Solution Focused

Fokus pada solusi yaaa! Mengapa fokus ini sulit sekali dilakukan? Sering kita menghabiskan energi justru pada masalah, karena masalah itu nyata terlihat di depan mata, terasa langsung dan berdampak seketika Ia mengalaminya.

Menggeser perhatian kita dari masalah ke solusi memang sering lebih sulit dilakukan karena solusi sifatnya masih imajiner, berupa gambaran yang belum nyata serta perlu proses yang ditekuni untuk mewujudkannya.

Jadi, mengapa kita penting untuk kita bergeser dari Problem Focused (Problem-oriented Thinking) ke Solution Focused (Solution-oriented Thinking)? Jika fokus pada masalah, energi akan terfokus pada “mengapa” & “apa” yang sebenarnya terjadi. Dari proses berpikir kritis ini biasanya akan menghasilkan “Formulasi Masalah”

Sedangkan Solution Oriented memiliki fokus pada bagaimana membangun strategi kreatif dengan kata kunci yang ditekankan berupa “Bagaimana caranya?” Dari sini biasnya berupa hasil berupa “Solusi Bagi Masalahnya.

Keduanya penting, namun yang menarik adalah bagaimana energi keduanya ini bisa mencuat sangat berbeda. Perilaku untuk fokus pada solusi mendorong setiap individu dalam tim untuk menguatkan keterampilan kepemimpinannya yang lebih natural, punya keyakinan, tau apa yang ingin dilakukan, ekspresif, passionate, punya rasa ingin tau, prospektif, punya preferensi yang kuat.

Lebih lanjut mengapa Solution Focused punya energi positf karena dalam prosesnya lebih energik, antusias dan banyak mengundang spontanitas kreatif yang mencuat. Solution Focused merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada outcomes yang diinginkan dari pada perhatian pada masalahnya.

Dengan berorientasi pada outcomes, sebuah tim akan lebih baik diposisikan agar Ia menghasilkan solusi yang kreatif, inovatif & efektif innovative.Pendekatan yang solutions-oriented memberikan ruang kerja yang lebih fleksibiltas, mengarah pada visi masa depan. Biasanya proses justru akan menimbulkan banyak rasa keingintahuan & hal positif.

“Solution-focused practice concentrates on helping people move towards the future that they want & to learn what can be done differently by using their existing skills, strategies & ideas – rather than focusing on the problem”

Business Acumen

Kemarin bersama tim membahas terkait Business Acumen. Bercerita bahwa idealnya seseorang dibayar bukan karena haknya saja telah menyelesaikan pekerjaanya, namun menjadi penting juga Ia juga didorong bersama-sama berkontribusi menemani proses membangun mimpi kedepan bersama organisasinya. Dilibatkan & terlibat membumikan visi bersama tim.

Dibayar sesuai dengan pekerjaannya. Kalimat ini sering muncul hingga jadi kerap terjadi beberapa bagian individu enggan “going to the extra miles” bertindak beyond, apalagi menemani organisasi mengakselerasi visinya masa depannya.

Mengelola tim untuk ikut berlari dan tidak sekedar bekerja menunaikan hal rutin adalah keterampilan yang perlu dikuasai leaders. Bagaimana membuat setiap anggotanya meletupkan energinya & bergerak maju bergerak karena purpose, juga bahagia karenanya.

Bukan sekedar bergerak karena kebutuhan survival atau kebutuhan dasar. Atau sekedar bergerak karena dipancing adanya reward & punishment semata. Mendorong tim untuk memiliki motivasi level 3 memerlukan ekosistem kerja berupa organisasi pembelajar. Dialog-dialog berkualitas menjadi syarat penting kala pekerjaan berlangsung, ketimbang sekedar menyelesaikan pekerjaan.

Mendorong tim untuk bergerak karena purpose menjadi skill wajib pada leaders. Menggerakkannya menuju imajinasi (visi) yang terinternalisasi serta dirasakan bersama kepemilikannya. Menjadi kebutuhan yang tak lepas dari semangat setiap individu dalam tim. Proses transisi ini dinamakan sebagai proses perubahan, jangan lupa ada waktu yang jadi perantara perubahan.

