Oleh-oleh Jumat dari Istiqomah

Indonesia ini bukan negara miskin. Kita punya tanah yang subur, laut yang luas, tambang yang tak habis-habis. Tapi entah kenapa, rasa-rasanya kita tak pernah benar-benar merasa cukup. Yang kaya makin kuat, yang kecil makin terdesak. Aturan dibuat, tapi keadilan seperti barang langka. Masyarakat sering cuma jadi angka, dihitung, tapi tak dianggap.

Mungkin yang hilang dari kita bukan sekadar kebijakan yang salah, tapi cara pandang yang keliru. Kita terlalu sibuk membenahi negara dari atas, lupa membangun kepercayaan dari bawah. Terlalu banyak strategi, tapi terlalu sedikit empati. Di sinilah pentingnya kita menengok sejarah, bukan untuk romantisme, tapi untuk belajar ulang tentang arah.

Rasulullah SAW pernah memimpin kota yang retak: sukunya banyak, agamanya beda-beda, konflik tak pernah usai. Tapi beliau datang bukan membawa dominasi, melainkan perjanjian hidup bersama: Piagam Madinah. Isinya bukan soal kekuasaan, tapi soal martabat. Bahwa semua orang berhak merasa aman, dihormati, dan punya suara. Di situ, masyarakat bukan beban, tapi fondasi.

Apa kabar Indonesia hari ini? Apakah kita masih percaya masyarakat sebagai pusat kekuatan? Atau justru kita perlahan menggesernya jadi objek kebijakan, bukan subjek perubahan? Mungkin sudah saatnya kita berhenti sekadar mengejar pertumbuhan, dan mulai bertanya: siapa yang kita tumbuhkan? Karena negara yang besar tak berarti apa-apa kalau masyarakatnya merasa kecil.

Kita hidupkan lagi semangatnya, bahwa negara bukan sekadar soal kekuasaan, tapi tentang memuliakan masyarakat. Jika kita ingin benar-benar maju, maka keadilan harus dirasakan oleh yang kecil, suara rakyat harus dihormati, dan kekuasaan kembali menjadi amanah, bukan alat untuk kekuasaan.

Recommended Posts

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *