Social Enterprise

Menuju Lombok, bersua dengan 17 StartUp matang dari beragam penjuru ASEAN.

Kali ini kami bersama UNDP bersama-sama berkompetisi menjawab tantangan bagaimana menghadirkan usaha-usaha berbasis inovasi yang ditujukan pada kelestarian lingkungan. Lebih spesifik lagi menggagas usaha-usaha inovatif memerangi limbah plastik.

Kehadiran 17 usaha-usaha anak muda yang model-model bisnisnya ini sudah proven adalah bukti bahwa tak dipungkiri lagi bahwa saat ini produk-produk inovatif tak bisa lagi hanya mempertimbangkan profit, tapi juga memastikan keberlanjutannya dengan memadukan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Teknologi jadi media katalisator terjadinya inovasi dan dampak sosial yang luas.

Tidak banyak, tapi mulai banyak tumbuh social entreprises yang menjadikan teknologi sebagai mesin utama perubahannya. Menyandingkan teknologi bersama visi sosial menjadi penting, apalagi membuncahkannya bersama kreatifitas.

Mengapa bisnis sosial menjadi tren walau pada kenyataanya sebagian besar perusahaan sosial merasakan kesulitan untuk menciptakan bisnis yang menguntungkan dan berkelanjutan, hingga proses menemukan model bisnis yang paling pas adalah hal yang paling menantang, sangat unik untuk setiap usahanya.

Cara paling layak bagi wirausahawan sosial untuk memberikan kembali paradigma ekonomi baru menyeimbangkan people, planet dan proseperity sebagai kesatuan mekanisme yang utuh untuk memenuhi tujuan yakni memberi dampak dengan cara yang lebih positif yakni model binis sosial.

Kita eksplor bisnis-bisnis sosial ini di Lombok!🎉

Membangun Budaya Kreativitas

Pak baca ini!”, sahut bu Intan salah satu sahabat dan mitra terbaik saya. Oh rupanya tautan penting tentang kreativitas.

Dalam artikel itu dijelaskan mengapa organisasi memiliki begitu banyak kesulitan dalam menggerakkan kreativitas karyawan? Jawabannya ternyata terletak pada perilaku yang sudah mendarah daging yang mencegah perusahaan membangun budaya kreatifnya.

Makan siang tadipun kami bersua dengan salah satu mitra yang mengungkapkan tampaknya insitusi kami terjebak KPI mas, “KPInya sih ngisi, tapi kok bisnisnya ngga bergerak nih!” ujar salah satu timnya, kemudian Ia menambahkan, “Masa sih hal-hal tak substansi tadi KPI? kami jadi sangat rigid dibuatnya!”

Nah hal ini balik lagi terkait dengan kenyataan ternyata perusahaan atau instusi memang banyak yang salah dalam memahami kreatifitas yang seringkali dibenturkan dengan produktifitas.

HBR mengulas beberapa penyebabnya;

1.The Productivity Fallacy
Mencoba untuk menyelesaikan pekerjaan kompleks yang diselesaikan terlalu cepat dapat menyebabkan kerugian bagi proses inovasi itu sendiri.

Beberapa solusi terbaik justru membutuhkan periode inkubasi yang panjang. Memaksakan hasrat untuk melahirkan kesimpulan yang cepat dapat mengarah pada kreatitas dan solusi yang semakin jauh tercapai.

2.Intelligence Fallacy
Menganalisa gagasan memang lebih mudah daripada mensintesa hal-hal yang baru. Lesatkan kretivitas dengan menaruh atensi yang dalam pada proses bagaimana gagasan didiskusikan dalam kelompok.

Biasakanlah bergagasan hal-hal baru dari pada mencari-cari kelemahannya. Hal ini bukan berarti mengatakan setuju atau membantah sebuah ide, tapi fokus pada upaya memperkayanya.

3.The Brainstorming Fallacy
Nominal brainstorming (ketika individu memikirkan gaagsannya sendiri sebelum bergagasan) akan menjadi lebih baik dari pada sesi bergagasan yang tradisional. Khususnya bagi tim yang memiliki keragaman sudut padang.