Jika digambarkan dalam garis lurus, ada dua bagian yakni bagian yang menggambarkan apa yang telah Ia kerjakan, dan bagian lainnya adalah apa yang Ia kontribusikan dan perjuangkan kedepan untuk visi bersama bisnisnya.

Bagi leaders, menjadi coach yang baik bagi timnya dengan memberikan ruang belajar dan ruang tumbuh untuk meningkatkan motivasi, keterampilan dan konsistensi pengembangan kapabilitas kontribusinya adalah hal yang tak bisa lagi dihindari.

Business acumen knowledge is far more than just financial acumen and is crucial for the workforce because it helps your team understand the impacts of their roles – Bill Hall

Business Ethics

Beberapa dekade terakhir Business Leaders banyak fokus pada hal finansial. Tapi ini adalah jaman dimana etika bisnis benar-benar diuji proses revolusinya. Era digital mendorong banyak pihak berkolaborasi bersinergi, bersinggungan dijaga untuk tidak menimbulkan ketersinggungan. #tleecosociopreneur

Akan banyak pertemuan, kesepakatan & proses panjang elaborasi, mengadopsi pendekatan multi-pemangku kepentingan yang berjalan bersama mencapai tujuan bersama baik tujuan sosial, investor / lainnya.

Individu memang tidak memasuki lapangan pekerjaan dengan nilai & karakter yang sama, tapi tiap individu & tim bisa menumbuhkan, bahkan mengabaikannya disepanjang waktu. Business ethic memang kerap dirasa sulit menghantarkannya untuk dipahami seluruh tim. Tapi perlu diingat bahwa hal ini perlu disampaikan dengan cara yang menyenangkan, repetitif dalam jangka panjang.

Pengembangan nilai & karakter memang jadi perjalanan panjang, terutama dari sudut pandang individunya. Melelahkan karena nilai-nilainya kerap bertentangan dengan pengalaman masa lalunya. Reward & punisment juga tak serta merta membuat perubahan seketika.

Organisasi pembelajar menampilkan pemimpinnya sebagai contoh rujukan, “Lead by Example” perlu tegas ditunjukkan. para CEO perlu kompak menunjukkan kemampuan leadership & integritasnya. Tumbuhkan dialog berkualitas, ketimbang sekedar menyelesaikan kewajiban pekerjaannya. Tunjukkan konsekwensinya & cara bagaimana melaporkannya jika terjadi pelanggarannya.

Setiap usaha memiliki nilai-niilai sendiri, kembangkan kode etik sesuai DNA-nya, turunkan dari visi & nilai yang diinginkan, institusionalisasikan dalam ritual-ritual bermakna setiap harinya, bukan hanya ditempelkan di dinding / berkas-berkas kesepakatan.

Integritas bisa jadi pisau bermata dua. Bisa menimbulkan pergolakan tim, komplain atau pemeriksaan berwajib.Tapi jika menanganinya dengan baik integritas bisa jadi superpower yang menginspirasi pekerjanya & berhubungan dengan era values-minded consumers hari ini.

“Integrity is contagious. Create an environment in which it is openly embraced by leadership and woven into the fabric of your culture, and it will be a powerful asset.” -Robert Chesnut-

Kapitalisasi Kapabilitas Organisasi

Membangun kesadaran terkait rasa kepemilikan pada organisasi, terlebih pada usaha yang dibangun memang menjadi tantangan lain selain bagaimana menciptakan sebuah produk yang laku dipasaran. Tantangan ini tak tampak urgent tapi sering dialami dalam keseharian timnya.

Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana setiap tim merasa memiliki organisasinya sebagai wadahnya, tak hanya sekedar bekerja & kemudian dibayar atas kerjanya.

Organisasi adalah entitas yang perlu diperhitungkan, dianggap penting sebagai satu entitas yang hidup tak terpisahkan dalam perjalanan usaha, sifatnya imajiner, tak tampak secara fisik seperti anggota tim yang terdiri dari individu manusia.

