Konsep “Conscious Competence”

Sering merasa berat, kesal bahkan rasanya mau marah dalam sebuah lingkup pekerjaan bisa jadi adalah tanda memang kita perlu belajar lagi, tak cukup kompeten dengan tantangan yang dihadirkan, perlu ruang dan waktu memperbesar kapasitas.

Ada sebuah konsep bernama “Conscious Competence” yang sering digunakan dalam pembelajaran & pengembangan keterampilan seseorang. Ada 4 tingkat kesadaran & kemampuan yang dimiliki individu saat kita menguasai suatu keterampilan.

🤨Pertama, kondisi “Unconscious Incompetence” (Kita tak sadar kalau kita tak mampu ). Pada tahap ini, seseorang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan tentang suatu hal, dan bisa jadi kita juga tidak menyadari kekurangan tersebut.

😩Kedua, “Conscious Incompetence” (Sadar jika Ia tak mampu). Pada tahap ini, seseorang sadar bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan dalam suatu hal tertentu.

🤓Ketiga, “Conscious Competence” (Sadar akan Kemampuan) adalah tahap di mana seseorang telah belajar & mengembangkan keterampilan baru, tapi mereka harus tetap fokus dan sadar dalam menggunakannya. Pada tahap ini, individu punya kemampuan & pengetahuan yang cukup, tetapi masih memerlukan usaha & kesadaran untuk menerapkannya dengan benar.

😎Keempat “Unconscious Competence” (Tidak Sadar tentang Kemampuan) adalah tingkat puncak dalam pembelajaran keterampilan. Pada tahap ini, seseorang telah menguasai suatu keterampilan secara alami sehingga mereka dapat melakukannya dengan lancar dan tanpa perlu berpikir secara sadar.

Dengan memahami konsep ini “Conscious Competence,” kita bisa mengenali tahapan pembelajaran & pengembangan dirinya, serta paham apa yang diperlukan untuk mencapai tingkat kemahiran yang lebih tinggi.

Kamu ada di level mana?🥳

Memahami Persona untuk Memulai Pendekatan yang User Centric

Biar ngga berasumsi, dalam design thinking, memahami persona adalah proses paling penting untuk memulai pendekatan yang user centric. Bermula dengan mempelajari, memahami & mendefinisikan karakteristik, kebutuhan hingga tujuan pengguna yang potensial. Persona adalah representasi fiksi dari pengguna didasarkan pada data & wawancara yang dikumpulkan tentang user sebenarnya.

Langkah-langkah apa untuk memahami persona?

1. Penelitian Pengguna🙇
Teliti dengan mendalam tentang pengguna potensial. Bisa wawancara, observasi langsung, survei/ analisis data. Tujuannya untuk memahami outcomes yang diharapkan, kebutuhan, motivasi, & preferensi pengguna yang mungkin mempengaruhi desain produk & layanan.

2. Pengelompokan Data🖊️📝
Setelah mengumpulkan data tentang pengguna, identifikasi juga pola atau kesamaan di antaranya. Kelompokkan pengguna berdasarkan karakteristik umum, perilaku, atau kebutuhan yang serupa. Ini akan membantu dalam pembentukan persona yang lebih terfokus.

3. Buat Persona 🧒🧑‍🦱
Gunakan data yang sudah dikumpulkan untuk menciptakan persona yang mewakili kelompok pengguna tertentu. Kemudian, berikan personanya nama, gambar & deskripsi yang mendalam tentang karakteristik, tujuan, tantangan & preferensi pengguna. Persona harus realistis dan bisa dipahami oleh tim desain.

4. Empati dengan Persona🥸
Setelah persona dibuat, tim desain harus bisa menghubungkan diri dengan persona tersebut secara emosional. Coba dalami dunianya, lihat dari sudut pandangnya, rasakan kebutuhan & masalah yang dihadapinya. Ini akan membantu kita dalam menghasilkan solusi yang lebih relevan & efektif.