Sebuah studi dari Yale, menemukan bahwa jumlah gagasan yang dihasilkan oleh individual dan kemudian diagregasi hasilnya, kualitasnya akan dua kali lipat dari gagasan yang hanya dihasilkan dari kelompok yang bekerja bersama secara tradisional.

Jangan ragu bergagasan!

Divergent?!?

“Dimana sekali banyak sumber daya, yang dilihat cuma kurangnya” sepenggal percakapan malam tadi.

Kreativitas itu justru hadir dalam beragam keterbatasan, jika semuanya tercukupi tak akan ada kreativitas yang meletup. Keterbatasan, gap, kekurangan atau beragam ketidaksempurnaan lainnya.

Kreativitas itu juga erat dengan keberanian mencoba, ada kalanya “topi hitam” dalam Six Thinking Hats – Edward de Bono justru mendominasi lima topinya. Gagal deh mencuatkan solusi kreatifnya🥲

Boleh kita menjadi kritis, namun jangan sikap kritis ini menjadi penghalang beragam solusi kreatif. Sebelum lompat ke Topi Hitam, ada banyak hal yang dapat dikemukakan. Mulai dari data dan faktnya dulu, ikuti dengan rasa optimisnya (kuning), kemudian resikonya apa (hitam), gagasannya apa (hijau) setelah itu revie lagi l proses berpikirnya (biru) dan kemudian ungkapkan perasaanya (merah).😎

Kreativitas memang memerlukan pemikiran yang terbuka, mau menyimak, mau mendengar dan mau mengakomodir. Topi-topi diatas akan membuat kita lebih dekat dengan solusi, ketimbang memberikan skeptisisme mendominasinya.

Nanti jika kita diskusi tak ada salahnya kita buat rundown sesuai topinya😂 . Ya! silahkan topi putih maju! Dilanjutkan dengan topi-topi yang lain, diakhir kita akan melihat perspektif yang lebih luas, mendorong keberanian yang lebih kuat menghadirkan solusi.

Kemampuan divergent thinking ini biasanya akan membawa bukan hanya sebuah solusi biasa, namun justru menghadirkan hal-hal baru “beyond solution”🚀🚀

Selamat mencoba! *pake aksen Sisca Kohl

Design Thinking, membingungkan?

Mengenal Design Thinking ga semata-mata berhenti disana, yang lebih menantang justru menerapkan keterampilan berpikir desain dalam kehidupan nyata, mengeksekusinya langkah berikutnya hingga bisnis berjalan baik & terjaga keberlanjutannya.⁣⁣
⁣⁣
Jangan sampai melompat-lompat dari proses yang sesungguhnya, nanti bingung! Nah begini alurnya;⁣⁣

⁣⁣1. Design Thinking⁣⁣
Mulai dari gagasan, ikuti dengan validasi masalah pada konsumen. Lakukan proses empati, definisikan masalah dengan baik dengan sudut pandang user, buat purwarupa & uji. Teruskan proses iterasinya hingga menghasilkan purwarupa. Solusi ini kemudian divalidasi & mulai digagas Model Bisnisnya & memulai langkahnya dengan Lean StatrUp⁣⁣
⁣⁣
2. Lean Startup⁣⁣
Tahap ini menyediakan pendekatan ilmiah untuk membuat & mengelola bisnis agar lebih cepat menyampaikan produk yang diinginkan ke tangan pelanggan.Juga mendorong cara mengarahkan, kapan berhenti & kapan harus bertahan & menumbuhkan bisnis dengan akselerasi maksimum. ⁣⁣
⁣⁣
Fase lean ini menguji coba, dengan harapan mendapatkan siklus Learn-Build-Measure, hingga menghadirkan Model Bisnis yang valid. Fase ini penting, jangan memulai dengan asumsi bahwa produknya diinginkan banyak orang. Kemudian menghabiskan waktu menyempurnakan produknya tanpa pernah menunjukkan pada calon pelanggan. ⁣⁣
⁣⁣
3. Design Sprint⁣⁣
Dalam fase Lean Startup baiknya melakukan pendekatan Design Sprint untuk menjawab pertanyaan krusial melalui proses perancangan, purwarupa & tes pada konsumen. Proses ini memotong proses panjang, cukup 5 hari untuk berkutat pada siklus yang lebih pendek yakni pada gagasan (Idea) – belajar (learn) tidak perlu Idea-Build-Launch-Learn yang memakan waktu-biaya
tinggi.⁣⁣
⁣⁣
4. Agile (Scrum)⁣⁣
Proses ini melahirkan produk tervalidasi, tapi belum sampai Model Bisnis tervalidasi. Memvalidasi proses bisnis gunakan pendekatan Agille (Scrum) agar tujuan bisnis dapat diperoleh dengan proses dinamis dengan proses perencanaan yang tepat, sprint, review & retrospektif hingga Model Bisnisnya inovatif.

