
Self-Organized Team… Tapi Masih Nanya ‘Next Apa, Pak?’
Sering kali pimpinan sudah bilang, “Silakan ambil keputusan,” tapi tim tetap menunggu. Masalahnya bukan sekadar kurang berani, mereka terbentuk oleh pola kerja lama. Dulu setiap inisiatif dikoreksi, keputusan selalu balik ke pimpinan, dan kesalahan kecil bisa jadi panjang. Jadi ketika ruang otonomi dibuka, tim nggak langsung percaya. Mereka masih pakai logika lama: “Kalau salah, ujung-ujungnya saya juga yang kena.” Wajar kalau mereka pilih aman. Memberi ruang itu gampang; membongkar pola lama yang sudah tertanam bertahun-tahun, itu kerja berat😂
Masalah berikutnya: ruang otonomi sering diberikan tanpa kejelasan. Tim bingung apa batas wewenangnya, apa prioritasnya, dan data apa yang boleh dipakai. Jadi meski diberi ruang, mereka seperti disuruh maju tanpa peta.
Dalam kerangka Self-Organized Team (SOT) otonomi baru jalan kalau empat hal ada sekaligus: arahnya jelas, informasinya terbuka, kapasitasnya dibangun, dan tim merasa punya “hak sekaligus tanggung jawab” atas hasilnya. Kalau salah satu hilang, ya tim balik ke pola lama: nunggu. Karena lebih aman menunggu daripada salah langkah tanpa dukungan🙏
Dan satu faktor yang paling menentukan adalah budaya. Tim nggak akan berani memanfaatkan ruang kalau setiap kesalahan dibesar-besarkan, kalau keputusan yang sudah didelegasikan masih ditarik kembali, atau kalau pimpinan kirim sinyal “silakan ambil keputusan” tapi tetap mengontrol detail.
Sinyal itu kontradiktif, dan tim bisa membaca itu dengan cepat. SOT hanya bisa tumbuh jika pimpinan konsisten: kasih kejelasan, kasih informasi, kasih ruang coba, dan yang paling penting; nggak mengambil alih lagi keputusan yang sudah diserahkan. Kalau konsistensinya kuat, barulah tim berani bergerak, bukan karena disuruh, tapi karena mereka tahu ruangnya nyata dan aman.
Jadi, seberapa self-organized nih kah tim kamu?




No comment yet, add your voice below!