Karena Ia dianggap sebagai entitas hidup & berperan sebagai kendaraan menuju visi, maka Ia memiliki hak untuk dihidupi, dipelihara & disehatkan. Konsekwensinya adalah setiap individu yang hidup didalamnya perlu tau dan paham bagaimana Ia berkontribusi bagi kendaraannya đŸ„ł

Pada fase-fase awal pembuatan usaha, fokus atensi kita adalah pada bagaimana menguatkan organisasinya, maka yang diberikan asupan penyehatan yang utama tentunya organisasinya. Karena ini akan jadi wadah keberlanjutannya. Namun yang kerap terjadi adalah individunya fokus pada bagaimana membagi keuntungan baginyađŸ€š

Karena organisasi bersifat imajiner maka sering kali terlupakan mendapatkan haknya, disehatkan dan dikuatkan. Setelah sehat & kuatlah baru individu-individu didalamnya menikmati beragam hak keuntungannya😎

Menyehatkan organisasi hingga memiliki kemampuan kolektif untuk berinovasi menjamin keberlanjutannya. Beberapa kekuatan organisasi diantaranya ditandai dengan hadirnya beberapa indikator organisasi yang sehat (Norm Smallwood and Dave Ulrich, 2004);

1. Commiterd Talent:
2. Speed;
3. Shared Mind-Set and Coherent Brand Identity;
4. Accountability:
5. Collaboration:
6. Learning:
7. Leadership:
8. Customer Connectivity:
9. Strategic Unity:
10. Innovation:
11. Efficiency:

Kesebelas hal diatas adalah gambaran dari kualitas organizational capabilities , intangible assets kunci. Kita tak bisa menyentuhnya, tapi mendatangkan banyak perbedaan untuk menghasilkan nilai-nilai keunggulan. Banyak ya PRnya?

The Sustainability

Memastikan keberlanjutan menjadi penting dalam sebuah inisiasi pergerakan, apalagi sebuah organisasi bisnis. Variable keberhasilannya bukan hanya pada besaran keuntungan semata, tapi seberapa besar peluang sebuah visi dituangkan dalam pergerakan & dimungkinkan berhasil berkembang berkelanjutanđŸ«°

Dalam jangka pendek pemenuhan “Sustainability” ini akan terlihat sebagai cost, jadi musuh berat sebuah organisasi. Sering dijadikan pertimbangan beban pembiayaan ketimbang melakukan pertimbangan apakah cost ini akan memberikan manfaat dalam jangka pendek atau panjang kelak✍

Sustainability sering kali terlihat tidak menguntungkan karena terlihat membebani organisasi dengan biaya yang besar. Keberlanjutan mempertimbangkan tiga hal sbb;
1. Economic growth,
2. Environmental protection,
3. Social justice 

3 hal diatas dilakukan secara bersamaan, sama-sama penting & sama-sama berjalan beriringan. Variable keberhasilannya bukan hanya para terletak besaran hasil / keuntungan semata, namun seberapa besar sebuah visi yang dituangkan dalam pergerakan dapat dimungkinkan berhasil berkembang & berkelanjutan🙌

Sustainability memang beyond dari sekedar “financial outperformance” dan dianggap sebagai cost dibandingkan sebagai value bahkan kerap “undervalued” atau sekedar kepentingan tambahan sebagai faktor additif bagi efisiensi operasional, marketing/PR bukan sebagai penciptaan nilai strategis. Coba pilih dari kedua tipe bisnis ini, mana yang kamu banget;

1. COST-CENTRE RATIONALE🧐
📌Fokus pada compliance, value protection, cost saving
📌Investasi pada staff & initiatif terbatas
📌Kecil kemungkinan mengintegrasikannya dgn strategi inti
📌Cenderung meninggalkan Value
📌Belum baik mengelola resiko
📌Kurang fokus pada “Opportunity Cost” memilih “business as usual”

2. VALUE-CENTRE RATIONALEđŸ€©
🍭Fokus pada value & opportunity
🍭Menggunakan sustainability bagi value creation, menyediakan solusi saat ini & masa datang bagi konsumen.
🍭Sadar akan konteks sustainability, jadi pendorong & nilai untuk dituangkan dalam pengembangan & perencanaan bisnisnya.
🍭Lebih besar berinvestasi pada staff & inisiatif
🍭Pendekatan jangka panjang
🍭Pengelolaan resiko yang matang

Kamu yang mana?😜

Pastikan Redefinisinya Valid Ya!

