Proses Kreatif

Kerap mempresentasikan gambar proses kreatif ini pada kawanā€‘kawan, kemudian menorehkan garis merah diatas ā€œValley of deathā€ ini sebagai jembatan dimana kita dapat melaluinya & tidak terlalu dalam terjebak lagi dalam ā€œlearning the hard wayā€. Untuk itu perlu ekosistem agar kita mampu melaju pada keberhasilan yang dituju. Coretanā€‘coretan ini adalah temuan empirik, temuanā€‘temuan asli yang dilakukan dilapangan selama inišŸ§—ā€ā™‚ļø
ā£
Kebiasaan kami jika ada temuan dilapangan, tak segan kami cari literaturnya seperti apa sih, apa bener kayak gini keadaannya? Ternyata temuan dilapangan dapat dikomparasi pada rujukan ilmiah menarik, apalagi ini diilustrasikan sangat baik dalam sebuah teori menajemen perubahanšŸ¤”
ā£
Sebuah perusahaan bernama G2G3 di  Edinburgh, UK megeluarkan ilustrasi yang brilian! Melengkapi pemahaman bagaimana ekosistem dapat membantu sebuah perjalanan perubahan lebih baik lagišŸ¤©
ā£
Sebuah perubahan selalu berawal dari keterkejutan, diikuti dengan penyangkalan, kemarahan, depresi, penerimaan hingga keadaan menjadi lebih baik kemudian. Tahapan ini adalah tahapan dimana seseorang melalui proses kreatifnya menuju perubahanšŸ¤
ā£


Perasaanā€‘perasaan ini memang lazim terjadi seiring dengan proses manajemen perubahan dimana fasenya terdiri dari 1) Discover, 2) Visualize, 3) Engage, 4) Enable dan 5) Embed. Dalam sebuah perubahan memang perlu diawali dengan mendatangkan proses transformasi, yakni halā€‘hal baru seperti Tools, Proses, Budaya dan Restrukturisasi dan berakhir pada kesiapan dimana tim menjadi berdaya, komit, tercapainya ROI dan terwujudnya berbagai benefit.šŸ¤øā€ā™‚ļø
ā£
Pada setiap fase perubahan, memang setiap organisasi perlu menghadirkan program deliverabelsnya, hingga penting mencapai outcomes yang ditarget pada setiap tahapannya hingga ia berhasilšŸ™Œ
ā£
Bagaimana menarik garis merah berupa jembatan agar kita tak terlalu mengeluarkan energi terlalu extra dan berujung kelelahan. Disinilah kita perlu membangun dan terjalin dengan ekosistem dimana dalam setiap perjalanan sebuah perubahan perlu menghadirkan ā€œChange Initiationā€ yakni ikut aktif berpartisipasi, mau memahami, berinteraksi, bertahan dan komit pada proses.ā£
ā£
Gimana, siap melakukan perubahan?

Inovasi!

Apa itu ekosistem inovatif, makhluk apa ini?ā£
ā£
Pernah dengar kata kolaborasi kan? Paling mudah mengemukakannya, hanya memang menantang tak semudah membalikkan tanganšŸ™Œ Ada proses panjang menumbuhkannyašŸŒ“
ā£
Sering kali kita juga gontokā€‘gontokan merasa paling unggul di wilayahnya masingā€‘masing. Merasa paling maju dibidang keilmuannya, paling hebat teknologinya, paling keren solusinya atau hebat karena memiliki talentaā€‘talentanya unggul.ā£
ā£


Pendekatan Inovasi Itu dapat dibagi menjadi 4 wilayah & bisa jadi ide kamu ngga jadiā€‘jadi solusi & kenyataan karena ternyata kita hanya fokus pada salah satunya saja. Wilayah itu meliputi ā£
ā£
1) Kecerdasan, menyangkut kemampuan berpikir & analisa serta kemampuan memahami realitas, ā£
ā£
2) Teknologi mencakup pendekatan & teknologi seperti alat, digitalisasi, metode, data sehingga memungkinkan sebuah inovasi dilakukan,ā£
ā£
3) Solusiā€‘solusi, menyangkut penguasaan methodologi, pendekatan baru serta tools yang membantu pada proses ā€œreality shapingā€ & ā£
ā£
4) Talenta, berfokus pada bagaimana memobilisasi para talentaā€‘talenta potensial mengembangkan keterampilan dan meningkatkan kesiapan timnya untuk membuat perubahan dengan mengadopsi caraā€‘cara belajar paling cocok untuk diberdayakan dengan meningkatkan kapasitasnya.ā£
ā£
Keempat wilayah tersebut ternyata memiliki irisannya šŸ§Jika ditelaah irisan kolaborasi ini menitikberatkan pada kemampuan kita untuk menguasai berbagai keterampilanā€‘ kolaboratif yang sudah tidak bisa dihindarkan lagišŸ„³
ā£
Nesta 2018 dalam tulisannya mengungkapkan kemampuanā€‘kemampuan ini meliputi; ā£
1) menyelenggarakan inovasi yang terbuka,
2) perkembangan yang positif, ā£
3) open making policy,ā£
4) action research,ā£
5) System thinking, ā£
6) kegiatan trandisipliner, ā£
7) Design Thinking, ā£
8) Human Centered Design, ā£
9) Living Labs,ā£
10) Service Design, ā£
11) UX Design & ā£
10) transformasi digital. ā£
ā£
Hal inilah yang menjadi kunci kemampuan kolaborasi interdisipliner kita, nyawa utama kolaborasi. Yuk belajar lagi!šŸš€šŸš€šŸš€ #agilitytransformation