Perhatikan juga sumbu X-nya, semakin tinggi maka gagasan yang dihasilkan akan makin kongkret! Makin kongkret bisnisnya pun makin jalan!

Jadi kapan kita belajar bareng?

Business Plan vs Business Model

Mengembangankan Model Bisnis memang diperuntukkan bagi validas model bisnis. Berbeda dari Business Plan, merancang Model Bisnis memang dialamatkan untuk banyak melakukan validasi. Menuntut founder dan timnya untuk mau melangkah keluar dan berbicara dengan konsumen dan calon-calon konsumennya secara nyata.⁣

Yang membedakannya lagi dengan Perencanaan bisnis adalah Model Bisnis adalah fokus yang tertuju pada input, dibukanya kesempatan untuk menerima proses-proses validasi. Prosesnya juga dimulai dengan sederhana dengan membangun purwarupa.⁣

Jika dalam Perencanaan Bisnis biasanya membatasi asumsi dengan data yang sesuai, di model bisinis justru ditekankan mengubah sudut pandang menjadi sudut pandang konsumen yang tervalidasi. ⁣

Goals utama model bisnis adalah validasi, sedangkan Business Plan adalah pendanaan. Model bisnis diluncurkan dengan proses yang customer-proven, beda dengan perencanaan bisnis yang menekankan pada kemungkinan apa yang akan terjadi dimasa depan.⁣

Nah untuk itu, kita perlu paham dalam proses valdasi model bisnis. Dalam model bisnis ada 3 bagian penting, Desirebily, Feasibilty dan Viability, ⁣


Proses Validasi I⁣
Pastikan Disirability.⁣
Apakah sudah Problem-solution Fit? Kemudian apakah proses Akuisisi pelanggan sudah mampu melahirkan rentensi? (Inget lagi Marketing funnel yaa!)⁣

⁣Proses Validasi II
Pastikan Feasibilty⁣
Coba cek lagi ketersediaan dan keterjangkaua sumberdaya, teknologi, aktivitas dan mitranya. Cukupkah dapat dibangun dan diaktivasi, cukup kuatkah?⁣

Proses Validasi I⁣II
Pastikan Viability.⁣
Proses paling menantang nih! Membuat Revenue Models dan berstrategi terkait costnya.⁣

Selamat belajaar!⁣

Entrepreneur? Intrapreneur?

Tentu kamu sudah familiar dengan istilah Entrepreneur, sebuah pilihan untuk berperan mendirikan usaha secara mandiri. Biasanya kalangan ini mengagungkan kebebasan, tanggung jawab pribadi dan kemandirian serta ROI yang baik. ⁣

Tapi, kamu pernah dengan istilah Intrapreneur? Istilah bagi kalangan yang bekerja didalam sebuah instusi. Biasanya memiliki resiko yang lebih rendah, memiliki akses pada sumber daya dan keamanan / jaminan kerja. ⁣

Walaupun berbeda, keduanya memilik kesamaan loh! yakni, inovatif, ambisius dan melekatnya jiwa kepemimpinan didalam dirinya. Dalam Intrapreneur ada beberapa karakteristk penting, menurut Intuit Mintlife, 2020, mereka memiliki karakter:⁣
Mau belajar, Kompetitif, Kolaboratif, Terbuka terhadap resiko, Out of the box &⁣
Adaptif.⁣