Era Digital, era dimana banyak miskonsepsi karena semua tiba-tiba menjadi “Si Paling Aplikasi” atau beragam pertanyaan terkait bagaimana “mengakselerasi ads melalui proses marketing online?”

Sesungguhnya, ngga sesederhana itu, ada hal fundamental penting dipahami bahwa adalah bahwa:
1. Bagaimana sesungguhnya proses bisnis barunya?
2. Realita kondisi di lapangan bagaimana simpul-simpulnya terkoneksi?
3. Perubahan apa yang terjadi pada perilaku konsumennya?
4. Definisikan ulang kebutuhan konsumen yang relevan dengan jamannya.

Perubahan era akan berdampak pada perubahan banyak hal, apalagi era digital segala sesuatunya jadi terhubung. Bahkan banyak hal berbeda parameter keterhubungannya. Seperti contohnya
1. Jika dahulu “jauh” solusinya “didekatkan”, saat ini jadi “terhubung”.
2. Jika dahulu “lama” solusinya “dipercepat” , jadi “dipastikan”.
3. Jika dahulu “lelah” solusinya berikan waktu, saat ini dijawab dengan “eksplorasi”
4. Jika dahulu “bertemu, saat ini “connected”

Banyak hal perlu didefinisikan, era berubah dibersamai dengan perilaku yang juga berbeda, karena keterhubungan menjadikan segala sesuatu perlu dimaknai dengan cara barunya.

Perbicangan kemarin dengan @mashakmal Program Director di @thelocalenablers Bercerita tentang Cloud Kitchen pertama di Indonesia. Pizza Hut Delivery (PHD).

Mengapa Pizza Hut bertransformasi menjadi PHD bahkan jauh sebelum pandemik terjadi? Karena PHD berhasil meredefinisikan kebutuhan pelanggan saat ini, “Bahwa Pizza bukan lagi makanan yang enak dinikmati dengan cara Dine-in di restoran, tetapi Pizza adalah makanan teman kumpul-kumpul bersama keluarga atau teman, menemaminya nonton bersama di rumah atau acara-acara yang menitikberatkan bagaimana meningkatkan mood, kebahagiaan & kebersamaan pada pertemuan-pertemuan tsb”

Keberhasilan PHD dalam memahami perubahan konsumen inilah yang membuat mereka bisa melesat dengan proses transformasinya & berhasil merajai pasar Pizza dengan perubahan perilaku konsumennya.

Yang lebih penting saat ini adalah paham dulu bagaimana konsumen melakukan shiftingnya, lalu pastikan hadir dengan inovasi proses bisnsnya, baru lakukan digitalisasinya.

Pastikan redefinisinya valid ya!

Seberapa resourceful tim kamu?

Kekuatan berkelompok bisa jadi kekuatan yang sangat besar. Namun, bisa jadi sangat kecil jika hanya fokus pada individu & egonya masing-masing. Dalam pekerjaan juga begitu, ketika terputus oleh cubical-cubical kecil atas nama privacy di ruang-ruang kerja.

Satu sesi sederhana di Surabaya bersama-kawan-kawan Ubaya kami meminta kawan-kawan untuk berkelompok berdasarkan kategori Minimum Viable Team yang terdiri dari 1) Semar (Sang Pemimpin), 2) Petruk (Sang Hacker/Technologist), 3) Gareng (Hustler / sang Marketer) & 4) Bagong (Hipster/si paling kreatif). Kelompok dibuat divergen, sebelumnya mereka diminta berkelompok sesuai dengan peranannya yang homogen dan meminta saling bercerita “kesombongannya” pada kelompoknya masing-masing.

“Kesombongan” in a positive way ya! Bercerita terkait apa saja kekayaan keterampilan / intangible asset yang dimiliki masing-masing. Kekuatan pengetahuan & kapasistas dirinya yang bisa saling memperkaya satu sama lainnya. Memastikan satu sama lainnya kenal dengan kekuatan lain. Hal ini kerap kali tak terlihat karena merasa tak perlu diperlihatkan.

Dalam sebuah tim yang kuat, dikenal istilah “Resourceful, sekelompok individu yang penuh dengan solusi yang dapat beradaptasi dengan kesulitan-kesulitan baru dengan solusi-solusi baru. Dapat berpikir secara kreatif. Kondisi ini akan lebih cepat terwujud jika satu sama lainnya mengenal potensi & kekuatan tiap individunya, terbuka atas kolaborasi yang saling memperkaya hingga mudah mendapatkan jalan keluar jika mendapatkan tantangan-tantangan baru.

Bagaimana cara memulai kondisi yang Resourceful? (Baldoni, 2010)
1. Berpkir terbuka, Redefine the Possible. “Being open-minded about new possibilities is critical to putting resourcefulness into action”-Nilekani
2. Turn innovation inward.  Resourceful bukan hanya menciptakan kebaruan, tapi membuat susuatu yang lama bekerja lebih baik.
3. Choose Specifics. Temukan lagi bagaimana cara kita berusaha, pilih sesuatu yang lebih realistik.
4. Lean on Your Staff. Rampingkan tim dengan membuat squad-squad lincah saling berinteraksi.
5. Celebrate the Lesson. Mendorong resourcefulness, pastikan bahwa tiap pencapaian dirayakan.

Seberapa resourceful tim kamu?

The Team Lead Model Part 3

Bagaimana bisa kita membuat tim melompat, bergegas menuju visi? Dalam konsep Agile, “Leadership Lives Everywhere” berada pada setiap individu dalam tim, bersama mengembangkan beberapa keterampilan kepemipinan;

1)Komunikasi -> Listening
Keterampilan menyimak adalah kunci komunikasi yang efektif, lebih fokus berusaha memahami. Menyimak adalah keterampilan untuk secara akurat menerima & menerjemahkan pesan dalam proses komunikasi.

2)Trust ->Empathizing
HBR, 2021 menuliskan “Empathy Is The Foundation Of Trust” Empati. Kemampuan membayangkan apa yang orang lain pikirkan atau rasakan pada saat tertentu. Empati sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan dengan sesama tim. Membangun kepercayaan bisa dimulai dengan 3 hal yakni 1) Aktif mendengar, 2) Menjauhi penghakiman call Abyan, 3) Menjaga tim tetap terinformasikan.

“Trust is also one of the most essential forms of capital a leader has. Building trust, however, often requires thinking about leadership from a new perspective”- Frances X. Frei 

3)Performance – Accountability
Untuk melahirkan performa, dibutuhkan akuntabilitas dimana organisasi menyandarkan segalanya atas data. Alat akuntabilitas bisa berupa data, detail, metrik, pengukuran, analisis, bagan, tes, penilaian, evaluasi kinerja – bersifat netral. Data ini kemudian diinterpretasi diikuti dengan cara penggunaan serta budaya yang melingkupinya. Akuntabilitas digunakan orang-orang untuk memahami & meningkatkan kinerja secara teratur dan cepat.

4)Teamwork – Delegation
“One of the most difficult transitions for leaders to make is the shift from doing to leading”-Jesse Sostrin. 2017. Mendelegasikan memang perlu komitmen kuat untuk mengawalnya. Mulailah dengan 1) Big Why, 2) Menginspirasi komitmen anggota tim, 3) Terlibat di level yang tepat & 4) Berlatihlah mengatakan “ya”, “tidak”, & “ya, jika.

Bersama sebagai tim, setiap anggota terlibat & mencipta kecerdasan & kepemimpinan kolektif untuk mencapai perubahan. Selamat menumbuhkan kepemimpinan kolektif!

“Leadership really isn’t about you. It’s about empowering other people as a result of your presence, and about making sure that the impact of your leadership continues into your absence”

The Team Lead Model Part 2

Dalam bukunya Jim Collins, Good to Great salah satu hal penting adalah peranan dari pemimpin yang terbuka. Dalam prosesnya Ia memastikan timnya berisikan orang-orang yang tepat yang mampu memberikan kontribusi produktif lewat bakat, pengetahuan, keterampilan & kebiasaan kerja yang baik. Kemudian Ia mengorkestrasinya jadi anggota Tim yang secara harmonis berkontribusi dengan kemampuan individunya mencapai tujuan kelompok & bekerja secara efektif dengan orang lain.

Keunggulan organisasi terletak pada kualitas timnya, kepemimpin berada pada setiap level & bersinergi satu sama. Konsep TEAM-LEAD dari Joe Wolenmulu, 2022 mengungkapkan bahwa ada bermacam variable yang perlu dipastikan keberadaanya agar tim menjadi unggul.

1)Training -> Kompetensi
Training ditujukan untuk meningkatkan kompetensi anggota. Sering kali organisasi hanya mengandalkan hal ini bagi penguatan timnya, padahal ada banyak hal selain pelatihan untuk memastikan timnya jadi hebat!

2)Enterprising -> Resourceful
Enterprising adalah sikap yang kompetitif, enerjik, dinamis. Pastikan anggota tim terpetakan & dikenali dengan kekuatan diri & jejaringnya. Dihadirkan dengan keterbukaan & penguatan Interdependensi dalam grup. Hal ini akan membawa organisasi paham bahwa ekosistemnya adalah sumber resouce2 potensial yang kaya, kuat, terkait & saling membesarkan hingga bisa memandang banyak potensi didalam organisasinya yang menggerakkannya pada visi.

3)Authenticity -> Credibility
Punya value & keinginan kuat. Menjadi otentik diwadahi dengan menumbuhkan wadah belajar di organisasi pembelajar. Tempat menumbuhkan rasa saling percaya. Kondisi ini ngga tiba2 datang, tapi ditumbuhkan lewat ruang kreasi dimana tiap orang diberikan kesempatan untuk hadir dengan caranya & menyelaraskan hasilnya dengan visi. Pada setiap inisiasinya diberikan kesempatan untuk mereview pembelajarannya.

4)Mindfulness -> Resilence
Salah satu penyangganya tim yang kuat adalah ketika setiap anggota tim diajak untuk paham pemaknaan. Hal ini mendorong tim untuk tetap lekat dengan Big Why-nya, hingga energi dalam tim tetap besar untuk bergerak. Hal ini dapat ditumbuhkan dengan melatih dalam kesehariannya membangun ketangguhannya. Lets Lead!🚀

Ekplorasi Pembuka Inovasi

“Pak kami harus ngapain?” Pertanyaan yang sering muncul dalam tiap permulaan proses. Dalam Design Thinking, kita mengenal istilah eksplorasi di tahap pertama. Tujuannya berempati memahami keadaan.

Dilakukan dengan mencari tahu & menemukan beragam bentuk temuan di lapangan. Keterampilan utama yang diperlukan adalah mendengar hingga bisa menangkap beragam sudut pandangnya dari proses experiencenya. Pengalaman akan membawa pada kepekaan untuk mendengar keberagaman sudut pandang user, sekaligus cara pandang orang lain, kemudian melakukan proses sintesa temuannya.

DT akan berhasil jika dilakukan bukan dengan memaksa, tapi dilakukan & dimiliki oleh seluruh aktor dalam organisasi. Semua aktor berperan sebagai Desainer sebagai sebuah cara berpikir, bukan peranan, dalam perjalanannya Ia tak akan berhenti belajar dari interaksi langsungnya bersama konsumen & lingkungannya.

Sesungguhnya sangat menarik menjadikan pendekatan ini untuk menguatkan kemampuan tim berinovasi. Tiap individu adalah perancang yang diberi tanggung jawab & hak untuk mensintesis semua simpul koneksi yang ditemuinya.

Neri Oxman menyebutkan bahwa “The role of Design is to convert utility into behavior” Ia mendetailkan penjelasan yang memilah antara peranan ilmu, keteknikan, desain dan seni seperti ini;

1)Science
The role of Science is to explain & predict the world around us; it ‘converts’ information into knowledge.

2)Engineering
The role of Engineering is to apply scientific knowledge to the development of solutions for empirical problems; it ‘converts’ knowledge into utility.

3)Design
The role of Design is to produce embodiments of solutions that maximize function and augment human experience; it ‘converts’ utility into behavior.

4)Art
The role of Art is to question human behavior and create awareness of the world around us; it ‘converts’ behavior into new perceptions of information.

Kembali ke ekplorasi, empati & mendengar. Inovasi hadir jika tau persis masalah, validitasnya tergantung kemampuan menangkap kenyataan & sintesanya. Maka sebelum berbicara solusi, maka eksplorasi akan membawa kita paham dengan baik kemudian menentukan titik mula gagasan jadi solusi jitu.