5. Menggunakan Persona sebagai Panduan : Persona bisa memandu kita dalam pengambilan keputusan. Tiap tahap perancanganya, tim bisa merujuk pada persona untuk menguji ide-idenya, memprioritaskan fitur & mengidentifikasi solusi yang sesuai dengan kebutuhan serta preferensi pengguna.

Dengan memahami persona, kita bisa lebih terhubung dengan pengguna & menghasilkan solusi yang lebih manusiawi serta relevan. Persona yang baik akan membantu dalam membawa pemikiran user ke dalam proses desain & menciptakan pengalaman yang memenuhi kebutuhan & harapan user.

Selamat belajar!🚀

Co-Creation & Co-Creative

Co-creation dan co-creative merupakan konsep yang terkait erat dan sering digunakan dalam konteks inovasi dan pengembangan produk atau layanan. Apa bedanya?

1. Co-creation
Co-creation merujuk pada proses di mana perusahaan atau organisasi bekerja sama dengan pelanggan atau pengguna akhir untuk menciptakan nilai tambahan.

Dalam co-creation, perusahaan mengakui bahwa pelanggan memiliki pengetahuan, pengalaman, dan perspektif yang berharga, dan melibatkan mereka dalam tahap-tahap awal perencanaan, desain, pengembangan, dan evaluasi produk atau layanan.

Co-creation melibatkan kolaborasi aktif antara perusahaan & pelanggan untuk menghasilkan solusi yang lebih baik dan memenuhi kebutuhan yang lebih baik pula.

2. Co-creative
Sementara itu, co-creative adalah sebuah pendekatan atau sikap yang diadopsi oleh individu atau tim dalam konteks kolaborasi dan kreativitas.

Co-creative menekankan pada partisipasi aktif, ide-ide baru, dan pemecahan masalah bersama sebagai tim. Ini melibatkan berbagi pengetahuan, keterampilan, dan inspirasi untuk menciptakan sesuatu yang baru dan bernilai serta mendorong kolaborasi yang inklusif, adanya saling mendukung, dan keterlibatan semua anggota tim dalam proses kreatif.

Dalam rangka kerja sama antara perusahaan & pelanggan, perusahaan dapat menerapkan pendekatan co-creative untuk menciptakan lingkungan di mana pelanggan merasa didengar, terlibat & berkontribusi pada pengembangan produk atau layanan. Maka co-creative dapat menjadi salah satu komponen dari proses co-creation yang lebih luas.

Jika keduanya terlaksana, kemudian yang perlu dijaga adalah co-evolutionnya.

3. Co-evolution

Co-evolution merujuk pada perubahan yang saling mempengaruhi antara perusahaan & konsumen dalam merespon, beradaptasi dengan perubahan pasar, teknologi & kebutuhan pelanggan, kemudian menyesuaikan produk, layanan untuk memenuhi permintaan yang berkembang.

Proses ini melibatkan iterasi dan evolusi yang berkelanjutan di kedua sisi, di mana perusahaan dan konsumen saling mempengaruhi & beradaptasi satu sama lain seiring waktu, mencerminkan hubungan yang dinamis, saling bergantung & berinteraksi.

Gimana, kita mulai kerjasama & maju bareng ya?

Mengapa Boleh Salah dalam Kreatifitas?

Mengapa boleh salah dalam kreatifitas?

Proses kreatif seringkali melibatkan eksplorasi, penemuan, dan eksperimen. Ketika kita mencoba hal-hal baru, mencoba divergen dan tidak terikat oleh batasan atau konvensi yang ada, kita cenderung melihat segala sesuatu dengan perspektif yang berbeda, banyak hal baru!🥳

Dalam proses ini, menemukan kesalahan bisa menjadi sumber inspirasi yang penting. Sangat penting bahkan!

