6 Sisi Out of The Box?

Ketakutan sering kali membunuh kreativitas. Salah satu diskusi semalam, bahwa memang ketakutan sering kali menjadi momok busuk mengapa kita tak jua melompat. Tak disadari memang ketakutan akan membunuh kemampuan berpikir kreatif. Ketakutan ini dapat hadir dalam beragam bentuk, namun yang paling sering muncul adalah ketakutan atas ketidaktahuan, “fear of the unknown”.

Fear of the unknown” adalah hal yang paling umum terjadi, yang sering kali menghantui individu, perusahaan atau organisasi yang ada. Ketakutan atas sesuatu yang belum diketahui justru menjadi kendala dalam melahirkan banyak inovasi, sering kali justru gagasan yang diutarakan justru diamati dari sisi ancamannya, peluangnya justru dikesampingkan jadi nomor dua.

Jika kamu punya iklim itu di organisasi kamu, maka iklim itulah yang akan menggilas kreatifitas yang seyogyanya justru membawa pada optimisme, kepercayaan diri dan komitmen. Di lain sisi, ada juga ketakutan pribadi yang dapat menghentikan aliran kreatifitas, dan ketika ini hadir pada diri kita yang muncul adalah ketakutan diri untuk tampak bodoh.

Ketika kita duduk bergagasan juga adalah hal yang lazim ditemukan kita melakukan pergulatan dengan inner critic, suara kecil dari hati yang senang menghembuskan justifikasi negatif, keraguan atau kegagalan bahkan sebelum ide itu dikeluarkan dalam forum.

Sesungguhnya, kita sangat lekat dengan gagasan pada diri dan pikiran kita. Nick Souter penulis buku Breakthrough Thinking bahkan mengungkapkan bahwa Ideas are the children of our minds. Tapi sayangnya sering kali kita terlalu protektif atau bahkan over protektif pada mereka. Ide dalam kepala sangatlah bisa kita identifikasi dengan sangat dekat, sering juga timbul rasa jika gagasan kita tak diterima, ditolak atau direndahkan kita nggak kasihan pada gagasannya, tapi justru jadi merasa tersakiti “pride”nya sebagai individu.

Kreativitas selalu membawa kita pada wilayah dan waktu dimana kita tak pernah berada sebelumnya dan terlihat berbahaya. Sekalipun fakta menunjukkan apa yang dijalankan selama ini tak kunjung membuatnya melompat.

Ideas are like electricity. They contain tremendous energy but are only harmful when handled carelessly. -Souter-

Jangan Pernah Bingung!

Kerap mengatakan ini pada kawan-kawan, kalimat ini sebaiknya mulai beralih pada kalimat “Bagaimana caranya?” Atau “Yok kita bergagasan cari jalan keluarnya”

Atau juga kerap kita terjebak dengan melontarkan kata “sulit!” yang sesungguhnya yang perlu kita lakukan adalah beberapa tahapan yang menjadi ihktiar membukakan berbagai solusi.

  1. Memanjangkan horison waktu, kesulitan timbul karena kita tak memberikan keleluasaan waktu yang panjang, memberikan waktu untuk menguraikannya. Kebingungan juga muncul karena seolah-olah hal yang menantang perlu diselesaikan dengan sempurna kala itu juga.
  2. Meninggikan pijakan berpandangan, dengan ini kita dapat melihat padangan yang lebih luas, memahami masalah menjadi lebih utuh.
  3. Memperdalam wisdom, pada aspek ini percaya pada gagasan besar, mimpi dan trust akan menjadi pijakan pada hal-hal yang belum pernah terjadi, hingga proses perbaikan terus menerus dapat dijalankan. Kesalahan bukan hal yang ditakuti, melainkan proses memvalidasi hasil yang akan semakin baik dikemudian hari.
  4. Mempertajam cara berpikir dengan melatihnya dengan beragam kontekstualisasi. Membingkai permasalahan dengan ruang dan waktu, hingga pandai memilah sesuai konteksnya.

Panjangkan horisonnya,
Tinggikan pijakan-pandangnya,
Dalamkan wisdomnya,
Tajamkan kontesktualisasinya.

Selamat berproses!