Meramu Perbedaan

Sebuah pertemuan panas kemarin šŸ™‚ Tapi saya selalu suka halā€‘hal dinamis, banyak lesson learned! Bukan toxic positivity ya, kejadian tak menyenangkan itu akan selalu ada, tinggal menata respon kita šŸ˜€ ā£
ā£
Menjadi pendengar sebenarnya selalu menyenangkan, menyimak halā€‘hal baru dari beragam latar belakang berbeda. Kali ini menemukan diskusi yang tampaknya masih jadi mayoritas tipe diskusi yang ada. Ketika pertemuan diarahkan untuk memilih dari opsi yang ada. Saya mungkin bukan tipikal orang yang suka “memilih”, tapi sangat suka “meramu”.ā£
ā£Ada kalanya pertemuan terjebak menjadi ajang adu pintar,titel, atau jabatan. Tampil untuk bersuara bukan menyimak.Ada kalanya juga pertemuan terjebak pada pihak yang menuntut solusi dengan mengambil jalan pintas yang bahkan proses ideasinya saja tak dijalankan. Atau janganā€‘jangan tak paham juga bahwa sebenarnya ada proses bernama ideasi. Ideasi adalah proses ā€œmenggagasā€ lanjutan prosesnya adalah memperbaikinya.ā£
ā£
Inklusifitas dalam pertemuan memang perlu diajarkan, dibangun mulai dari kualitas individunya menyimak. Jenisā€‘jenis pertemuan tak inklusif ini masih kerap terjadi, ada kalanya di satu sisi ada pihak yang selalu datang dengan ide jitu, tanpa merasa perlu mengajak pihak lain memperkaya gagasannya, menjadi individu yang tak sadar bahwa Ia tak melibatkan sekeliling.ā£
ā£
Ada juga tipe lain, tipe yang dibiasakan untuk menunggu solusi jitu, tanpa perlu merasa dilibatkan secara aktif dalam proses berideasi. Golongan ini kemudian terjebak perlahan tak disadari, menumpul proses bergagasannya, ā€œSerahkan saya sama yang lain!ā€ atau lebih parah ā€œsalahkan pihak lain saya karena itu tanggungjawabnya!ā€ā£
ā£

Kita bisa hadir untuk tidak selalu mengedepankan opsi memilih, coba dahului dengan opsi nonā€‘linear, yakni “meramu gagasan”. KIta hadir dari latar belakang berbeda, tujuan kita pasti sama, ā€œuntuk kebaikanā€, luaskan lagi cakrawala dengan menyimak &menyandingā€‘nyandingkan pemikiran yang berbeda, hingga kita jadi kaya!ā£
ā£
Jika ada pilihan A,B,C, mengapa kita perlu memilihnya? Bukankah kita bisa meramu ketiganya menjadi gagasan baru? ā£
ā£
Jika berbeda saling memperkayaā£
Jika sama saling menguatkan!
#agilitytransformation

Being Critical Vs Creative

Salah satu 21st Century Skills adalah kemampuan bepikir kritis, semalam ketika #unpadkokgitu trendingšŸ˜‚ saya menyikapinya sebagai media belajar bagi mereka, belajar dalam menyampaikan pemikirian kritisnya. Namun, bagi kampus hal ini juga menggugah pemikiran tentang proses pembelajaran yang diselenggarakan kampus untuk melatih lagi kapabilitas berpikir kritis civitasnya.ā£šŸ¤øšŸæā€ā™€ļø
ā£ā£
Merujuk literatur, ā€œCritical thinking is the ability to think clearly & rationally about what to do or what to believe. It includes the ability to engage in reflective and independent thinking. Someone with critical thinking skills is able to understand the logical connections between ideasā€ā£ā£šŸ˜Ž
ā£ā£
Sudah banyak dibahas bagaimana semestinya kampus membuat anakā€‘anaknya terlatih kemampuan berpikir kritisnya, namun rasanya ada yang kurangšŸ§ Ketika kritis pada aspek tertentu namun tak menawarkan cara bersolusi kreatif, terjebak luapanā€‘luapan hasil Fast Thinking yang membawa gelombang masalah barušŸ¤Æ
ā£ā£
Berpikir kritis, sebuah kemampuan menilai sesuatu menggunakan logika & hasil risetnya untuk mengambil keputusan yang baik, hanya saja kita perlu memperkayanya.
ā£ā£
Mengapa saya katakan ada perlu diperkaya? Karena sebuah pemikiran kritis perlu dilengkapi dengan solusi, hingga individu hadir juga dengan solusišŸ¤©
ā£ā£
Bersolusi juga ada ilmunya, ada skillsnya, salah satunya ā€œCreative Thinkingā€ kemapuan bergagasan, ideasi, mengkomunikasikannya hingga mengeksekusinya dengan baik.ā£ā£
ā£
Doyle, 2020 menuliskan, ā€œCreative thinking is the ability to consider something in a new way. It might be a new approach to a problem, a resolution to a conflict between employees, or a new result from a data setā€ā£
ā£
Yuk, kita sandingkan, Critical & Creative Thinking kamu, hingga lengkaplah anak bangsa sebagai individu yang tidak hanya pintar, namun juga cerdas!ā£ā£āœŠ
ā£
Jangan menjadikan generasi ini kaya akan kritik, tapi miskin solusi. Masih banyak waktu kita belajar aneka tools seperti juga terkait berpikir kreatif, melatih diri mengolah insight menjadi solusiā€‘solusi layak eksekusi.ā£ā£ Peer panjang dunia pendidikan, saatnya bangun bersama. PR besar kampus šŸ™Œ
ā£ā£
Yok hadir bawa solusi, kapan mulai bersua berlatih lagi? šŸš€