas yang meletup. Keterbatasan, gap, kekurangan atau beragam ketidaksempurnaan lainnya.

Kreativitas itu juga erat dengan keberanian mencoba, ada kalanya “topi hitam” dalam Six Thinking Hats – Edward de Bono justru mendominasi lima topinya. Gagal deh mencuatkan solusi kreatifnya🥲

Boleh kita menjadi kritis, namun jangan sikap kritis ini menjadi penghalang beragam solusi kreatif. Sebelum lompat ke Topi Hitam, ada banyak hal yang dapat dikemukakan. Mulai dari data dan faktnya dulu, ikuti dengan rasa optimisnya (kuning), kemudian resikonya apa (hitam), gagasannya apa (hijau) setelah itu revie lagi l proses berpikirnya (biru) dan kemudian ungkapkan perasaanya (merah).😎

Kreativitas memang memerlukan pemikiran yang terbuka, mau menyimak, mau mendengar dan mau mengakomodir. Topi-topi diatas akan membuat kita lebih dekat dengan solusi, ketimbang memberikan skeptisisme mendominasinya.

Nanti jika kita diskusi tak ada salahnya kita buat rundown sesuai topinya😂 . Ya! silahkan topi putih maju! Dilanjutkan dengan topi-topi yang lain, diakhir kita akan melihat perspektif yang lebih luas, mendorong keberanian yang lebih kuat menghadirkan solusi.

Kemampuan divergent thinking ini biasanya akan membawa bukan hanya sebuah solusi biasa, namun justru menghadirkan hal-hal baru “beyond solution”🚀🚀

Selamat mencoba! *pake aksen Sisca Kohl

Design Thinking, membingungkan?

Mengenal Design Thinking ga semata-mata berhenti disana, yang lebih menantang justru menerapkan keterampilan berpikir desain dalam kehidupan nyata, mengeksekusinya langkah berikutnya hingga bisnis berjalan baik & terjaga keberlanjutannya.⁣⁣
⁣⁣
Jangan sampai melompat-lompat dari proses yang sesungguhnya, nanti bingung! Nah begini alurnya;⁣⁣

⁣⁣1. Design Thinking⁣⁣
Mulai dari gagasan, ikuti dengan validasi masalah pada konsumen. Lakukan proses empati, definisikan masalah dengan baik dengan sudut pandang user, buat purwarupa & uji. Teruskan proses iterasinya hingga menghasilkan purwarupa. Solusi ini kemudian divalidasi & mulai digagas Model Bisnisnya & memulai langkahnya dengan Lean StatrUp⁣⁣
⁣⁣
2. Lean Startup⁣⁣
Tahap ini menyediakan pendekatan ilmiah untuk membuat & mengelola bisnis agar lebih cepat menyampaikan produk yang diinginkan ke tangan pelanggan.Juga mendorong cara mengarahkan, kapan berhenti & kapan harus bertahan & menumbuhkan bisnis dengan akselerasi maksimum. ⁣⁣
⁣⁣
Fase lean ini menguji coba, dengan harapan mendapatkan siklus Learn-Build-Measure, hingga menghadirkan Model Bisnis yang valid. Fase ini penting, jangan memulai dengan asumsi bahwa produknya diinginkan banyak orang. Kemudian menghabiskan waktu menyempurnakan produknya tanpa pernah menunjukkan pada calon pelanggan. ⁣⁣
⁣⁣
3. Design Sprint⁣⁣
Dalam fase Lean Startup baiknya melakukan pendekatan Design Sprint untuk menjawab pertanyaan krusial melalui proses perancangan, purwarupa & tes pada konsumen. Proses ini memotong proses panjang, cukup 5 hari untuk berkutat pada siklus yang lebih pendek yakni pada gagasan (Idea) – belajar (learn) tidak perlu Idea-Build-Launch-Learn yang memakan waktu-biaya
tinggi.⁣⁣
⁣⁣
4. Agile (Scrum)⁣⁣
Proses ini melahirkan produk tervalidasi, tapi belum sampai Model Bisnis tervalidasi. Memvalidasi proses bisnis gunakan pendekatan Agille (Scrum) agar tujuan bisnis dapat diperoleh dengan proses dinamis dengan proses perencanaan yang tepat, sprint, review & retrospektif hingga Model Bisnisnya inovatif.

Perhatikan juga sumbu X-nya, semakin tinggi maka gagasan yang dihasilkan akan makin kongkret! Makin kongkret bisnisnya pun makin jalan!

Jadi kapan kita belajar bareng?

Entrepreneur? Intrapreneur?