Model Bisnis Inovatif Masa Depan

Di era Pandemik sebagian besar perusahaan tentunya saat ini mulai memiliki model bisnis baru, sudah mulai paham dan melesat. Ke depan memang menjadi penting membangkitkan model bisnis inovatif. Coba dengan kerangka bisnis ini, bagaimana menemukan lagi bisnis kita yang sempat turun & bounce back, melesat lebih kencang!

Harus menjadi apakah kita?

Dalam hal menghasilkan produk inovatif
1.Market Explorers
Membuka potensi pasar baru, erilaku pasar yang berubah, begitu banyak pasar dan peluang.

2.Gravity Creator
Mengunci kesetiaan konsumen. Jangan ragu temui konsumen, komunikasi dengan baik dan bangun hubungan yang erat, kunci kesetiaannya dan bangun trustnya.

3.Channel Kings
Bagaimana membangun secara inovatif & hubungan pelanggan yang kuat. Menjadi raja pada saluran-saluran yang ada untuk membangun konektivitas yang kuat. Jangan ragu belajar dan memahami beraham karakteristik pelanggan kita menggunakan saluran-saluran yang menjadi preferensi mereka.

Dalam membentuk tim & aktivitasnya
1.Resources Castles
bagaimana organisasi kita menjadi gudangnya sumberdaya, terhubung dnegan banyak pihak saling mengisi hingga sulit ditiru

2.Activity Differentiators
Bagaimana menjadi berbeda dengan konfigurasi aktifitas yang inovatif. Ngga cuma produk, tapi konfiggurasi dari organisasi dan aktifitasnya yang inovatif.

3.Scalers
Menjadi usaha, menjadi tumbuh adalah hal penting. Maka sebagai organisasi inovatif mencari jalan untuk tumbuh dengan cara-cara baru adalah poin penting. Era digital menyediakan begitu banyak cara-cara tumbuh dan melesat.

Finansial
1.Cost Differentiators
ini biasa juga dikatakan sebagai Backstage Disruption, dimana perubahan radikal diperlukan dengan bagaimana nilai diciptakan.

2.Profit Formula Disruption
Bagaimana menaikkan keuntungan dalam cara yang kreatif. Bisnis inovatif justru hadir dengan cara & menghasilkan keuntungan, beragam jalan dan sistem perlu

3.Revenue Differentiators
Bagaimana menangkap nilai yang lebih baik dengan eksplorasi cara-cara barunya. Jadi profit tidak lagi hadir dengan cara-cara tradisional.

Coba ke sembilan dalam The Invicible Business, urai satu persatu dan coba aksi-nyatakan & melompat ke level selanjutnya!

8 Tahap Creative Confidence

Kreatifitas ga sebatas pada hal-hal artistik, kreatifitas adalah tentang bagaimana menggunakan imajinasi untuk mencipta.

Dalam bisnis, kreatifitas memanifestasikan dirinya sebagai inovasi yang mendatangkan perubahan. Seberapa percaya pada kemampuan diri untuk mencipta perubahan ini dinamakan “Creative Confidence”


8 tahap Creative Confidence dari bukunya Tom & David Keley adalah sbb;

1.Flip!
(From Design Thinking to Creative Confidence)
Design Driven Innovation bermula dari empati, pintu masuk inovasi, menghubungkan dengan kebutuhan, keinginan & motivasi user untuk menginspirasi & menghadirkan ide-ide segar kemudian cepat menguji-coba & iteratif.⁣

2.Courage!
(From Fear to Courage)⁣
Takut gagal adalah faktor penghambat utama pembelajaran dalam mendapatkan keterampilan & tantangan baru.

3.Spark!
(From Blank page to Insight)⁣
Mengasah cara berpikir untuk mampu mendapatkan insight, menghubung-hubungkannya, mereframingkannya & membangun jejaring pendukungnya.⁣

4.Leap
(From Planning to Action)⁣
Stop wacana & mulailah beraksi. Ga semua tiba-tiba sempurna, tapi komitlah pada perbaikan yang cepat & berkelanjutan. “Action catalysts”nya bisa berupa meminta bantuan, tekanan dari pihak lain & feedback.⁣

5.Seek!
(From Duty to Passion)⁣
Kamu perlu merasakan passion, purpose & meaning dalam apapun yang kamu lakukan. ⁣