Mengutip Philip Horvath, 2020; Salah satu elemen risiko utama yang sering dianggap remeh adalah “motivasi” intrapreneur individual. ⁣

Baik Entrepreneur maupun Intrapreneur membutuhkan kemampuan resiliensi yang yang luar biasa. Entrepreneur punya potensi imbalan finansial besar, sedangkan para intrapreneur perlu mengandalkan motivasi intrinsik yang ekstra kuat. Tanpanya akan terseok-seok, terlebih akan menemukan banyak oposisi & hambatan struktural dan budaya dalam institusinsya⁣

Ada pertanyaan-pertanyaan buat kamu para Intrapreneur;⁣

WHO are you as an individual and who are you becoming? ⁣
Memahami diri sebagai sumber budaya & transformasi, mempelajari elemen-elemen kunci seperti kemandirian, ekspresi, pengelolaan & pengorganisasian diri.⁣

WHY are you here? ⁣
Menghubungkan ke tujuan pribadi. Apa masalahnya? ⁣

HOW do you want to contribute? ⁣
Jenis legacy apa yang ingin kamu ciptakan? Kamu ingin dikenal karena apa? Ingin dikenal sebagai siapa?⁣

WHAT signals do you see that excite you?⁣
Apa yang kamu lihat di luar sana? Tren apa? Kebutuhan pelanggan apa yang dapat dipenuhi dengan lebih baik / yang bahkan mungkin belum ada?⁣

Nah coba lihat framework Kuadran Ken Wilber dalam feeds ini, tampak cocok buat kamu yang sedang berjuang menjadi Purpose-driven Intrapreneur menjelaskan bagaimana seorang individu dapat mengasah jiwa wirausahanya dalam konsep Intrapreneurship. ⁣

Selamat merenung😘

Literasi Aksi Monetisasi

Diskusi pagi ini membuka insight baru, tema berat, tapi sungguh nyata terjadi dilapangan. “Pasca PHK, Saya harus apa?” Materi ini dibuat dengan tergesa karena lupa jadwal tayang! Tapi bukan dibuat asal‑asalan ya, dibuat dengan pendalaman & empati menilik pengalaman beberapa waktu terakhir mangawal kawan‑kawan yang terumahkan & menemaninya prosesnya menemukan momentum baru untuk melompat.⁣⁣
⁣⁣
Pasca PHK tentu berat, sudut pandang lain adalah proses kreatif & kesempatan baru. Saya memilih sudut pandang ke‑2. Karena dengan growth mindset semua kemungkinan baik akan tumbuh & menghampiri, meski pasti ada hal menyedihkan nyatanya melekat pada kawan terumahkan. Pasca PHK, prosesnya mirip dengan kurva proses kreatif “The Valley of Death” dimana di penghujung selalu ada hikmah untuk yang serius melakoni prosesnya. ⁣⁣
⁣⁣
Untuk para komunitas pemberdaya, disinilah peran kita memberikan wadah menjadi teman di zona kritis agar tidak terjun terlalu dalam. Sedangkan untuk kawan terumahkan jangan lupa mencari wadah seperti ini yang banyak tersedia.⁣⁣
⁣⁣

Teoritis memang, ketika menyarankan baiknya menumbuhkan Growth Mindset, tapi secara praktis ini sangat mungkin dilakukan jika memilih ditemani ekosistem, mereka akan menghadirkan sumber daya, kawan & paradigma baru. Saatnya mengatur energi dengan membuat tangga berproses agar hidup tak terlalu ekstrim seperti Roller Coaster. Menerapkan Goals baru, membaginya menjadi 4 tahapan seperti layaknya kita gunakan #OKRs pada setiap project kita, bedanya sekarang diterapkan pada hidup kita.⁣⁣
⁣⁣
Memperbaiki hidup baru pasca PHK memang berat, hanya ini sesungguhnya media baru belajar. Jika berhasil melaluinya, ada lompatan yang dijanjikanNya jika bersungguh‑sungguh menekuni prosesnya. Tiga hal yang saya pelajari dari kawan2 pasca PHK ini, mereka berlatih “3‑Si” sepajang kurva prosese kreatifnya, 1 Literasi, 2)Aksi & 3)Monetisasi.⁣⁣
⁣⁣
Menekuni proses meski naik turun untuk mendatangkan kapabilitas aksi dengan membuka pintu‑pintu silaturahmi, menguatkan wawasan dengan membaca & berkaca, penguatan literasi & wawasan, terakhir merancang kemampuan monetisasi yang terukur hingga energinya dapat diatur.⁣⁣
⁣⁣
Siap membuka diskusi yaa! 🚀🚀