Tentu kamu sudah familiar dengan istilah Entrepreneur, sebuah pilihan untuk berperan mendirikan usaha secara mandiri. Biasanya kalangan ini mengagungkan kebebasan, tanggung jawab pribadi dan kemandirian serta ROI yang baik. ⁣

Tapi, kamu pernah dengan istilah Intrapreneur? Istilah bagi kalangan yang bekerja didalam sebuah instusi. Biasanya memiliki resiko yang lebih rendah, memiliki akses pada sumber daya dan keamanan / jaminan kerja. ⁣

Walaupun berbeda, keduanya memilik kesamaan loh! yakni, inovatif, ambisius dan melekatnya jiwa kepemimpinan didalam dirinya. Dalam Intrapreneur ada beberapa karakteristk penting, menurut Intuit Mintlife, 2020, mereka memiliki karakter:⁣
Mau belajar, Kompetitif, Kolaboratif, Terbuka terhadap resiko, Out of the box &⁣
Adaptif.⁣


Mengutip Philip Horvath, 2020; Salah satu elemen risiko utama yang sering dianggap remeh adalah “motivasi” intrapreneur individual. ⁣

Baik Entrepreneur maupun Intrapreneur membutuhkan kemampuan resiliensi yang yang luar biasa. Entrepreneur punya potensi imbalan finansial besar, sedangkan para intrapreneur perlu mengandalkan motivasi intrinsik yang ekstra kuat. Tanpanya akan terseok-seok, terlebih akan menemukan banyak oposisi & hambatan struktural dan budaya dalam institusinsya⁣

Ada pertanyaan-pertanyaan buat kamu para Intrapreneur;⁣

WHO are you as an individual and who are you becoming? ⁣
Memahami diri sebagai sumber budaya & transformasi, mempelajari elemen-elemen kunci seperti kemandirian, ekspresi, pengelolaan & pengorganisasian diri.⁣

WHY are you here? ⁣
Menghubungkan ke tujuan pribadi. Apa masalahnya? ⁣

HOW do you want to contribute? ⁣
Jenis legacy apa yang ingin kamu ciptakan? Kamu ingin dikenal karena apa? Ingin dikenal sebagai siapa?⁣

WHAT signals do you see that excite you?⁣
Apa yang kamu lihat di luar sana? Tren apa? Kebutuhan pelanggan apa yang dapat dipenuhi dengan lebih baik / yang bahkan mungkin belum ada?⁣

Nah coba lihat framework Kuadran Ken Wilber dalam feeds ini, tampak cocok buat kamu yang sedang berjuang menjadi Purpose-driven Intrapreneur menjelaskan bagaimana seorang individu dapat mengasah jiwa wirausahanya dalam konsep Intrapreneurship. ⁣

Selamat merenung😘

S.T.U.P.I.D

Menjadi bodoh dalam perspektif lain itu menjadi penting, artinya kita mau mendengar, mau mengerti dan banyak memahami setiap hal yang kita hadapi. ⁣⁣
⁣⁣
Menjadi pintar terkadang kita menjadi sosok sombong yang sama sekali menempatkan diri mengetahui segalanya. Sulit menurunkan egonya untuk mau bertanya latar belakang sebuah pendapat meluncur dari kepala orang lain. ⁣⁣
⁣⁣
Mau mengerti, menyimak dan memahami menjadi senjata paling penting dalam pergaulan sehari-hari. Mengeluarkan energi tanpa mau menyimak artinya sia-sia. Keluarkan energi untuk menempatkan diri pada posisi apa kita dapat berkontribusi dalam sebuah konteks akan lebih baik dan menghasilkan sebuah langkah baru. ⁣⁣
⁣⁣
Kita hadir bersolusi untuk menyatukan kepingan puzzle kita yang berbeda-beda. Puzzle milik kita sama-sama penting, tidak ada yang tidak penting. Tinggal mencari dimanakah posisi kita, terkait siapa menempatkan kepingan kita dengan tempat yang tepat terlebih dahulu itu adalah hal biasa, setiap orang punya waktunya.⁣⁣
⁣⁣
Hari ini tak sengaja membuka buku lama tahun 2015, “Stupid Marketing” tulusan Sandy Wahyudi dkk seakan-akan mengingatkan kita untuk tetap bodoh, sehingga kita tetap mau mencari dan belajar. Dalam buku ini terdapat kata-kata bahwa menjadi bodoh adalah penting. Stupid adalah sebuah proses menuju kemenangan menurutnya. ⁣⁣
⁣⁣
S; Searching Opportunity, ⁣
T; Theoretical Research,⁣
U; Utilize Idea, ⁣
P: Penetrate Market , ⁣
I; Implementation, ⁣
D; Do Review. ⁣
STUPID! ⁣⁣
⁣⁣
Bodoh dalam perspektif lain adalah sebuah proses pencarian dari sebuah peluang yang hadir, dikuatkan dengan berbagai temuan keilmuan dan teori yang sudah ada, menggunakan kemampuan ideasi yang gila, mencobanya dilapangan secara nyata, dan mengevaluasi dan restrospeksi atas prosesnya. Begitu seterusnya untuk merasa bodoh dan memperbaikinya secara berkelanjutan. ⁣⁣
⁣⁣
Merasa bodoh juga melatih kita untuk tetap berkeinginan tahu, menghargai pihak lain serta untuk tidak lelah berproses. Bodoh dan tetaplah belajar.⁣⁣ Mari berlatih bersama.
⁣⁣
#janganlelahberproses