“When people go for the heart — when they seek out passion in their work — they can tap into and unleash inner reserves of energy & enthusiasm”

6.Team
(Creatively Confident Groups)⁣
Untuk membuka potensi kreatif kita perlu tim, kombinasi leadership, aktivitas & coaches , kebebasan berkreasi & menggabungkan perbedaan tapi saling melengkapi dalam suasana menyenangkan.⁣

7.Move
(Creative Confidence to Go)⁣
Banyak banget tools yang bisa digunakan, spt empathy map, mindmapping, notetaking, speeddating, user journey, ideasi dll.⁣

8.Next
(Embrace Creative Confidence)⁣
Bereksperimenlah dengan pengalaman, Kelilingi dengan jaringan yang mendukung, Jelajahi komunitas dengan aneka Inovasi terbukanya, embarce diri untuk selalu belajar.⁣

Langkah2 ini layak dicoba agar semakin percaya diri bahwa perubahan itu bisa terwujud⁣!

Selamat mencoba!

Pengambilan Keputusan

Satu hal yang kerap dilupakan dari target yang sekedar “gagal” & “berhasil”, ada satu kata yang sering kali dilupakan bahwa sebuah keputusan juga bisa menghasilkan hal-hal yang “beyond”!🤩

Melahirkan hal-hal “beyond” seusai keputusan ini jarang terjadi pada organisasi yang senang mematok definisi suksesnya hanya pada sekedar “berhasil, titik!” Padahal tak apa-apa juga kita menaburinya mimpi optimis. Cuma sering kali bermimpi saja kita takut🙇

Beberapa pengalaman terkait keputusan, anggota organisasi kerap kali menumpahkan pada satu variabel jika kemudian gagal, pada umumnya menunjuk leader-nya, tentu ini tak tepat. Karena ada beberapa insights agar keputusan bermuara pada hal-hal yang beyond.

Setidaknya ada 3 faktor yakni Individual, sosial & kontekstual.

📌 Individu
Pengambilan keputusan bergantung pada kapasitas kognitif individu-individunya, apakah mereka termasuk slow atau fast thinkers? apakah teridentifikasi bias kognitif diantaranya? apakah konsisten?
🎯Untuk ink, pastikan anggota organisasi kita punya akses untuk upgrade kapasitas kognitifnya.

📌 Sosial
Hal ini bergantung pada norma yang berlaku, pada bukti nyata, resiprositas, otoritas, kepercayaan dan rada suam dan tak suka.
🎯Untuk ini, pastika organisasi belajar membiasakan keterusterangan dan menghadirkan tantangan yang positif.

📌 Kontekstual.
Membahas masalah, penting untuk tetap memasangkan konteksnya pada tiap masalahnya, jangan dilepskan! Faktor ini juga mengenai arsitektur pilihan, bias, umpan balik, pengingat, framing dan ketepatan waktu.
🎯Untuk ini pastikan setiap individu belajar bagaimana cara berpikir kontekstual, agar tetap relevan dan produktif.

Semakin baik menyeimbangkan ketiga faktor tersebut, semakin baik juga organisasi kita menggagas dan mengambil keputusan dan memilih hasil yang beyond dari pada sekedar berhasil🎉

Belajar lagi🚀

Dual-Track Agile

Dual-Track Agile apa lagi itu?🤣🎉
Ini adalah jenis pengembangan Agile di mana tim produk yang cross functional membagi pekerjaan hariannya menjadi 2 jalur: 1) discovery & 2) delivery.

📌Discovery fokus pada ide yang divalidasi cepat sesuai backlog,

📌Delivery fokus pada mengubah ide-ide tsb menjadi perangkat yang siap pasar.

Metodologi ini dibangun berdasarkan filosofi bahwa pekerjaan dalam mengembangkan produk dapat berlangsung cepat, berulang & berdasarkan data akan menghasilkan produk yang lebih baik.

Tim secara teratur berkolaborasi & nonlinier bekerja bersama selama proses. Membuat pembaruan kecil & merilis produk ke pasar secepat mungkin & belajar dari basis pengguna, apa yang berhasil & apa yang tidak.

Pengembangan produk perlu berulang & siklis, bukan linier & memperluasnya bahkan ke langkah sementara dalam pekerjaan tim, bahkan sering kali membiarkan alur kerja mereka menjadi “mini waterfall.