Ketika kita menemukan kesalahan atau ketidaksesuaian dalam suatu hal, itu menciptakan kesempatan untuk memikirkan cara-cara baru untuk memperbaiki atau memperbaiki masalah tersebut. Hanya saja tidak semua organisasi memperbolehkan buat salah yaa, takuut!🥺

Kesalahan bisa menjadi titik awal untuk berpikir secara kreatif dan menghasilkan solusi yang inovatif. Kesalahan dapat mendorong kita untuk keluar dari zona nyaman dan mencari cara-cara baru untuk melakukan sesuatu. Tapi jangan lupa bahwa kesalahannua terukur dalam tahapan-tahapan inovasi ya! Banyak toolsnya, cobain deh🫣

Selain itu, kesalahan juga dapat membantu kita belajar dan berkembang. Dalam proses mencoba-coba, kita mungkin mengalami kegagalan atau kesalahan. Namun, daripada melihatnya sebagai kegagalan, kita dapat melihatnya sebagai peluang untuk belajar dari kesalahan tersebut🤓

Dengan mengidentifikasi dan memahami kesalahan, kita dapat mengembangkan pengetahuan baru, mengasah keterampilan, dan meningkatkan kemampuan kita di masa depan. Jangan lupa konsisten iterasinya!

Dalam konteks kreativitas, kesalahan juga dapat memicu pemikiran asosiatif. Ketika kita menemukan kesalahan atau inkonsistensi, otak kita cenderung mencari solusi alternatif atau melompat ke gagasan-gagasan baru. Kesalahan bisa banget merangsang imajinasi dan menginspirasi ide-ide yang tidak terpikirkan sebelumnya.

Namun, penting juga untuk dicatat bahwa kesalahan saja tidak cukup untuk memicu proses kreatif. Penting juga untuk memiliki ketekunan, kerja keras, dan sikap terbuka terhadap eksperimen dan pembelajaran. 🤩

Kesalahan hanyalah salah satu bagian dari proses yang lebih besar dalam mencapai kreativitas dan inovasi. Sisanya adalah konsistensi memperbaikinya, eksplorasi hingga menemukan hal-hal luar biasa! 🚀

Ingat Ya, Agile Bukan berarti Chaos!✔️

Agile itu bukan berarti tidak fokus ya, agile justru menitikberatkan pada kemampuan kita untuk fokus🎯

Tapi sering-seringlah untuk memahamkan diri dan tim, bahwa agile sangat jauh dari chaos. Justru agile sangat anti dengan kondisi chaotic🤯 tapi yang menyenangkannya justru berasal dari fleksibilitasnya✔️

Dalam metodologi Agile, fokus sangat penting karena Agile berfokus pada outcomes atau hasil yang bermanfaat dan berkualitas tinggi dalam waktu yang lebih singkat dari sebuah pekerjaan😎

Agile memandang bahwa fokus adalah kunci untuk memastikan bahwa inisiatif dilakukan dengan cara yang efektif dan efisien, mengawalnya hingga menghasilkan hasil yang berfungsi dan bekerja dengan baik🚀

Dalam Agile, fokus juga berarti bahwa anggota tim memahami bahwa Ia perlu menyelesaikan satu tugas sebelum beralih ke tugas lain✔️✔️✔️

Dengan cara ini, mereka dapat memastikan bahwa pekerjaan yang sedang dikerjakan diselesaikan dengan benar dan bahwa kualitas hasil kerja yang dihasilkan akan menjadi lebih baik🎁

Selain itu, fokus juga membantu untuk mengurangi kebingungan dan ketidakpastian dalam proyek atau sebuah pekerjaan🛠️

Oleh karena itu, jadi penting menetapkan fokus yang jelas pada tujuan dan tujuan yang spesifik, anggota tim dapat memprioritaskan pekerjaan mereka dengan lebih baik dan memastikan bahwa mereka bergerak maju dalam cara yang terstruktur dan terukur📊

Dengan kata lain, fokus sangat penting dalam Agile karena membantu tim kita untuk mempercepat dalam menyampaikan hasil kerja yang berkualitas tinggi dan bermanfaat, mengurangi kebingungan dan ketidakpastian dalam proyek, dan memastikan bahwa pekerjaan diselesaikan dengan benar dan dalam waktu yang tepat🤩