3 Menit Pitching

Pitch Deck? bagaimana menyusunnya dengan singkat menjelaskan bisnis yang ingin di hadirkan. Walau singkat, harus berisi “daging” semua yaa!⁣⁣ ✊
⁣⁣
Nah, ini petunjuk singkat diramu dari Best3Minutes, panduan bikin Pitch Deck!⁣⁣


⁣⁣
1.Pernyataan Singkat⁣⁣
Perubahan apa yang kamu hadirkan dari kamu & produknya bagi dunia?⁣⁣
⁣⁣
2.Pain & Gain⁣⁣
Masalah apa yang dicoba‑hadirkan untuk konsumen? Peluang apa yang ditawarkan? lebih cepat, efektif, efisien, menyenangkan atau bahkah lebih amankah? Seberapa besar masyarakat yang memerlukannya (market size) & apakah sudah divalidasi masyarakat dapat membayar atas tawarannya?⁣⁣
⁣⁣
3.Produk⁣⁣
Dibuat sederhana & semungkinnya, apa produknya, cara kerjanya, sudah dites belum? Jangan sampai produk mendominasi pitch‑nya yaa!⁣⁣
⁣⁣
4.Product Demo⁣⁣
Live Demo penting, cukup ampuh dalam waktu singkat. Screenshoot, produk fisik bisa ditampilkan atau bahkah menampilkan contoh konsumen nyata menggunakannya.⁣⁣
⁣⁣
5.What’s Unique?⁣⁣
Apa yang unik, teknologi?hubungan pelanggan?kemitraan? Bagaimana menolong pelanggan menghasilkan sesuatu yangbeda atau menghasilkan sebuah alternatif. Tunjukkan bahwa kita sudah melakukan riset pasar & tau keadaan kompetisi yang terjadi.⁣⁣
⁣⁣
6.Customer Traction⁣⁣
Seberapa sukseskah saat ini? contoh konsumen, merek, penjualan, testimoni, tayangan media, kompetisi yang dimenangkan. Gunakan data & fakta.⁣⁣
⁣⁣
7.Business Model⁣⁣
Bagaimana pendapatannya, peluang tumbuh, bisakah berkembang di masa depan, menerangkan jenis industri & teritori barukah? bagaimanakah kemitraan & teknologinya. ⁣⁣
⁣⁣
8.Investasi⁣⁣
Sudah berinvestasi sendirikah? mengumpulkan uang? Seberapa lagi yang dibutuhkan? Ekspektasi dari investor, jejaring & kepakaran? Hal besar apa yang akan digunakan jika ada investasi? Tahapan yang akan dilakukan untuk mencukupi kebutuhan investasi⁣⁣
⁣⁣
9,Team⁣⁣
Pengalaman tim yang relevan, apa yang dibutuhkan dalam prosesnya? Pencapaian, kesuksesan penjualan & apa yang mengikat tim sebagai wirausaha?⁣⁣
⁣⁣
10.End Statement & Call to Action⁣⁣
Tuntaskan dengan request bagi audiens “What is their first next step?”⁣

11. Terakhir, Why You?⁣

Golden Circle

Makna hikmah adalah pemahaman, pengetahuan / kemampuan memahami rahasia yang ada dibalik sebuah peristiwa sehingga dipahamkan atas kebenarannya, menjadi pengingat & menjadi mampu menempatkan sesuatu pada konteksnya.⁣⁣
⁣⁣
Sebuah percakapan bersama kawan, “Betapa bersyukurnya kita bisa melalui masa yang sangat sulit kemarin, akhirnya bisa berangsur normal & melompat. Andai saja tak ada kejadian kemarin, tak mungkin kita bisa melompat lebih tinggi hari ini, jadi ternyata rantaian kejadian kemarin ada hikmahnya yang sangat besar!”⁣⁣
⁣⁣