Dalam konteks sprint yang Agile, manajer produk membuat serangkaian persyaratan dan menyerahkannya kepada seorang desainer, kemudian membuat gambar rangka / prototipe, dan meneruskannya ke tim pengembang.

Nah, ini masih merupakan proses yang agak linier. Sebaliknya, Dual-Track Agile, “menangkap sifat paralel Discovery & Delivery” yang memungkinkan untuk terjadi bersamaan & dengan banyak kolaborasi tim. Itu tidak mengharuskan Tim Discovery sepenuhnya mendefinisikan semua item tim pengiriman dapat memulai pekerjaan pengembangannya.

Mengapa Dual-Track Agile? Metodologi ini dapat menawarkan;

1. Produk yang lebih baik
Mendorong tim hanya mengizinkan ide produk yang divalidasi ke dalam backlog mereka.

2. Lebih sedikit waktu yang terbuang
Membagi pekerjaan tim lintas fungsi dalam dua jalur paralel—satu yang dikhususkan hanya untuk penemuan, atau memvalidasi item sebelum mereka masuk ke backlog—berarti tim lebih mungkin untuk mendapatkan item yang benar dengan pengguna dalam iterasi pertama, daripada harus bolak-balik berulang.

3. Menurunkan biaya pengembangan secara keseluruhan.

Dual-Track Agile membantu organisasi fokus pada jenis inovasi yang tepat & mengirimkan produk yang benar-benar akan dibayar pengguna.

Selamat belajar lagi!🎉🎉

Model Bisnis Sosial yang Mutakhir

Menyeimbangkan antara bisnis dengan visi sosial jika dituliskan memang mudah, dalam pelaksanaannya memang perlu ketekunan dalam menyeimbangkan berbagai aspeknya.

Bisnis sosial memang kerap kali dipertanyakan terkait bentuknya, karena masih banyak juga yang masih terkotak-kotakkan bagaimana seharusnya bisnis berjalan.

Di era penuh disrupsi dimana yang hadir bukan saja produk-produk inovatif tapi justru model bisnisnya yang kerap kali lebih jenius & keterhubungan antar aspeknya kompleks. Terutama bagaimana bisa melahirkan beragam cara monetisasi atau menghasilkan profit yang sering kali jadi tabu dalam perspektif kegiatan sosial tradisional.

1. Kegiatan sosial tradisonal berada pada sisi paling kiri, Murni kegiatan sosial, pendanaan hibah, donasi atau dana abadi, jika sedikit bergeser ke kanan mulai menambahkannya sedikit pendapatan dari beragam penjualan charity.

2. Bisnis Sosial atau Social Entreprise, secara potensial dapat berjalan secara mandiri dimana >75% pendapatannya dari penjualan produk dan jasa yang melibatkan penerima manfaatnya menjadi faktor produksi atau salah satu rantai pasoknya.

Secara sempurna kondisi sebuah Bisnis Sosial akan dicapai jika keuntungannya kemudian diinvestasikan kembali. Bisnis sosial juga dapat menjadi usaha yang Mission-driven untuk menjadi bisnis yang menguntungkan.

Konsep profit dalam bisnis sosial adalah salah satu pilar dari 3 pilar utamanya yang tidak dapat dipisahkan yakni Triple Bottom Line People, Planet dan Profit.

3. Sisi paling kanan, Bisnis Tradisional. Jika lebih dekat pada zona hijau di tengah maka akan banyak berupa CSR atau upaya filantropis. Namun masih di zona bisnis tradisional karena pembiayaannya kerap kali berasal dari usaha-usaha yang murni berorientasi keuntungan.

Dari mana baiknyanya memulai Bisnis Sosial, bisa dari ketiganya, jika lebih mudah dari Charity mulailah dari sana & bergerser pelan-pelan ke tengah.

JIka mulai dari usaha yang murni karena keuntungan, maka secara bertahap pulalah bergeser ke tengah dengan sedikit demi sedikit menjadi usaha yang Mission-driven bisnis namun menguntungkan.

Jika dari tengah? Bisa juga! Mulai saja dulu, yang penting eksekusi 😀

Selamat berproses!