Ingat yaa, agile, bisa jadi flexible tapi bukan berarti chaos!✔️

Proses Shadowing, “Andai Aku Menjadi”

Muter lagu Tukar Jiwa-nya Tulus dalam sesi workshop kali ini, ceritanya nyambung-nyambungin😀

Sebagai sebuah lagu, liriknya sangat mewakili bagaimana kita bisa belajar mengungkap empati, terutama dalam konteks hubungan romantis🤣 Eits tapi kita ngga akan bahas sisi ini, kita belajar bisnis kontekstualkan dalan kerangka bisnis ya, empati sama pelanggan🤗

Coba berlatih empati dengan liirik Tukar Jiwa ini, dengerin dulu lagunya, jadi paham kenapa Design Thinking memerlukan proses shadowing, “andai aku menjadi” bahkan bisa seharian atau periode yang lebih lama”

Jika kita ubah lirik “pasangan” dalam lagu ini jadi “pelanggan” kira-kira gini maksudnya;

Bagaimana cara merasakah kesulitan yang dirasakan oleh pelanggan. Bagaimana kita merasa ingin membantu dan mengambil beban pelanggannya itu tersebut dengan berkata “Tukar jiwa denganku, biar aku yang merasakan semua luka dan duka di hatimu”🤣🤣

Kemudian kita hadir dengan solusi, mengobati rasa cemas yang dirasakan pelangganya dan kita berjanji akan selalu ada di sisinya🤭

Ungkapan empati terhadap pelanggan di mana kita berusaha memahami dan merasakan perasaan dan pengalaman pelanggannya. Hal ini merupakan salah satu bentuk empati yang dapat membantu mempererat hubungan dan memberikan dukungan emosional kepada pelanggan. Diperlakukan begitu personal adalah hal yang special jadi value proposition berharga dimanta pasangan, eh pelanggan!😜

Empati jadi variable paling penting dalam menjalin hubungan dengan pelanggan, terutama dalam bisnis atau industri yang melibatkan layanan konsumen🤗

kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan, kebutuhan, dan harapan pelanggan. Jika kita memperlihatkan empati terhadap pelanggan, usaha kita bisa menciptakan hubungan yang lebih dekat dan membangun kepercayaan🤝

Pelanggan yang merasa dipahami akan lebih cenderung merasa puas dengan pelayanan yang diberikan dan mungkin akan merekomendasikan produk atau layanan tersebut kepada orang lain👌

Gimana, kita mulai berlatih memahami lebih dalam pelanggan kita dengan mengasah kemampuan empati kita yaa! Gas!😘

Willingness To Innovate

Jika selama ini kita mendengar istilah Willingness To Pay, yakni seberapa besar pelanggan mau membayar atas produk kita, dalam proses inovasi ada istilah lain sebelum menciptakan produk yang inovatif, yakni “Willingness To Innovate”, menjadi menarik, karena dalam proses menciptakan inovasi belum tentu seluruh anggota jadi bagian yang ingin berinovasi & melahirkan kebaruan yang diterima masyakarat.

Willingness to innovate / kemauan untuk berinovasi mengacu pada kemampuan individu / organisasi untuk membuka diri terhadap perubahan & mencari cara baru untuk memecahkan masalah atau meningkatkan kinerja mereka. Kemauan yang melibatkan keinginan & tekad untuk menciptakan atau mengadopsi produk, layanan, atau proses baru yang dapat meningkatkan nilai bagi organisasi atau masyarakat & agar tetap relevan & berkompetisi di pasar yang terus berkembang & berubah.

Banyak literatur menunjukkan bahwa manajemen yang berhasil dari perjuangannya adaptasinya akan sangat bergantung pada kemampuan pemimpinnya untuk memupuk kemauan agar tetap berada pada jalur yang menantang & sering terasa sebagai ketidak-efisienan. Kemauan untuk berinovasi dapat ditopang oleh 3 pilar kebersamaan hingga dapat menciptakan rasa komunitas yang diperlukan, yakni;

1) 🎯 Shared Purpose:
Komunitas menjadi prioritas dari tujuan bersama yang melintasi fungsi dan geografisnya. Tujuan bersama ini melampaui sekadar menambah nilai / menghasilkan produk; organisasi inovatif sering melihat apa yang mereka lakukan adalah sebuah pengungkit untuk mempengaruhi perubahan yang lebih luas lagi.