Seringkali kita mendapatkan hikmah setelah sesuatu kejadian berlangsung, meski dilalui dengan aneka beban emosional, energi yang membuncah terlalu tinggi & dinamika yang berat. ⁣

Ada pandangan lain yang juga ternyata penting juga melengkapinya dengan belajar mencari hikmah di awal perjalanan.⁣⁣
⁣⁣
Jika di negara maju, Simon Sinek dengan teorinya Start with Why, mendorong tiap individu untuk berupaya mengidentifikasi setiap purpose yang ingin Ia lakukan dalam setiap mula perjalanannya. ⁣⁣
⁣⁣
Menemukan Why di awal justru merupakan proses pencarian hikmah yang mengundang energi yang tinggi dalam mengarungi prosesnya, memberikan alasan kuat berproses & berdinamikanya. Menemukan Why diawal akan mendatangkan energi yang positif dalam prosesnya. ⁣⁣
⁣⁣
Cukup berbeda ketika dibiasakan mencari makna setelah sebuah kejadian negatif (baca; dinamika) usai, sepanjang prosesnya justru diliputi kegalauan, rasa cemas, sedih dan lelah meski diakhir kita menemukan Big Picture‑nya.⁣⁣
⁣⁣
Kebiasaan yang perlu dibangun, menumbuhkan kemauan mencari makna, menemukan “strong why” di awal, diakhiri dengan sesi‑sesi retrospektif diakhir sehingga dinamika proses menjadi lengkap karena diakhiri dengan pemaknaan lebih dalam.⁣
⁣⁣
Belajar makna diakhir sering kali karena terjebak terjun langsung pada How & What, tanpa tau alasan besarnya. Meski belum banyak diantara kita mencari hikmah di awal, ada baiknya kita mulai mencobanya. ⁣⁣
⁣⁣
Agar tiap ikhtiar diselimuti pemikiran‑pemikiran positif & dinamikanya dirasakan sebagai perjalanan yang banyak menghadirkan insight baru sebagai bahan tambahan energi!⁣⁣

Selamat hari Kamis!⁣⁣

#agilitytransformation

Purpose Making

Pengingat lagi bahwa apa yang kita lakukan bisa jadi sama, dalam sepotong sudut pandang melihat sebuah aktivitas bisa jadi sama. Setiap orang bisa menerjemahkannya sebagai hal yang serupa, atau bahkan sesuka hati diartikan sesuai dengan apa yang pernah Ia alami.⁣

Yang menjadi pembeda sesungguhnya niat, atau yang saat ini dikenal sebagai “purpose making”. Setiap pergerakan, organisasi bahkan usaha bisnis berlomba‑lomba saat ini mengubah orientasinya menjadi purpose. ⁣

Niatan memang tak terlihat dipermukaan, maka sering kali orang yang tak paham bisa mengintrepretasikannya sesuka hati. Padahal niat menjadi pembeda yang tak kentara melahirkan energi yang sangat berbeda. ⁣


Beberapa contoh misalnya, sama‑sama jualan, hanya yang satu bertujuan menyenangkan dan menolong pelanggannya, yang lain mencari untung. Sama‑sama berjualan. ⁣

Atau yang lainnya, sama‑sama terlihat berlatih dan bekerja, satu sisi bisa dilihat sebagai eksploitasi, satu sisi memberdayakan. Hal ini bisa terjada karena tak sanggup melihat fenomena utuhnya, apakah itu berniat atas keuntungan semata atau purpose memandirikannya. ⁣

Sebuah kegiatan yang sama bisa berbeda hasilnya walau dengan cara yang sama. Apalagi jika niat baik yang mengawalinya, energi akan membuncah melahirkan banyak momentum‑momentum baru tak terbendung. Momentum baru itu biasanya yang melahirkan banyak energi baru bergerak maju mendapat banyak hal baru yang BEYOND! ⁣

⁣“If you have a strong purpose in life, you don’t have to be pushed. Your passion will drive you there.” Roy T. Bennett