2) ❤️ Shared Values:
Komunitas inovatif juga terikat bersama oleh nilai-nilai bersama yang mendorong bagaimana mereka mencapai tujuan bersamanya. Nilai-nilai itu biasanya mencakup ambisi yang berani, pendekatan kolaboratif dalam bekerja, keinginan untuk belajar & rasa tanggung jawab bersamac terhadap kelompoknya

3) ✔️Rules of Engagement: 
Proses inovasi biasanya sangat dinamis, tapi jangan menjadikannya chaotic. Bagaimana enggagement diantara tim dipandu oleh ethos yang sama & melakukan penyelarasan antar perbedaan perdebatan dengan sikap saling menghargai & menumbuhkan rasa saling percaya❤️

Business Thinking & Design Thinking

Business thinking dan design thinking adalah dua pendekatan yang berbeda dalam memecahkan masalah dan mengembangkan ide.

✔️Business thinking fokus pada pengembangan dan pertumbuhan bisnis dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti biaya, keuntungan, dan pasar.

✔️Sedangkan design thinking fokus pada pemahaman mendalam tentang pengguna dan menemukan solusi kreatif yang menyelesaikan masalah pengguna dengan cara yang efektif.

Bedanya antara business thinking dan design thinking adalah:

✔️Tujuan utama: Business thinking bertujuan untuk mencapai keuntungan dan pertumbuhan bisnis, sedangkan design thinking bertujuan untuk menciptakan solusi inovatif untuk masalah pengguna.

✔️Proses yang digunakan: Business thinking menggunakan metode analisis data dan strategi bisnis untuk mengembangkan dan mengoptimalkan bisnis, sedangkan design thinking menggunakan pendekatan empiris untuk mengembangkan solusi kreatif untuk masalah pengguna.

✔️Fokus pada pengguna : Design thinking memprioritaskan kebutuhan pengguna dan berusaha memahami perspektif mereka secara mendalam, sementara business thinking lebih berfokus pada kepentingan bisnis.

✔️Pembuatan keputusan : Business thinking mengutamakan pengambilan keputusan berdasarkan analisis data dan strategi bisnis, sementara design thinking lebih mengutamakan pengambilan keputusan yang didasarkan pada pemahaman mendalam tentang pengguna dan berfokus pada solusi kreatif dan inovatif.

✔️Orientasi waktu : Business thinking lebih berorientasi pada jangka pendek, sementara design thinking lebih berorientasi pada jangka panjang dan keberlanjutan solusi.

Pastikan keduanya berjalan beriringan, business thinking maupun design thinking dapat saling melengkapi dalam pengembangan bisnis dan pengembangan produk yang sukses.

Keduanya bisa digunakan bersama-sama untuk mencapai tujuan yang lebih baik dan menciptakan solusi yang lebih inovatif. Ayoo latih lagi skillnya! #tleecosociopreneur

“Disciplined Entrepreneurship : 24 Steps to a Successful Startup”

Dalam buku “Disciplined Entrepreneurship : 24 Steps to a Successful Startup” Bill Aulet diterbitkan oleh Wiley pada tahun 2013. Dia adalah seorang pengusaha dan pengajar di MIT Sloan School of Management, di mana ia mengepalai Martin Trust Center for MIT Entrepreneurship. Konsepnya masih cukup relevan karena menyangkut fundamental penting, yuk disimak apa aja?

Konsep ini menekankan pentingnya penggunaan disiplin dan pendekatan sistematis untuk mencapai kesuksesan dalam bisnis startup. Setiap langkahnya penting dipelajari dan dijalankan dengan seksama untuk memastikan bahwa bisnis startup dapat berjalan dengan efektif dan efisien serta memenuhi kebutuhan pelanggan.

24 langkah atau tahap yang harus dilakukan & memiliki pemahaman yang jelas tentang model bisnis dan pelanggan yang ingin dilayani, serta mampu mengambil keputusan yang tepat dan efektif dalam menghadapi tantangan yang dihadapi oleh bisnis startup.

1. Mengidentifikasi peluang:
2. Memahami pelanggan:
3. Memvalidasi pelanggan:
4. Membangun model bisnis:
5. Mengembangkan produk:
6. Mengukur kemajuan:
7. Menetapkan tujuan:
8. Mengidentifikasi sumber daya:
9. Mengelola risiko:
10. Membangun tim:
11. Mengembangkan strategi pemasaran:
12. Mengembangkan strategi penjualan:
13. Menentukan harga:
14. Mengembangkan keunggulan bersaing:
15. Memahami lingkungan bisnis:
16. Membangun rencana operasional:
17. Mengembangkan strategi pertumbuhan:
18. Mengembangkan model keuangan:
19. Membangun rencana bisnis:
20. Mengembangkan strategi branding:
21. Mempersiapkan untuk pengambilan keputusan:
22. Mengelola operasi bisnis:
23. Memantau dan mengevaluasi kemajuan:
24. Melakukan iterasi dan pembelajaran:

Peernya banyak yaa! Nah mana kira-kira dari ke 24 poin diatas yang paling menantang buat kamu?

Apa bedanya “Output Vs Outcome” ?

Kantor sepi! sudah biasa pada beragam perkantoran besar saat ini, namun bukan berarti Ia tak produktif. Sepi karena timnya tersebar & tekoneksi satu sama lainnya dengan saluran-saluran digitalnya. Anggota timnya pun produktif menghasilkan beragam inisiatif, mengeksplorasi beragam cara baru untuk bisa menghasilkan sebuah produk dengan Definition of success yang disepakati, kami namakan sebagai key results🎸

Inisiatif ini digagas berdasarkan harapan apa yang ingin dicapai, dikomunikasikan dengan baik, ditulis & dipetakan prioritasnya, di review hasilnya, diretrospektifkan cara & budaya kerjanya, merepetisinya hingga memiliki formulasi terbaik dalam bekerja, menghasilkan & bergerak eksponensial kemudian setelah mendapatkan pola kerjanya🚀


Sebuah cerita sering saya utarakan didalam forum-forum untuk memastikan bisa membedakan Output & Outcomes. Digambarkan 2 orang Dokter digambarkan baru saja menyelesaikan operasi pasiennya yang berhasil dilaksanakan. Salah satu Dokter mengungkapkan “Excellent suegery! Well done!. Dokter yang lainnya berkata:” Thanks! Pity! The patient died. Dalam percakapan ini mengandung dua hal terkait 1) Output; operasinya berlangsung baik, 2) Outcomes; pasiennya meninggal (Outcome tak tercapai)😎

Pertanyaan berikutnya, apakah Dokter yang sudah bertugas tsb wajib dibayar? Jawabannya sudah pasti tentu dibayar terlepas pasiennya meninggal / tidak. Jika dalam konteks tim bisnis, setiap anggota penting menyadari bahwa setiap individunya bisa bekerja & menghasilkan outcomes, paham bahwa bukan sekedar bekerja keras tapi tak jua menghasilkan🎸

Dalam instansi konvensional, anggota tim dibayar jika ia terlihat bekerja, namun usaha modern akan mengitung berdasarkan hasil, bisa jadi ia tak pernah terlihat secara fisik tapi produktif menghasilkan hasil, ia pun dibayar sesuai hasilnya. Pastikan bahwa setiap anggota bekerja menghasilkan outcomes, berikan juga ruang inisiatif & kolaboratifnya agar kreatifitasnya berkembang, hingga timnya jadi sehat & menyenangkan. Dalam perusahaan modern biasanya tak menggunakan lagi frasa “to do list” tapi “initiative & result” hingga setiap orang tau apa yang perlu dihasilkannya dengan cara kerjanya bebas berkreasi.